Thursday, March 29, 2012

Kuserahkan Putriku Padamu (Renungan untuk Para Suami)

photo edited for free at www.pizap.com



Saat pertama kali putri kecil kami terlahir di dunia, dia menjadi simbol kebahagiaan bagi kami, orang tuanya. Bahagia yang tiada tara kami rasakan karenanya. Kami menjaganya siang dan malam, sampai kami melupakan keadaan diri sendiri. Kami sadar, memang seharusnyalah seperti itu kewajiban orang tua.

Kami besarkan dia dengan segenap jiwa dan raga. Kami didik dengan semaksimal ilmu yang kami punya. Dan kami jaga dia dengan penuh kehati-hatian.

Dan waktupun berlalu…

Dia kini telah menjadi sesosok gadis yang cantik. Betapa bangga kami memilikinya. Kami berpikir, betapa cepat waktu berlalu, dan terbersit dalam hati kami untuk tetap menahannnya disini. Bukan bermaksud meletakkan ego kami atas hidupnya, Namun sebagai orang tua, siapa yang dapat berpisah dari anaknya. Putri kesayangannnya.

Tapi,…

Hari ini, akhirnya datang juga. Saat dimana kami harus melihatnya terbalut dalam pakaian cantik, yaitu gaun pengantinnya. Gadis kecil kami telah tumbuh dewasa. Dan sesudah ijab kabul ini, kau lah kini yang menjadi penjaganya. Menggantikan kami. Mari ikatkan tanganmu kepadanya.

Waktu akhirnya memaksa kami berpisah dengannya. Walaupun kau adalah orang yang asing dan baru sebentar dikenalnya, sedangkan kami adalah orang tuanya yang telah mengorbankan semua yang kami punya untuknya. Namun, tak ada sama sekali kemarahan kami atas dirimu, menantuku. Namun ijinkan kami sedikit meluapkan kesedihan atas seorang putri kami yang harus jauh meninggalkan kami, karena harus mengikutimu. Kamipun tak akan protes kepadamu, karena mulai hari ini, dia harus mengutamakan kau diatas kami.

Tolong, jangan beratkan hatinya, karena sebenarnya pun hatinya telah berat untuk meninggalkan kami dan hanya mengabdi kepadamu. Seperti hal nya anak yang ingin berbakti kepada orang tua, pun demikian dengannya. Kami tidak keberatan apabila harus sendiri, tanpa ada gadis kecil kami dulu yang selalu menemani dan menolong kami dimasa tua.

Kami menikahkanmu dengan anak gadis kami dan memberikan kepadamu dengan cuma- cuma, kami hanya memohon untuk dia selalu kau jaga dan kau bahagiakan.

Jangan sakiti hatinya, karena hal itu berarti pula akan menyakiti kami. Dia kami besarkan dengan segenap jiwa raga, untuk menjadi penopang harapan kami dimasa depan, untuk mengangkat kehormatan dan derajat kami. Namun kini kami harus menitipkannya kepadamu. Kami tidaklah keberatan, karena berarti terjagalah kehormatan putri kami.

Jika kau tak berkenan atas kekurangannya, ingatkanlah dia dengan cara yang baik, mohon jangan sakiti dia, sekali lagi, jangan sakiti dia.

Suatu saat dia menangis karena merasa kasihan dengan kami yang mulai menua, namun harus sendiri berdua disini, tanpa ada kehadirannya lagi. Tahukah engkau wahai menantuku, bahwa kau pun memiliki orang tua, pun dengan istrimu ini. Disaat kau perintahkan dia untuk menemani orang tuamu disana, pernahkah kau berpikir betapa luasnya hati istrimu? Dia mengorbankan egonya sendiri untuk tetap berada disamping orang tuamu, menjaga dan merawat mereka, sedang kami tahu betapa sedih dia karena dengan itu berarti orang tuanya sendiri, harus sendiri. Sama sekali tiada keluh kesah darinya tentang semua itu, karena semua adalah untuk menepati kewajibannya kepada Allah.

Dia mementingkan dirimu dan hanya bisa mengirim doa kepada kami dari jauh. Jujur, sedih hati kami saat jauh darinya. Namun apalah daya kami, memang sudah masa seharusnya seperti itu, kau lebih berhak atasnya dari pada kami, orang tuanya sendiri.

Maka hargailah dia yang telah dengan rela mengabdi kepadamu. Maka hiburlah dia yang telah membuat keputusan yang sedemikian sulit. Maka sayangilah dia atas semua pengorbanannya yang hanya demi dirimu. Begitulah cantiknya putri kami, Semoga kau mengetahui betapa berharganya istrimu itu, jika kau menyadari.

Sumber:Voa-islam.com

Wednesday, March 28, 2012

... SELAMAT JALAN SAUDARIKU...

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBjVix1lYQUpz4dHMmjVcIWMLSEYxdQ97XvyQ854nAHRF6pbNkfLjMFE9nkM4a6lMMjXo9c-A9loLUrcPeSfIIaUqmkGzVLQJJD-TfS05CQgr6dKrK6xqpIMcPLoln-XqNny053Z1FTHQ/s220/akhwat5.jpg

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Nurah, saudara perempuanku nampak pucat dan kurus sekali. Tetapi seperti biasa, ia masih membaca Al-Qur'anul Karim. Ketika ingin menemuinya, pergilah ke mushallanya. Di sana engkau akan mendapatinya sedang ruku', sujud dan menengadahkan ke langit. Itulah yang dilakukannya setiap pagi, sore dan di tengah malam hari. Ia tidak pernah jenuh.

Berbeda dengannya, aku selalu asyik membaca majalah-majalah seni, tenggelam dengan buku-buku cerita dan hampir tak pernah beranjak dari video. Bahkan, aku sudah identik dengan benda yang satu ini. Setiap video diputar pasti di situ ada aku. Karena 'kesibukanku' ini, banyak kewajiban yang tak bisa kuselesaikan bahkan, aku suka meninggalkan shalat. Setelah tiga jam berturut-turut menonton video di tengah malam, aku dikagetkan oleh suara adzan yang berkumandang dari masjid dekat rumahku.

Sekonyong-konyong malas menggelayuti semua persendianku, maka aku pun segera menghampiri tempat tidur. Nurah memanggilku dari mushallanya.

Dengan berat sekali, aku menyeret kaki menghampirinya. "Ada apa Nurah?," tanyaku. "Jangan tidur sebelum shalat Shubuh!", ia mengingatkan. "Ah. Shubuh kan masih satu jam lagi. Yang baru saja kan adzan pertama" Begitulah, ia selalu penuh perhatian padaku. Sering memberiku nasihat, sampai akhimya ia terbaring sakit. Ia tergeletak lemah di tempat tidur.

"Hanah!," panggilnya lagi suatu ketika. Aku tak mampu menolaknya. Suara itu begitu jujur dan polos. "Ada apa saudariku?", tanyaku pelan.

"Duduklah!" Aku menurut dan duduk di sisinya. Hening…Sejenak kemudian Nurah melantunkan ayat suci Al-Qur'an dengan suaranya yang merdu. "Tiap jiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari Kiamat sajalah disempumnkan pahalamu." (Al Imran: 185) Diam sebentar, lalu ia bertanya:

"Apakah kamu tidak percaya adanya kematian?" "Tentu saja percaya!"

"Apakah kamu tidak percaya bahwa amalmu kelak akan dihisab, baik yang besar maupun yang kecil?" "Percaya. Tetapi bukankah Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, sementara aku masih muda, umurku masih panjang!" "Ukhti, apakah kamu tidak takut mati yang datangnya tiba-tiba? Lihatlah Hindun, dia lebih muda darimu, tetapi meninggal karena sebuah kecelakaan. Lihat pula si fulanah…Kematian tidak mengenal umur. Umur bukan ukuran bagi kematian seseorang. Aku menjawabnya penuh ketakutan.

Suasana tengah malam yang gelap mencekam, semakin menambah rasa takutku. "Aku takut dengan gelap, bagaimana engkau menakut-nakutiku lagi dengan kematian ? Di mana aku akan tidur nanti ?" Jiwa asliku yang amat penakut betul-betul tampak. Kucoba menenangkan diri aku benusaha tegar dengan mengalihkan pembicaraan pada tema yang menyenangkan, rekreasi.

"Oh ya, kukira ukhti setuju pada liburan ini kita pergi rekreasi bersama?", pancingku. "'Tidak, karena barangkali tahun ini aku akan pergi jauh, ke tempat yang jauh… mungkin… umur ada di tangan Allah, Hanah", ia lalu terisak. Suara itu bergetar, aku ikut hanyut dalam kesedihan. Sekejap, langsung terlintas dalam benakku tentang sakitnya yang ganas. Para dokter, secara rahasia telah mengabarkan hal itu kepada ayah.

Menurut analisa medis, para dokter sudah tak sanggup, dan itu berarti dekatnya kematian. Tetapi, siapa yang mengabarkan ini semua padanya?, atau ia memang merasa sudah datang waktunya?, "Mengapa ternenung? Apa yang engkau lamunkan?", Nurah membuyarkan lamunanku. "Apa kau mengira, hal ini kukatakan karena aku sedang sakit? Tidak. Bahkan boleh jadi umurku lebih panjang dari umur orang-orang sehat. Dan kamu, sampai kapan akan terus hidup? Mungkin 20 tahun lagi, 40 tahun atau…Lalu apa setelah itu? Kita tidak berbeda. Kita semua pasti akan pergi, entah ke Surga atau ke Neraka. Apakah engkau belum mendengar ayat: "Barangsiapa dijauhkan dari Neraka dimasukkan ke dalam Surga maka sungguh ia telah beruntung" ( Ali Imran: 185). "Sampai besok pagi," ia menutup nasihatnya.

Aku bergegas meninggalkannya menuju kamar. Nasihatnya masih tergiang-ngiang di gendang telingaku, "Semoga Allah memberimu petunjuk, jangan lupa shalat!" Pagi hari…Jam dinding menunjukkan angka delapan pagi.Terdengar pintu kamarku diketuk dari luar. "Pada jam ini biasanya aku belum mau bangun" pikirku. Tetapi di luar terdengar suara gaduh, orang banyak terisak. "Ya Rabbi, apa yang tejadi?" "Mungkin Nurah…?, "firasatku berbicara. Dan benar, Nurah pingsan, ayah segera melarikannya ke rumah sakit.

Tidak ada rekreasi tahun ini. Kami semua harus menunggui Nurah yang sedang sakit. Lama sekali menunggu kabar dari rumah sakit dengan harap-harap cemas. Tepat pukul satu siang, telepon di rumah kami berdering. Ibu segera mengangkatnya. Suara ayah di seberang, ia menelpon dari rumah sakit. "Kalian bisa pergi ke rumah sakit sekarang!," demikian pesan ayah singkat. Kata ibu, tampak sekali ayah begitu panik, nada suaranya berbeda dari biasanya. "Mana sopir…?" kami semua terburu-buru: Kami menyuruh sopir menjalankan mobil dengan cepat. Tapi ah, jalan yang biasanya terasa dekat bila aku menikmatinya dalam pejalanan liburan, kini terasa amat panj ang, panjang dan lama sekali. Jalanan macet yang biasanya kunanti-nantikan sehingga aku bisa menengok ke kanan-kiri, cuci mata, kini terasa menyebalkan. Di sampingku, ibu berdo'a untuk keselamatan Nurah. "Dia anak shalihah. Ia tidak pernah menyia-nyia kan waktunya. Ia begitu rajin beribadah", ibu bergumam sendirian.

Kami turun di depan pintu rumah sakit. Kami segera masuk ruangan. Para pasien pada tergeletak lunglai. Di sana sini terdengar lirih suara rintihan. Ada yang baru saja masuk karena kecelakaan mobil, ada yang matanya buta, ada yang mengerang keras. Pemandangan yang membuat bulu kudukku merinding. Kami naik tangga eskalator menuju lantai atas. Nurah berada di ruang perawatan intensif. Di depan pintu terpampang papan peringatan: "Tidak boleh masuk lebih dari satu orang!" Kami terperangah. Tak lama kemudian, seorang perawat datang menemui, kami. Perawat memberitahu kalau kini kondisi Nurah mulai membaik, setelah beberapa saat sebelumnya tak sadarkan diri.

Di tengah kerumunan para dokter yang merawat, dari sebuah lubang keciljendela yang ada di pintu, aku melihat kedua bola mata Nurah sedang memandangiku. Ibu yang berdiri di sampingnya tak kuat menahan air matanya. Waktu besuknya habis, ibu segera keluar dari ruang perawatan intensif. Kini tiba giliranku masuk. Dokter memperingatkan agar aku tidak banyak mengajaknya bicara. Aku diberi waktu dua menit. "Assalamu 'alaikum!, bagaimana keadaanmu Nurah?, tadi malam, engkau baik-baik saja. Apa yang terjadi denganmu?", aku menghujaninya dengan pertanyaan. "Alhamdulillah, aku sekarang baik-baik saja, jawabnya dengan berusaha tersenyum.

"Tapi, mengapa tanganmu dingin sekali, kenapa?" aku menyelidik.Aku duduk di pinggir dipan. Lalu kucoba meraba betisnya, tapi ia segera menjauhkannya dari jangkauanku. "Ma'af, kalau aku mengganggumu!", aku tertunduk. "Tidak apa-apa. Aku hanya ingat firman Allah Ta'ala: "Dan bertaut betis(kiri) dengan betis(kanan), kepada Tuhanmullah pada hari itu kami dihalau". (Al-Qiyamah: 29-30) Nurah melantunkan ayat suci Alquran. Aku menguattkan diri. Sekuat tenaga aku berusaha untuk tidak menangis dihadapan Nurah, aku membisu." Hanah, berdoalah untukku. Mungkin sebentar lagi aku akan menghadap. Mungkin aku segera mengawali hari pertama kehidupanku diakhirat…Perjalananku amat jauh tapi bekalku sedikit sekali". Pertahananku runtuh. Air mataku tumpah. Aku menangis sejadi-jadinya. Ayah mengkhawatirkan keadaanku. Sebab mereka tak pernah melihatku menangis seperti itu.

Bersamaan dengan tenggelamnya matahari pada hari itu. Nurah meninggal dunia…. Suasana begitu sepat berubah. Seperti baru beberapa menit aku bebincang-bincang dengannya. Kini ia telah meninggalkan kami buat selama-selamanya. Dan, ia tak akan pernah bertemu lagi dengan kami. Tak akan pernah pulang lagi. Tidak akan bersama-sama lagi. Oh Nurah…Suasana dirumah kami digelayuti duka yang amat dalam. Sunyi mencekam. Lalu pecah oleh tangisan yang mengharu biru. Sanak kerabat dan tetangga berdatangan melawat. Aku tidak bisa membedakan lagi, siapa-siapa yang datang, tidak pula apa yang mereka percakapan. Aku tenggelam dengan diriku sendiri. Ya Allah, bagaimana dengan diriku? Apa yang bakal terjadi pada diriku? Aku tak kuasa lagi, meski sekedar menangis. Aku ingin memberinya penghormatan terakhir. Aku ingin menghantarkan salam terakhir. Aku ingin mencium keningnya. Kini, tak ada sesuatu yang kuingat seai satu hal. Aku ingat firman Allah yang dibacakannya kepadaku menjelang kematiannya. "Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan)". Aku kini benar-benar paham bahwa,"Kepada Tuhanmullah pada hari itu kamu dihalau" "Aku tidak tahu, ternyata malam itu, adalah malam terakhir aku menjumpainya di mushallanya.

Malam ini, aku sendirian di mushalla almarhumah. terbayang kembali saudara kembarku, Nurah yang demikian baik kepadaku. Dialah yang senantiasa menghibur kesedihanku, ikut memahami dn merasakan kegalauanku, saudari yang selalu mendo'akanku agar aku mendapat hidayah Allah, saudari yang senantiasa mengalirkan air mata pada tiap-tiap pertengahan malam, yang selalu menasihatiku tentang mati, hari perhitungan….ya Allah!

Malam ini adalah malam pertama bagi Nurah dikuburnya. Ya Allah, rahmatilah dia, terangilah kuburnya. Ya Allah, ini mushaf Nurah, …ini sajadahnya…dan ini..ini gaun merah muda yang pernah dikatakannya padaku, bakal dijadikan kenangan manis pernikahannya. Aku menangisi hari-hariku yang berlalu dengan sia-sia. Aku menangis terus-menerus, tak bisa berhenti. Aku berdo'a kepada Allah semoga Dia merahmatiku dan menerima taubatku. Aku mendo'akan Nurah agar mendapat keteguhan dan kesenangan di kuburnya, sebagaimana ia begitu sering dan suka mendo'akanku.

Tiba-tiba aku tersentak dengan pikiranku sendiri. "Apa yang terjadi jika yang meninggal adalah aku? Bagaimana kesudahanku?" Aku tak berani mencari jawabannya, ketakutanku memuncak. Aku menangis, menangis lebih keras lagi. Allahu Akbar, Allahu Akbar…Adzan fajar berkumandang. Tetapi, duhai alangkah merdunya suara panggilan itu kali ini. Aku merasakan kedamaian dan ketentraman yang mendalam. Aku jawab ucapan muadzin, lalu segera kuhamparkan lipatan sajadah, selanjutnya aku shalat Shubuh. Aku shalat seperti keadaan orang yang hendak berpisah selama-lamanya. Shalat yang pemah kusaksikan terakhir kali dari saudari kembarku Nurah.Jika tiba waktu pagi, aku tak menunggu waktu sore dan jika tiba waktu sore, aku tidak menunggu waktu pagi.

(Dari buku "Wahai Saudariku, "Apa yang menghalangimu untuk berhijab?" Oleh: Abdul Hamid Al Bilali)

Tukang Bakso....

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjndtXWUbHLWgwUXQPe9-Pn2ZHjoWtDO57z-cS1edw0pMc3Iesr3VggqKN5cO6X_PHEXXSUU0U_TCBM-hY-0Q8fuL3y2y89d8rrBlGBROy6BTWC_X7l9sYmI3WQBiFBQvGXcyPx7xYduxVD/s400/GROBak.jpg

Ketika itu seorang bapak yang sedang bersama anak-anaknya bersenda gurau pada kondisi cuaca yang tidak bersahabat. Rintik-rintik hujan dan suasana yang dingin membuat rasa lapar menyergap perut-perut mereka.

Tek.....tek....bakso.....bakso.... kebetulan pula abang tukang bakso lewat ketika itu, mereka pun memanggil sang abang dengan semangatnya dan segera memesan sesuai dengan jumlah orang yang ada.

Tak sampai sepuluh menit, mereka telah menghabiskan semangkok bakso panas yang tentu saja nikmat, apalagi dengan suasana yang begitu dingin. Sang bapak pun segera menghampiri tukang bakso untuk memberikan uang.

Ketika memberikan uang kepada tukang bakso tersebut, tampaklah wajah sang abang bakso yang berumur dan tampak kerutan-kerutan memenuhi wajahnya yang sudah tua. Bapak itu terheran-heran ketika melihat abang bakso itu memasukkan uangnya ke dalam tiga kaleng berbeda. Karena penasaran, bapak itu pun bertanya,”kok, bapak aneh sih, kenapa uangnya pake dipisah-pisah segala pak?”

Sang abang yang mendengar pertanyaan itu menjawab dengan nada santai, seolah-olah dia sudah sering mendengar pertanyaan yang sama. ”saya membaginya ke dalam tiga kaleng yang berbeda karena memang masing-masing uang mempunyai tujuan yang berbeda”.

Uang yang saya masukkan ke dalam kaleng pertama untuk membiayai kehidupan sehari-hari saya dan modal untuk membuat bakso lagi
Uang di dalam kaleng kedua saya gunakan untuk menambah biaya haji bersama istri saya yang sudah saya kumpulkan selama 17 tahun dan alhamdulillah tahun depan saya akan berangkat menuju tanah suci.
Dan kaleng terakhir adalah uang yang nantinya saya gunakan untuk membeli hewan kurban pada hari raya idul adha dan akan dibagikan kepada orang-orang yang berhak

Sang bapak yang mendengar jawaban tersebut merasa kecil di hadapan abang tukang bakso, sungguh aneh pikirnya, seorang tukang bakso yang mungkin hanya memperoleh untung 30-50 ribu perhari mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan mulia. Namun, sang bapak masih mempunyai pertanyaan yang mengganjal hatinya,”maaf pak, setahu saya, naik haji itu hanya untuk yang mampu”.

Lagi-lagi abang tukang bakso yang tua ini memberikan suatu jawaban yang mungkin akan memotivasi kita semua.”Saya pikir tidak ada satu manusia pun yang bisa menentukan dengan pasti apakah seseorang itu mampu atau tidak, pak RT di rumah saya pun tidak akan bisa, presiden pun juga tak akan bisa, yang saya tahu yang menentukan mampu atau tidaknya seseorang adalah dirinya sendiri. Jika kita yakin kita mampu, maka akan ada begitu banyak jalan terhampar di depan kita.”

Oh...Akhwat

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3sL1RCu-AgpWRGwbQ4CCQXL9qSltWMVC7WZ_G774ihH1mmdyjSOvbeThX8DJRdZuWCHNJ7TGif2jRG8sVxMKz6QFAxX9odnIiWmgqCXDOvKh7V_qpLkDJBP1fKcgRebCvTn7Y_0HEOhL7/s320/akhwat+bersahabat.jpg 
 
Oh… Akhwat
Wanita anggun pembasmi maksiat
Busananya rapi menutup aurat
Paling anti pake pakaian ketat
Katanya sich, ini salah satu ciri muslimah yang taat

Oh… Akhwat
Rajin mengaji dan tahajud dimalam yang pekat
Alasannya, biar selamat dunia dan akhirat

Ngga lupa dia doa dan munajat
Agar mendapat teman sejati dalam waktu cepat


Oh… Akhwat
Aktivitasnya begitu padat
Kuliah, organisasi sampe-sampe sehari 3 x ngikutin rapat
Ada juga yang ngajar TPA dan ngajar privat
Demi Allah, semua dilakukan dengan semangat

Oh… Akhwat Tapi hari ini kok seperti kurang sehat?
Badan lesu dan muka keliatan pucat
Jalannya lunglai dibawah terikan matahari yang menyengat
Ooo.. ternyata dia, magh nya lagi kumat
(Abis… waktu sarapan cuma makan sepotong kue donat!)



Oh… Akhwat Banyak juga yang berjerawat
Dari yang kecil-kecil sampe yang segede tomat
Padahal sudah nyobain semua sabun dan juga obat
( Sabar… sering wudhu lama2 juga ilang, Wat!)

Oh… Akhwat Sering betul kirim SMS buat para sahabat
Isinya kalo ngga ngundang syuro, ya.. ngasih tausiyah atau nasihat
Walau kadang terasa bikin pulsa ngga’ bisa hemat

Oh… Akhwat Seneng banget kalo makan coklat
Nggak sadar kalo gigi udah pada berkarat
Gara-gara sebulan sekali baru disikat
(Hiii… jorok nian kau, Wat!)

Oh… Akhwat Paling seru waktu kumpul sesama akhwat
Ngobrolin dakwah sampe hal-hal yang kadang kurang manfaat
Apalagi kalau sudah pada saling curhat
Bisa-bisa air mata mengalir begitu lebat
( Wiih, curhat apaan tuh, Wat!)

Oh… Akhwat Paling berani kalo di ajak debat
Siap bertahan sampe lawan bicaranya mulai sekarat
1 jam.. 2 jam.. 3 jam.. Wuiih dia masih kuat..!
4 jam….? Woy berenti…! waktunya sudah masuk sholat..!!

Oh… Akhwat
Sore-sore makan soto babat
rame-rame bareng temen satu liqo’at
Maklum, hari itu ada yang baru punya hajat
Baru wisuda… walaupun wisudanya bareng adek2 tingkat

Oh… Akhwat
Nonton konser Izzis sambil lompat-lompat
Tak terasa badan mulai capek dan mulai berkeringat
Sampai nggak sadar kalo ada copet yang mulai mendekat
( Tenang…. Si Ukhti kan sudah belajar silat..!!)

Akhwat… Akhwat…
Pergi kuliah di hari Jumat
Buru-buru karena takut datangnya telat
Padahal hawa kantuk masih terasa melekat
Gara-gara Facebookkan tengah malem sampe jam 1 lewat
( So.. What gitu Wat ?!)

Oh… Akhwat Banyak yang nggak mau dimadu,
apalagi jadi istri ke empat
( Waduh, kalau yang ini ane nggak berani nerusin, Wat!)

Oh… Akhwat Mau lebaran bantuin ibu buat ketupat
Hati gembira karena mau ketemu sanak kerabat
Tapi kesel saat ditanya… Lebaran ini masih sendiri, Wat?

Oh… Akhwat Berharap sang pengeran datang tidak terlambat
Untuk menjemput ke hidup baru yang penuh rahmat
Namun apa daya saat proses ta’aruf jadi tersendat
Gara-gara sang Ikhwan, malah akhirnya ngurungin niat
( Huuu.. reseh banget tuh Ikhwan, Wat!)

Oh… Akhwat Masih Banyakkah yang seperti Fatimah Binti Muhammad?
Yang memilih pendamping bukan kerena harta, tahta dan martabat
Atau hanya tertarik pada gemerlap dunia yang sesaat
Tapi… Agama dan Akhlak itulah yang ia lihat
Wah.. kalau ada… ane pesen satu Wat! *peace* ( Please dong akh, Wat! )

Oh… Akhwat Hidup memang tak selamanya nikmat
Kadang ringan kadang juga terasa berat
Tapi teruslah Istiqomah kau di setiap saat
Karena engkaulah…. Bidadari Harapan Ummat!

Maap ya.. Wat! Kalau ada kata-kata salah yang didapat
Maklum, yang buat bukannya Akhwat
Udah dulu ya.. yang buat matanya udah 5 Watt!

HIDUP AKHWAT!!!

(By :: ust.Fatur Rahman)

Oh Ikhwan

http://images.penulishati.multiply.com/image/LAzCRcQb8KSQ7O1qQnTwew/photos/1M/300x300/46/ikhwan-back-putih-copy.png?et=pURmmZdx0NWY7i5iJ9FbGg&nmid=0
 

Oh.. Ikhwan
Apa bedanya dengan Si Marwan Si Ali, Paijo atau Si Iwan
Oh ternyata Cuma beda sebutan

Oh.. Ikhwan
Walaupun tidak terlalu rupawan
Alias modal tampang pas-pasan
Tetep aja tebar senyuman

Oh.. Ikhwan
Gayanya sih bisa ketebak dan ketahuan
Jenggot melambai, baju koko & mata kaki keliatan
Kalo ngomong pake ane, antum, afwan-afwan



Oh.. Ikhwan
Sudah banyak yang bertebaran
Ada di masjid, kampus bahkan perkantoran
Sering kali ada yang getol nyari penghasilan
Ngga taunya nyari modal buat walimahan

Oh.. Ikhwan
Kalo lagi aksi, semangatnya nggak diragukan
Pekikan takbir selalu di kumandangkan
Ngomong2… kamar dikosan kok berantakan?
(Aduh.. pulang jangan lupa diberesin Wan!)





Oh.. Ikhwan
Sepekan sekali ikut kajian
Hujan dan badai nggak jadi halangan
Juga ngga ketinggalan tiap acara kepartaian
(Tapi.. cuci dulu tuh baju rendeman..!)

Oh.. Ikhwan Pagi-pagi jarang sarapan
Alesannya males masak atau belum dapet kiriman
Akhirnya kena sakit magh sama panuan
( Kok yang terakhir nggak nyambung Wan!)

Oh.. Ikhwan Jarang banget yang mata duitan
Demi dakwah, hati ikhlas tanpa harap imbalan
Walau kerasa, nih perut keroncongan
( Laporan aja Wan! Sama anggota dewan)
Oh.. Ikhwan
Anehnya kalau lagi jalan
Ngukurin tanah ape nyari duit jatoh sih wan?
Ooohh.. ternyata dia lagi jaga pandangan!!
Hati-hati Wan, awas nginjek gituan!!

Ikhwan… ikhwan….
Lucunya kalo ada akhwat berpapasan
Langsung minggir! Nunduk, acuh tak acuh kaya musuhan
( Gubrak..!! Suara apaan tuh Wan? )
Eh.. si ukhti jatuh, kagak ngeliat ada selokan

Ikhwan… ikhwan…
Uniknya kalo lagi rapat gabungan
Pake pembatas alias hijab biar nggak bisa lirik-lirikan
Sering juga rapatnya peke SMSan
Kadang SMSnya malem2 sambil bangunin tahajudan
Upppss.. Yang ini cuma sesama ikhwan kan..??

Oh.. Ikhwan Badannya ade yang keker mirip binaragawan
Oh ternyata dia instruktur kepanduan
Biar di keroyok sama pereman
Kagak bakal panggil bantuan
( Abis.. udah ga bisa lari sih Wan! )

Oh.. Ikhwan Jarang juga yang suka jajan
Mendingan nabung buat masa depan
Sekarang duitnya sudah banyak dalam celengan
(Eh, itu utang dibayar dulu Wan!)

Oh.. Ikhwan
Merasa sepi di tengah keramaian
Merindukan hadirnya bidadari penyemangat iman
Temen sekosan terasa sudah membosankan
Ditambah bisikan-bisikan setan yang kedengeran
Hemmm.. Istigfar Wan!

Oh.. Ikhwan Pengen dapet istri yang wajahnya mirip artis di iklan
Yang nggak malu-maluin kalo diajak kondangan
Terus mulutnya yang nggak rame kaya petasan
Tiap 3 hari khatam Al Quran Kelompok yang dibina udah lebih dari 20an
Setia sampe mati dan nggak mata duitan
Dan… setuju aja kalau suami mau cari istri tambahan

Oh.. Ikhwan
Tapi, seringnya harapan tidak sesuai kenyataan
Abis, nyari istri yang sempurna gitu kan kagak gampangan!
Apalagi kalo modalnya serba pas-pasan
Ya.. Murobbi juga nyariinnya bakal itung-itungan
Sabar deh Wan!
Percaya aja sama yang Maha Rahman!

Oh.. Ikhwan
Nggak sengaja, liat ukhti minta bantuan Jatoh dari motor masuk paretan
Hati berdebar mungkin ada harapan
Eeehh… taunya si Ukhti istrinya temen satu Liqo’an
(Gubrak..!! sungguh kasihan )

Huuhhh… Dasar Ikhwan!!!
Afwan ya Wan!! Cuma mainan yang nulis juga ikhwan…^^ 
 
 
(By :: ust.Fatur Rahman)






Flower 53