Wednesday, December 28, 2011

Fakta Dan Pelajaran Hidup Dari Burung Rajawali

Seringkali Rajawali dijadikan simbol oleh beberapa suku diberbagai negara sebagi simbol kekuatan,keperkasaan,salah satunya dari suku sebutkan saja seperti suku Indian.
Rajawali adalah burung yang sangat indah. Seekor rajawali dewasa memiliki tinggi badan sekitar 90 cm, dan bentangan sayap sepanjang 2 meter. Ia membangun sarangnya di puncak-puncak gunung. Sarang itu sangat besar sehingga manusia pun dapat tidur di dalamnya. Sarang itu beratnya bisa mencapai 700 kg dan sangat nyaman.
Di bawah ini ada beberapa fakta dan pelajaran yang dapat kita ambil dari kehidupan burung rajawali,sang penguasa angkasa :


1. SEMUA BAYI RAJAWALI HARUS BELAJAR UNTUK TERBANG

Di atas puncak gunung yang tinggi, telur rajawali menetas dan muncullah bayi rajawali. Seperti layaknya bayi yang lain, hanya ada dua hal yang sangat disukai oleh bayi rajawali ini untuk dilakukan, yaitu makanan dan tidur. Bayi rajawali akan menghabiskan masa-masa pertamanya di dunia didalam sarangnya yang nyaman. Setiap hari, induk rajawali mencarikan makanan untuk bayinya dan menyuapi mulut bayi yang sudah terbuka untuk menerima makanan. Dengan perut kenyang, bayi itu tidur kembali. Hal itu berlangsung berulang-ulang dalam hidupnya. Siklus ini berjalan beberapa minggu, sampai pada suatu hari, induk rajawali ini tebang dan hanya berputar-putar di atas sarangnya memperhatikan anaknya yang ada di dalamnya. Kali ini tanpa makanan. Setelah berputar beberapa kali, induk rajawali akan terbang dengan kecepatan tinggi menuju sarangnya, ditabraknya sarang itu dan digoncang-goncangkannya. Kemudian ia merenggut anaknya dari sarang dan dibawanya terbang tinggi. Kemudian, secara tiba-tiba, ia menjatuhkan bayi rajawali dari ketinggian. Bayi ini berusaha terbang , tapi gagal. Beberapa saat jatuh melayang ke bawah mendekati batu-batu karang, induk rajawali ini dengan cepat meraih anaknya kembali dan dibawa terbang tinggi. Setelah itu,dilepaskannya pegangan itu dan anaknya jatuh lagi. Tapi sebelum anaknya menyentuh daratan, ia mengangkatnya kembali. Hal ini dilakukan berulang-ulang, setiap hari. Hingga hanya dalam waktu satu minggu anaknya sudah banyak belajar, dan mulai memperhatikan bagaimana induknya terbang.Dalam jangka waktu itu, sayap anak rajawali sudah kuat dan ia pun mulai bisa terbang.


Pelajaran yang dipetik :
Kita hidup di dunia ini selalu penuh dengan rintangan.Dimana saat kita dapat melewati dan menyelesaikan suatu rintangan tersebut,kita mendapatkan satu buah lagi pelajaran.Namun,janganlah lupa jika setiap saatnya kita selalu diawasi oleh-Nya yang siap memberikan pertolongan untuk para hamba-hambanya.


2. RAJAWALI DICIPTAKAN UNTUK TINGGAL DI TEMPAT TINGGI

Berbeda dengan jenis burung lainnya, rajawali diciptakan untuk terbang ditempat-tempat yang tinggi, jauh dari pandangan mata telanjang dan jauh dari jangkauan para pemburu. Burung rajawali memiliki keunikan, jika ia berada di alam bebas, akan menjadi burung yang paling bersih di antara burung lainnya, tapi jika dia berada di dalam ‘penjara’dan terikat, ia akan menjadi burung yang paling kotor (hal ini dikarenakan rajawali mengkonsumsi makanan yang berbeda dengan burung lainnya).

Pelajaran yang dipetik :
Kita selalu berada dalam hadirat-Nya dan bebas dari control dunia. Jika seseorang berada dalam ikatan-ikatan duniawi, ia akan menjadi orang yang kotor dibandingkan dengan orang lain.


3. RAJAWALI TIDAK TERBANG, TAPI MELAYANG

Rajawali tidak terbang seperti layaknya burung-burung yang lain, mereka terbang dengan mengepak-kepakkan sayapnya dengan kekuatan sendiri. Tapi yang dilakukan rajawali ialah melayang dengan anggun, membuka lebar-lebar kedua sayapnya dan menggunakan kekuatan angin untuk mendorong tubuhnya.Yang membuat rajawali sangat spesial ialah ia tahu betul waktu yang tepat untuk meluncur terbang. Ia berdiam di atas puncak gunung karang, membaca keadaan angin, dan pada saat yang dirasa tepat ia mengepakkan sayapnya untuk mendorong terbang, lalu membuka sayapnya lebar-lebar untuk kemudian melayang dengan menggunakan kekuatan angin itu.


Pelajaran yang dipetik :
Kita belajar dan terus berusaha mendekatkan diri kita padanya,berharap akan ditempatkan pada posisi yang tinggi (diangkat derajat hidupnya).Namun untuk mencapai itu kita akan bertemu badai,dimana jika kita mampu melewatinya juga akan menguatkan sayap-sayap iman kita.


4. RAJAWALI MEMILIKI WAKTU KHUSUS UNTUK PEMBAHARUAN

Ketika rajawali berumur 60 tahun, ia memasuki periode pembaharuan. Seekor rajawali akan mencari tempat tinggi dan tersembunyi di puncak gunung. Ia berdiam disitu, membiarkan bulu-bulunya rontok satu demi satu. Rajawali ini mengalami keadaan yang menyakitkan dan sangat mengenaskan selama kira-kira 1 tahun. Ia menunggu dengan sabar selama proses ini berlangsung, dan setiap hari ia membiarkan sinar matahari menyinari tubuhnya untuk mempercepat proses penyembuhannya. Melalui proses ini, bulu-bulu barupun tumbuh, dan rajawali menerima kekuatan yang baru sehingga ia mampu untuk bertahan hidup hingga umur 120 tahun, seperti normalnya rajawali hidup.


Pelajaran yang dipetik :
Setiap manusia akan mengalami saat-saat keterpurukan dalam hidupnya.Pada saat ini kita akan meminta pertolongan dan petunjuk dari-Nya.Proses dimana ketabahan seorang umat diuji.



5. RAJAWALI JUGA KADANG-KADANG SAKIT, SEPERTI MANUSIA

Ketika rajawali mengalami sakit di tubuhnya, ia terbang ke suatu tempat yang sangat disukainya, dimana ia dengan leluasa dapat menikmati sinar matahari. Karena sinar matahari memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan rajawali,memberikan kehangatan dan juga merupakan obat yang paling mujarab baginya.


Pelajaran yang dipetik :
Sama ketika kita sakit.Kita akan berdoa untuk meminta kesembuhan dari-Nya.Tuhan merupakan peranan yang penting dalam kehidupan kita.


6. SETIAP BURUNG RAJAWALI PASTI MATI

Ketika rajawali berada dalam keadaan mendekati waktu kematiannya, ia terbang ke tempat yang paling disukainya, di atas gunung, menutupi tubuhnya dengan kedua sayapnya, memandang ke arah terbitnya matahari, lalu….mati.

Pelajaran yang dipetik :
Setiap manusia kelak pun akan meninggal,dimana diharapkan pada saat akhir hayatnya kita tetap memegang teguh iman kita

Sunday, December 11, 2011

Jangan Jadi Penikmat Dakwah!

 

Akhir-akhir ini, pertumbuhan organisasi Islam dan jumlah aktivis Islam semakin banyak, bahkan sangat banyak. Kalau kita masuk ke pelosok-pelosok desa, sudah semakin banyak jumlah aktivisnya. Apalagi di kota  besar, di kampus-kampus sangat banyak aktivisnya.

Namun, kalau kita perhatikan lebih dalam, maka kita akan menemui dari sekian banyak aktivis yang ada hari ini hanya sebagian kecil yang benar-benar dengan serius mengemban amanah dakwah, hanya sedikit yang memiliki tekad yang besar dalam beramal. Bisa dihitung orang-orang yang sebenarnya paling pantas menyandang predikat sebagai aktivis Islam. Mungkin jumlah aktivis yang benar-benar ikhlas dan berkontribusi sungguh-sungguh tidak lebih dari puluhan saja. Dan mungkin Anda bisa menghafal nama-nama mereka karena memang sangat sedikit.

Data aktivis Islam itu hanya terlihat banyak di dokumen, arsip, dan database saja. Namun kemana semua aktivis Islam itu pergi saat ada proyek-proyek amal yang menuntut kontribusi? Jika kita mau jujur pada diri kita, hari ini, yang banyak adalah kader aktivis Islam yang hanya menjadi penikmat-penikmat dakwah. Yang hanya hadir dari majelis ke majelis ilmu, kemudian mereka menjadi pengamat yang begitu nikmat mengomentari ini dan itu tentang perkembangan dakwah Islam hari ini. Mereka merasa cukup dengan perubahan mereka dari seorang muslim yang biasa-biasa saja, kemudian hari ini mereka telah masuk dalam lingkaran aktivis Islam. Mereka berhenti dan merasa cukup dengan apa yang ada pada diri mereka hari ini. Jika Anda bertanya pada mereka di organisasi mana saya mereka aktif, maka sebagian mereka bisa menyebutkan begitu banyak organisasi tempat mereka aktif, rata-rata diatas lima sampai sepuluh organisasi, namun hanya terdaftar namanya saja.

Jika suatu ketika Anda bertanya tentang peran dan kontribusi mereka dalam dakwah sejak mereka menyatakan bergabung dengan barisan aktivis dakwah Islam,  mereka hanya berkata, “Wah…, saya hanya simpatisan,” atau “Saya hanya pendengar saja,”  ada juga yang lebih parah mengatakan “Saya terjebak!” dan kalimat-kalimat lainnya yang sejenis.

Hari-hari mereka penuh dengan rutinitas. Setiap pekan jasad mereka hadir dalam lingkaran-lingkaran ta’lim (halaqah). Jasad mereka juga hadir dalam rapat dan pertemuan-pertemuan kader dakwah. Mereka juga hadir dalam seminar-seminar dakwah. Mereka membaca buku-buku dakwah. Mereka sangat menikmati artikel-artikel Islam dan kajian-kajian dakwah. Dan hanya sebatas itu. Ya, sungguh hanya itu saja yang mereka lakukan.

Namun ada pula yang lebih parah, mereka tidak tertarik membaca buku, dan mulai malas-malasan hadir di pengajian, saat halaqah yang mereka pertontonkan hanya kelemahan mereka, dengan memamerkan wajah ngantuk mereka. Jika Anda bertanya pada mereka, berapa buku yang sudah mereka baca, maka mereka hanya menuntaskan membaca satu atau dua buku saja dalam setahun. Ada pula yang hanya asyik membaca novel-novel dan cerpen yang kesannya sangat Islami kisahnya. Mereka hanyut dalam angan-angan cinta yang “islami”. Padahal kalau mau berkaca, orang-orang di level mereka semestinya bukan lagi menjadi penikmat novel-novel dan cerpen. Harusnya buku yang mereka konsumsi adalah buku-buku yang berhubungan dengan pemahaman dakwah mereka, karena mereka telah berjanji setia bahwa mereka telah menginfakkan harta dan jiwa mereka untuk memperjuangkan dakwah Allah. Mana janji manismu?

Biasanya, jika Anda perhatikan kehadiran mereka dalam agenda-agenda dakwah. Kebiasaan terlambat sudah menjadi trademark mereka. Karena mereka hanya memberikan waktu siwa mereka untuk dakwah Islam. Atau sedikit saja dari harta mereka untuk diinfakkan dijalan dakwah.

Padahal Allah pernah berfirman, “Dan janganlah kalian memilih yang buruk lalu kalian infakkan darinya.” (QS Al Baqarah 267)

Lalu kenapa yang diinfakkan adalah waktu sisa? Uang receh yang sudah tidak lagi berharga bagi mereka? Bukan kah Allah hanya menerima yang terbaik dari hambanya? 
          
          dakwah ini membutuhkan waktu utama kita, bukan waktu sisa.
        
          dakwah ini membutuhkan harta utama kita, bukan harta sisa.

         dakwah ini membutuhkan usia muda kita yang produktif, kuat dan sehat.
         Islam ini meminta yang paling baik, mulia, dan agung dari diri kita semua.

Kalau kita lihat kembali sejarah para sahabat dan orang-orang shalih di masa lalu, kita akan temukan Abu Bakar yang telah menyedekahkan seluruh hartanya untuk dakwah. Saat Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Bakar, apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?”

Abu Bakar menjawab, “Aku sisakan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka.”

Tentu kita pun tahu siapa yang menjadi penyandang dana pasukan ummat Islam saat Perang Tabuk berlangsung? Beliau adalah Utsman bin Affan. Kita bisa bayangkan bagaimana beratnya beliau penjadi donatur tunggal. Beliau yang membiayai semua kebutuhan pasukan Muslimin saat itu. Mulai dari perbekalan, kendaraan perang bahkan sampai membiayai persenjataan saat itu. Dan kita pun tahu saat perang Tabuk jumlah pasukan Muslimin yang beliau biayai, lebih dari sepuluh ribu pasukan. Dan masih banyak lagi contoh kontribusi dakwah terbaik yang dipersembahkan oleh aktivis Islam di masa lalu.

Apa yang kita temukan hari ini? Bukan tidak banyak orang yang kaya raya, dan mereka adalah Muslim. Dan mereka pun adalah aktivis Islam. Namun kita tidak melihat mereka berinfak untuk membiayai dakwah dengan harta terbaik mereka. Bisa diamati bagaimana mereka begitu berat mengeluarkan infak bulanan dari penghasilan mereka untuk membiayai dakwah. Siapa yang siap menanggung dan membiayai proyek dakwah yang dahsyat ini? Siapa?

Sahabatku, sebenarnya masih banyak yang perlu kita renungi tentang keberadaan diri kita selama kita telah memutuskan untuk beriltizam dengan dakwah ini. Ketika saya mengatakan “mereka” sesungguhnya saya tidak sedang menunjuk siapa siapa. Bayangkan dihadapat kita ada cermin. Lihatlah wajah kita dicermin itu.

Bertanyalah pada diri apakah benar kita aktivis dakwah Islam? Seperti kitakah profil kader dakwah Islam itu?
Mari bertanya, jika memang kita mengaku sebagai aktivis dakwah Islam, sudah berapa orang yang kita ajak pekan ini untuk hidup bahagia bersama Islam? Berapa orang yang sudah menjadi lebih baik di lingkungan kita dengan keberadaan kita? Bagaimana anak-anak kita? Apakah mereka betul-betul sudah hidup dalam nilai-nilai dakwah Islam? Bagaimana dengan istri dan suami kita? Apakah kita sudah hidup Islami? Sudahkah kita mendakwahi keluarga kita, tetangga kita, orang tua kita, atau mungkin kita belum melakukan semua itu? Lalu siapakah kita sebenarnya?

Sahabatku, jangan sampai hanya nama kita saja yang terdaftar dalam keanggotaan semua organisasi dakwah. Jangan sampai kehadiran kita dalam kegiatan kegiatan dakwah hanya untuk setor wajah dan mengisi absensi. Kemudian duduk, dengar, dan diam.

Mari kita buktikan bahwa kita betul-betul telah beriltizam dalam dakwah ini. Karena Islam memerlukan aktivis yang rela berkorban dan berkontribusi. Tidak ada manfaatnya jika kita hanya menonton dan berkomentar saat melihat persoalan ummat ini.

Coba bandingkan saat lampu padam di gelap malam, ada seseorang hanya berteriak-teriak ditengah kegelapan, mengkritik pengelola listrik negara, dan seterusnya. Seorang aktivis yang baik adalah ketika tahu bahwa listrik padam dan ruangan menjadi gelap, mereka akan berdiri dari tempat duduknya kemudian bergerak mencari sesuatu yang bisa menggantikan cahaya lampu listrik, menyalakan lilin atau lentera.

Sahabatku, sungguh keshalihan itu bukan dari kata, kemuliaan itu bukan dari ucapan. Namun, dengan amal dan kerja nyata.  Dan surga tidak akan bisa diraih tanpa melakukan perjuangan.

Jika Lelah Dalam Dakwah, Istirahatlah

Jika Lelah Dalam Dakwah, Istirahatlah

Mari kita beristighfar, Saudaraku.

Istighfar, apabila dakwah kita selama ini sering diselingi dengan keluh kesah. Istighfar, bila orientasi kerja kita masih keliru, sehingga akhirnya hanya lelah yang kita tumpu. Istighfar, jika ternyata kita termasuk aktivis dakwah yang beramal seadanya, mengada-ada, atau ada-ada saja.

Saudaraku, semoga hati kita bergetar karena-Nya. Semoga Istighfar tadi dapat membuka hati kita, yang selama ini membeku, tertutup oleh kelelahan dan kelemahan. Lelah karena lupa pada-Nya. Lemah karena tidak menyertakan-Nya pada setiap amal kita.

Jika lelah, tidak ada salahnya kita beristirahat, Saudaraku. Meski sejenak, beristirahatlah. Karena dengan beristirahat, kita bisa tahu bagian mana yang lelah, bagian mana yang salah. Dengan beristirahat, kita dapat mengumpulkan tenaga untuk berlari kembali. Istirahatlah, Saudaraku. Sejenak saja. Sisakan waktu untuk tubuhmu tenang. Sementara biarkan otakmu me-review apa saja yang telah kita lakukan selama ini. Dan tanyakan: Mengapa kita melakukan semua itu? Apa yang membuat kita bertahan hingga sejauh ini? Dan biarkan jiwamu menyelami makna dari setiap jengkal perjuangan yang telah kita lakukan.

Adakah yang terlupa, Saudaraku? Tentang nikmat yang lupa untuk kita syukuri. Tentang amal kecil yang belum kita jalani. Atau, adakah yang terlewat? Tentang dosa-dosa kecil yang kita remehkan. Tentang kelemahan yang tak kunjung dikuatkan. Sehingga pondasi dakwah kita keropos, tergerus oleh waktu dan nafsu. Sehingga amanah tak ubahnya tongkat estafet, meski berpindah namun tak berubah. Tak berkah. Sampai kapan kita tejebak dalam siklus stagnan ini, Saudaraku?

Mari kita beristirahat. Sejenak saja. Tak perlu waktu lama. Seperti yang dilakukan salah seorang sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga. Karena kebiasaannya ketika sebelum tidur mengistirahatkan egonya, mengistirahatkan nafsunya, mengistirahatkan kealpaan dan kelemahannya dalam sehari itu. Ia istirahatkan semuanya dalam tetes air mata. Penuh sesal atas dosa.

Dan bukankah itu pula yang menyebabkan sahabat yang lain juga dijamin masuk surga? Karena setiap hari ia terbiasa mengistirahatkan kesedihannya, mengistirahatkan kemarahannya, mengistirahatkan bayang dan prasangkanya terhadap orang lain. Sehingga dalam sehari, sebelum tidur, ia selalu memaafkan orang yang telah membuat hatinya terluka. Juga membersihkan hatinya terhadap iri dengki, apabila orang lain mendapat rezeki melebihi dirinya.

Saudaraku, tetaplah kuat. Jangan biarkan diri kita lemah dan terjerumus dalam kungkungan kesedihan. Namun jangan pula jadikan sebuah amanah sebagai kambing hitam atas ketidakmampuan kita untuk tawazun di amanah-amanah lainnya.

Ingatlah, kekuatan dakwah bukan terletak pada ramainya seremonial atau besarnya sebuah acara. Bukan pula pada banyaknya agenda yang kita lakukan. Tapi, kekuatan dakwah terletak pada sebuah kesederhanaan, yang terpancar di setiap pribadi para pelaku dakwahnya, para aktivis dakwahnya. Karena menjadi sederhana itu kuat, Saudaraku.

Apabila yang lain telah menjauh dan terbentur dengan kedustaan dan kemalasan, tetaplah berada pada kesederhanaan. Karena kesedernahaan itu terwujud sebagai sebuah amal yang jujur, tidak banyak alasan. Kesederhanaan juga terpancar pada kesabaran, tanpa banyak keluhan. Dan kesederhanaan tentunya lahir dari sebuah kesadaran. Sadar untuk menjaga keikhlasan dalam niat. Sadar untuk tetap komitmen dalam dakwah. Sadar untuk terus istiqomah, meski yang lain sudah berubah.

sumberDeddy Sussantho

Syafaqah

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBGAwUhaCuRoBQP6eSfLdRYodjHT022YxCok1cD6nVwIHib7fdMQi7R3kMxHsIVmCntH6lDQVq8A9Net3s6vY1m_rHG8NtD3TU6sl1b4mXav_9CaxnZrCAwnw8oPuH6lZwkEBwCvanYTUh/s1600/lembut.jpg

Oleh: M. Indra Kurniawan, S. Ag.


Syafaqah artinya lembut dan halusnya perasaan. Dalam makna positif syafaqah diartikan sebagai sikap jiwa yang selalu ingin berbuat baik dan menyantuni orang lain serta penuh kasih sayang.

Sikap seperti ini digambarkan Allah SWT dalam QS Ali Imran: 159,

”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Syafaqah itu diperintahkan oleh Nabi

Rasulullah SAW adalah teladan terbaik dalam hal ini, dalam kondisi apa pun syafaqah selalu tertanam dalam hatinya yang mulia.

Banyak contoh mengenai hal ini, salah satunya adalah saat berkecamuk perang Uhud dimana kondisi kaum muslimin dalam keadaan terdesak, Rasullah sendiri luka-luka, pipinya pecah dan beberapa giginya rontok akibat tombak kaum musyrikin, beliau tetap menghiasi dirinya dengan syafaqah. Beliau menolak ketika diminta mengutuk dan menyumpahi kaum musyrikin. Beliau malah berdo’a: ”Ya Allah berilah hidayah kepada kaumku, sebab mereka itu tidak mengerti…”

Demikianlah, syafaqah menjadi ciri hati seorang mu’min. Sikap ini berlaku umum, bukan hanya diantara sesama mu’min.

Thabrani meriwayatkan bahwa pada suatu saat Rasulullah bersabda di hadapan para sahabat: ”Tidak sempurna iman kalian kecuali kalian berkasih sayang.” Mendengar hal itu salah seorang sahabat berkata:

”Kami semua telah berkasih sayang..”. Rasulullah kemudian menjelaskan: ”Sesungguhnya yang kumaksud bukanlah hanya berkasih sayang antara salah seorang kalian kepada sahabatnya (sesama mu’min), akan tetapi berkasih sayang ’aamah (secara umum)”

Sementara mereka yang berhati kejam dinilai oleh Nabi kita sebagai orang yang paling jauh dari Allah SWT. Beliau bersabda:

”Sesungguhnya manusia yang paling jauh dari AllahYang Maha Tinggi adalah orang yang berhati kejam (al-’aasi-l qolbi)”. (HR. Thabrani)

Jadi, tidak alasan bagi kita untuk tidak menghiasi diri dengan syafaqah, terlebih lagi jika kita renungkan firman Allah berikut ini,

”Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS. Al-Anbiya: 107).

Menempatkan Syafaqah dalam sikap yang positif

Lembut dan halusnya perasaan harus ditempatkan dalam sikap yang positif, contohnya adalah:

Menyayangi anak

Suatu saat salah seorang sahabat yang bernama Al-Aqra bin Habis At-Tamimi melihat Rasulullah menciumi cucunya dengan penuh kasih sayang, ia lalu berkata di hadapan Nabi bahwa dirinya memiliki 10 orang anak, dan tak pernah satu pun diciumnya. Nabi kemudian bersabda: ”Siapa yang tidak menyayangi, tentu tidak akan disayangi…”

Menyayangi anak—sebagai bukti adanya syafaqah—tentu harus diwujudkan pula dengan tindakan-tindakan lain seperti memberinya gizi yang cukup (2: 233), memberi pendidikan yang baik sebagaimana diperintahkan Nabi, ”Tidak ada pemberian yang paling utama yang diberikan seorang ayah kepada anaknya dari memberikan didikan yang baik (HR. Tirmizi), dlsb.

Santun dalam berbicara

Rasulullah SAW bersabda kepada istrinya, Aisyah r.a., ”Sesunggunya diantara kelompok manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah ta’ala adalah mereka yang dijauhi manusia untuk menghindari kejahatannya”.
Hadits ini diriwayatkan Bukhari, berkaitan dengan keheranan Aisyah ra. ketika melihat Rasulullah berbicara dengan lemah lembut kepada seseorang yang disebut oleh Rasullah sebagai bi’sa akhul ’asyirah (saudara kerabat yang buruk).

Peka terhadap kesulitan orang lain

Seorang muslim harus dapat merasakan suka duka yang dialami saudara-saudaranya, karena mereka hakekatnya adalah satu tubuh yang saling menguatkan.

Ibnu Abbas dalam suatu riwayat dari Baihaqi pernah diceritakan sejenak meninggalkan i’tikafnya, karena dia pernah mendengar Nabi bersabda: ”Barangsiapa pergi untuk berusaha mencukupi kebutuhan saudaranya dan berhasil, itu lebih baik daripada beri’tikaf di masjid selama sepuluh tahun. Dan barangsiapa beri’tikaf sehari dengan niat ingin memperoleh keridhoan Allah, baginya Allah akan menjadikan tiga parit lebih jauh dari dua ufuk Ttimur dan Barat yang akan memisahkannya dari neraka”.

Begitulah syafaqah diwujudkan dalam sikap yang positif. Sementara itu sifat mudah tersinggung, cepat marah, mudah kecewa juga lahir dari kelembutan dan kehalusan perasaan. Akan tetapi ini adalah syafaqah yang negatif yang harus kita jauhi.

Kiat menghaluskan perasaan

Syafaqah dapat dibentuk melalui nilai, sarana dan lingkungan pendidikan serta pembinaan, sebagaimana Rasulullah dididik dalam nilai dan lingkungan yang membuat beliau memiliki kehalusan jiwa dan perasaan.
Ada beberapa kiat yang bisa kita coba untuk mengahaluskan perasaan, diantaranya adalah:

Tingkatkanlah tilawah dan tadabbur Qur’an kita.

Banyak-banyaklah menyebut dan mengingat nama Allah dalam setiap gerak langkah hidup kita.
Perbanyaklah interaksi dengan hadits-hadits dan sirah Nabi serta riwayat para sahabat. Terutama yang berkaitan dengan kehalusan jiwa dan perasaan.

Bangun dan carilah lingkungan yang kondusif / berjama’ah dalam kebaikan.
Selalu sadar dengan hakikat kehidupan, bahwa tujuan utama kita adalah keridhoan Allah SWT, bukannya dunia yang fana ini.

Hikmah bersifat halus

Hikmah bersifat halus dan lembut yang paling nyata adalah seperti yang disebutkan firman Allah SWT dalam Qur’an surat Ali Imran ayat 159 di atas. Kelembutan akan membuat orang mendekat, sedangkan bersikap keras dan berhati kasar akan membuat orang menjauh.

Jadi sifat lemah lembut apa pun alasannya haruslah diutamakan, bahkan ketika kita berhadapan dengan orang paling ingkar sekalipun. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT,

”Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (QS. Thaha: 44)

Ayat ini adalah perintah Allah kepada Musa dan Harun untuk berdakwah kepada Fir’aun yang terkenal dengan kesombongannya yang luar biasa, yakni mengaku sebagai tuhan. Kalau kepada orang sebejad Fir’aun saja harus berlemah lembut, apalagi kepada saudara kita sesama muslim?

Tapi tentu saja ini bukan berarti menghilangkan sikap tegas dan keras pada orang yang ingkar dan melecehkan agama Allah. Harus difahami bahwa tegas dan kerasnya seorang muslim, juga karena adanya syafaqah.

Mereka berjihad hanyalah untuk menyeru manusia kepada khaliq, berorientasi pada akhirat yang kekal serta menegakkan keadilan dan membebaskan manusia dari kezaliman. Mereka berdakwah dan beramar ma’ruf nahi munkar karena cinta dan kasih sayang yang tertanam dalam diri-diri mereka.

Inilah syafaqah….mudah-mudahan kita dapat memahaminya.

Sembilan Energi Positif Mengatasi Kekecewaan di Jalan Da’wah



Beberapa kisah di bawah ini bukanlah fiktif, namun benar-benar terjadi di dalam perjalanan da’wah yang mendaki lagi sukar, sebagai sebuah sunnatullah untuk memisahkan orang-orang munafiq dari barisan orang-orang yang beriman, sebagai seleksi dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk membedakan antara loyang dan emas.


Janganlah berpecah belah, kita semua bersaudara.

Janganlah merasa lebih, sesama kita.

Mengapa kau patahkan pedangmu sehingga musuh mampu membobol bentengmu

Seorang ustadz berkisah tentang dua orang akhwat yang sangat tangguh dan berkualitas di jalan da’wah. Mereka ada dalam ‘satu kandang’ da’wah. Namun sangat disayangkan, hal itu justru menimbulkan persaingan da’wah yang tidak sehat di antara mereka. Futur melanda, situasi “panas” dan akhirnya seorang dari mereka melepas jilbabnya dan yang lainnya, hengkang dari jalan da’wah. Kekecewaan sangat mendalam, hingga berguguranlah mereka dari jalan yang mulia ini.

“Ana tidak mau ikut-ikut (da’wah –red) lagi, habis adik-adiknya susah diatur!”, ucap seorang kader senior yang mendapat amanah sebagai mas’ul sebuah departemen lembaga da’wah. Ia memutuskan untuk tidak mau terlibat lagi dalam pergerakan da’wah. Ia mengaku kesal, kecewa dan jera dengan sikap adik-adik kampus yang “bandel” alias tidak taat pada perintahnya dan sering protes kepadanya. Kini ia berjalan sendiri di tengah dunia hedon, keluar dari lingkaran da’wah. Ia merasa “menang” dengan tindakannya itu karena ia beranggapan bahwa dengan demikian, lembaga da’wah telah kehilangan satu kadernya.

Di sebuah pengajian rutin, dua orang ikhwan dalam kondisi perang dingin. Bila yang satu datang, yang lain pasti tak mau datang hingga muncul motto, “Tidak boleh ada dua singa dalam satu kandang.”

Sebab-Sebab Kekecewaan

Tidak ada asap kalau tidak ada api. Kekecewaan dapat muncul karena ada keinginan yang tidak terpenuhi, tak terpuaskan. Kecewa yang kita bicarakan adalah kecewa di jalan da’wah. Kekecewaan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dan penyebab kekecewaan yang seringkali terjadi adalah:

Pertama,
kekecewaan aktivis karena jengah melihat jurang yang dalam antara idealisme dan realitas, antara ilmu dan amal. Sebagai contoh, sang aktivis membaca shirah nabawiyah yang di dalamnya dikisahkan bagaimana indahnya ukhuwah sang nabi dan para sahabat, pun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa,

“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” Tapi realitanya, ukhuwah itu tidak ia dapatkan di lapangan, justru sebaliknya.

Kedua,
kekecewaan akitivis yang lebih dilandasi hawa nafsu dan tipu daya syetan, karena tidak tercapainya ambisi pribadi. Contoh ambisi pribadi itu adalah, ingin menjadi pemimpin, ingin kata-katanya selalu didengar, ingin pendapatnya harus diterima, pun tidak mau menerima nasehat dari yang ia anggap “lebih rendah” dan merasa diri paling berjasa dengan motto, “Kalau bukan karena ane, ngga bakal jalan da’wah ini.”

Ketiga,
kekecewaan aktivis karena tidak puas dengan kebijakan-kebijakan qiyadah (pemimpin), keputusan syuro, kondisi da’wah yang selalu dibebankan padanya dan manajemen lembaga da’wah.

Feed Back Positif dan Negatif

Tak ada manusia yang tak pernah kecewa karena sesungguhnya kecewa itu manusiawi. Hanya saja, feed back dari kekecewaan itu berbeda pada diri setiap orang. Ada orang-orang yang mampu mengatasi dan mengubah kekecewaan itu dengan energi positif yang konstruktif, namun ada juga orang-orang yang tidak mampu mengatasinya karena lebih didominasi energi negatif yang desdruktif.

Kekecewaan tak lagi syar’i bila didasari hawa nafsu, dan bukan atas dasar kebenaran (al haq). Tak lagi rasional bila kemudian berubah menjadi kedengkian dan kebencian yang menghancurkan diri sendiri dan memporak-porandakan teman-teman di sekelilingnya, menjadi duri dalam daging. Maka motto yang sebaiknya ada dalam diri kita adalah, “Jangan terlalu banyak menuntut, jadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain.”

9 Energi Positif

Ada sembilan energi postif yang dapat menjadi bahan bakar di dalam jiwa untuk mengatasi kekecewaan yang melanda, yaitu:
 
1. Tentara terdepanmu adalah keikhlasan

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan……..” (QS. An Nisaa: 125)

Meminjam istilah dari sebuah artikel yang pernah penulis baca, Tentara Terdepanmu adalah Keikhlasan. Istilah ini sangat tepat karena memang keikhlasan adalah garda terdepan kita untuk menghadapi segala rintangan di jalan da’wah. Keikhlasan membuat kita tak kenal lelah dan tak kenal henti dalam menyampaikan Al Haq karena tujuan kita hanya satu, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika tujuan kita menyimpang kepada yang sifatnya duniawi, maka saat tujuan itu tak tercapai, kita akan mudah kecewa dan berbalik ke belakang. Bila berda’wah lantaran mengharapkan apa-apa yang ada pada manusia, berupa penghormatan, penghargaan, pengakuan eksistensi diri, popularitas, jabatan, pengikut dan pujian, maka hakekatnya kita telah berubah menjadi hamba manusia, bukan lagi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kisah yang sangat menarik ketika Khalid bin Walid selaku panglima perang yang notabene sangat berjasa bagi kaum muslimin, tiba-tiba diturunkan jabatannya menjadi prajurit biasa, oleh Khalifah Umar bin Khattab.

 Namun Umar melakukan itu karena melihat banyaknya kaum muslimin yang mengelu-elukan kepahlawanan dan cenderung mengkultuskan Khalid, sehingga Umar khawatir hal itu akan membuat Khalid menjadi ujub (bangga diri), yang dapat berakibat hilangnya pahala amal-amal Khalid di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan subhanallah…., Khalid tidak marah ataupun kecewa karena jabatannya diturunkan, bahkan ia tetap turut berperang di bawah komando pimpinan yang baru. Ketika ditanya tentang hal itu, Khalid menjawab dengan tenang, “Aku berperang karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan karena Umar. “

2. Harus Tahan Beramal Jama’i

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada Tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai……” (QS. Ali Imran: 103)

Beramal jama’i itu jalannya tak selalu datar, ada kalanya mendaki, karena dalam beramal jama’i, kita akan menemui berbagai macam sifat manusia, berbagai pemikiran, fitnah dari luar, pun dari dalam. Namun bagaimanapun buruknya kondisi jamaah, tetap saja amal jama’i itu lebih baik dan lebih utama daripada sendirian. Ali bin Abi Thalib berkata, “Keruhnya amal jama’i, lebih aku sukai daripada jernih sendirian.“
 
Kekuatan utama kita adalah persatuan kaum muslimin. Sesungguhnya kekalahan kita saat ini bukanlah karena kehebatan bersatunya kaum kuffar, tetapi karena tidak bersatunya kaum muslimin. “Kejahatan yang terorganisir akan mampu mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir.”

Orang-orang yang memisahkan diri dan lari dari barisan da’wah, sesungguhnya tidak akan membuat barisan da’wah itu melemah atau kehilangan kader, justru barisan itu akan semakin solid dan kokoh karena mengindikasikan yang tergabung di dalamnya, tinggallah orang-orang yang teruji memiliki jiwa-jiwa pemersatu. Inilah sebuah sunnatullah yang senantiasa berlaku untuk membedakan antara loyang dan emas. Jadi, kita harus tahan beramal jama’i !

3. Bermanfaat bagi orang lain

Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Qudhy dari Jabir).

Bila kita melihat ukhuwah dalam barisan da’wah ternyata belum seindah seperti shirah yang kita baca, atau ternyata hijab di lembaga da’wah amat cair, maka adalah sangat wajar bila kita kecewa. Tetapi kekecewaan itu janganlah dipelihara, jangan justru membuat kita bersungut-sungut, menuntut lebih, berkeluh kesah, apatah lagi sampai memisahkan diri dari barisan. Mari ubah sudut pandang, dan kita tekankan bahwa segala kekurangan yang ada pada barisan da’wah adalah justru menjadi kewajiban kita untuk membenahinya. “Jangan banyak menuntut, jadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain.”

4. Penuhi hak sesama muslim

a. Saling menasehati. (QS. Al Ashr: 1-3)

Kekurangan dalam diri qiyadah, jundi, lembaga, manajemen, hendaknya disampaikan dalam bentuk nasehat. Untuk yang sifatnya pribadi – sebagai adab nasehat- adalah disampaikan tidak dalam forum, tetapi disampaikan pribadi, berdua saja, dalam rangka saling berpesan untuk nasehat menasehati dalam menetapi kesabaran. Karena bila kita memberi nasehat dihadapan orang banyak, maka itu sama saja dengan membuka aibnya dan menjatuhkannya, apalagi bila sampai melakukan sidang layaknya menghakimi terdakwa. Sangatlah tipis perbedaan antara orang yang ingin menasehati karena landasan kasih sayang, dengan orang yang menasehati karena sekaligus ingin membuka aib saudaranya, sehingga membuat diri yang dinasehati seakan lebih rendah, dari yang menasehati.

b. Lemah lembut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang salah satu ciri jundullah (tentara Allah), yaitu ”…….yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min………” (QS. Al Maidah: 54)

c. Jangan dengki. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Takutlah kamu semua akan sifat dengki sebab sesungguhnya dengki itu memakan segala kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (Riwayat Abu Daud dari Abi Hurairah)

d. Jangan suudzon. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain………” (QS. Al Hujuurat: 12)

e. Berendah Hatilah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. An Naml: 215)

f. Jangan Berbantahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “…..dan Janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menjadikan kamu gentar, dan hilang kekuatanmu…….”(QS. Al Anfaal:46). Berbantah-bantahan sesama kita, padahal musuh di luar, sudah siap menerkam.

5. Musuh terbesar kita adalah syetan

Musuh kita bukanlah seorang muslim, apatah lagi sesama aktivis. Musuh terbesar kita adalah iblis dan bala tentaranya. Mereka senantiasa akan merusak ukhuwah kita dari kiri, kanan, depan, dan belakang (QS. Al A’raf: 17). Hendaknya kita senantiasa ingat akan janji iblis untuk menyesatkan hamba-hamba-Nya (QS. Al Israa:62). Ini akan menjadi landasan kita untuk selalu menatap saudara kita dengan penuh kasih sayang karena boleh jadi saat saudara kita menyakiti kita, adalah lantaran banyaknya syetan di sekelilingnya yang terus menerus membisikinya untuk membenci kita, demikian pula sebaliknya, bisa jadi syetan menghembuskan prasangka-prasangka di dalam benak kita. Maka, mari kita jadikan syetan sebagai musuh bersama.

6. Sukses da’wah bukanlah karena kehebatan kita

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Maka, bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka. Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar…” (Al Anfâl: 1)

Ayat ini menyatakan bahwa kemenangan dalam medan peperangan, pun dalam suksesnya da’wah, bukanlah karena kepintaran kita dalam membuat strategi da’wah, tetapi tak lebih karena pertolongan dari Allah. Jika tidak, maka apa bedanya kita dengan Qarun yang berkata, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku…..” (QS. Al Qashash:78). Dan kita lihat bagaimana ending kehidupan dari Qarun yang ditenggelamkan Allah Subhnahu wa Ta’ala ke perut bumi.

7. Mujahid itu teman kita sendiri

Mujahid dan mujahidah itu sesungguhnya ada di sekeliling kita, di dekat kita. Ya, bisa jadi mereka adalah teman-teman kita sendiri. Maka sangat aneh bila kita kerap kali menitikkan air mata saat ingat mujahid-mujahid di Palestina, Iraq, Chechnya, Afghanistan, dan lain-lain, tetapi dengan saudara-saudara mujahid di sesama lembaga saja, kita tidak bisa berlapang dada.

8. Ingat Kematian

Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Perbanyaklah kalian mengingat mati, sebab seorang hamba yang banyak mengingat mati, maka Allah akan menghidupkan hatinya, dan Allah akan meringankan baginya rasa sakit saat kematian.”

9. Doakan di shalat malam kita

Doa adalah senjata orang-orang beriman dan bila kita mendoakan saudara muslim kita tanpa sepengetahuannya, maka para malaikat akan berkata, “untuk kamu juga…”. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Tidak seorang Muslim pun mendoakan kebaikkan bagi saudaranya sesama Muslim yang berjauhan melainkan malaikat mendoakannya pula. Mudah-mudahan engkau beroleh kebaikkan pula.” (HR. Muslim)

Penutup

Menyatakan diri sebagai orang beriman, sebagai seorang du’at (pengemban da’wah), sebagai seorang aktivis da’wah, sesungguhnya mengandung konsekuensi yang tidak ringan. Yaitu kita senantiasa akan mendapat ujian keimanan dari sang pemilik 99 Al Asmaul Husna. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara Kamu………. “ (QS. 9:16). Dan di surat lainnya, “Apakah kamu mengira kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta macam-macam cobaan.” (QS. Al-Baqarah:214)

Tersenyumlah dalam duka dan tenanglah dalam suka. Insya Allah dengan mengingat sembilan energi positif, akan membuat kita bersabar, dan enggan berpisah dari jalan da’wah ini. “Dan janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. “ (QS. Ali Imran: 139).

Sekilas Tentang Proses Ta’aruf



Saya pernah ditanya tentang bagaimana cara mengidentifikasi akhawat yang “asli” di zaman sekarang? Karena kini banyak akhawat berjilbab panjang namun kok masih titik-titik. Padahal ikhwah aktivis da’wah yang haraki inginkan pendamping yang haraki pula.


Nah, disinilah manfaat ta’aruf, agar kita tidak terjebak pada ghurur. Ta’aruf bukan sekedar formalitas saja namun benar-benar dilaksanakan untuk saling mengenal, mencari informasi akhlak, kondisi keluarga, saling menimbang, dsb. Permasalahan sesungguhnya bukanlah pada akhawat “yang asli” atau “tidak asli” namun terkait kepada pemahaman kita bahwa hanya Allah sajalah yang mengetahui kadar keimanan seseorang, terlepas dari penampilannya. Walau pemakaian jilbab adalah juga cermin keimanan.

Pemahaman

“Perempuan-perempuan yang keji adalah untuk yang keji pula dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji, sedangkan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik juga diperuntukkan bagi perempuan-perempuan yang baik….”(QS. An Nuur [24]: 26)

Ayat di atas adalah janji Allah kepada hamba-hamba-Nya. Berdasarkan ayat tersebut, Allah swt telah menetapkan perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, demikian pula sebaliknya. Jadi kita tak perlu khawatir akan mendapatkan pendamping yang tak sekufu agamanya karena sesungguhnya semuanya bermula dari diri kita sendiri. Sudahkah kita beragama dengan baik? Bagaimana kadar keimanan kita?

Identifikasi

1. Akhlak

Akhawat berjilbab panjang dan lebar belum tentu lebih baik dari yang berjilbab biasa-biasa saja. (maksudnya, “biasa-biasa “ tapi tetap mencukupi kriteria syar’i jilbab). Menilai baik tidaknya agama seseorang tidak bisa dilihat dari panjangnya jilbab, tidak bisa dilihat dari banyaknya shalat, rajinnya puasa, gelar hajjah, dan sebagainya. Karena banyak orang yang rajin shalat tapi suka ghibah, berpuasa tapi durhaka pada orang tua, bergelar hajjah tapi tidak amanah.

Agama bukan pula diidentifikasikan dari luasnya pengetahuan agama (tsaqofah). Karena banyak missionaris yang pengetahuan agamanya lebih luas dibandingkan umat Islam sendiri. Agama bukan pula dilihat dari banyaknya hafalan Al Qur’an karena Snouck Hongruje pun, khatam hafalan Qur’an.

Ukuran agama adalah akhlak. Iman itu adanya di dalam hati. Dan tentu saja tak ada yang mengetahuinya kecuali Allah namun iman yang benar-benar menyala di dalam hati, cahayanya pasti akan memancar keluar, yaitu dalam bentuk akhlak. Pancaran cahaya keimanan inilah yang harus kita cari. Rasulullah saw bersabda :

“Sesungguhnya seorang hamba yang berakhlak baik akan mencapai derajat dan kedudukan yg tinggi di akhirat, walaupun ibadahnya sedikit“.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda mengenai wanita ahli ibadah yang masuk neraka karena menyiksa seekor kucing hingga mati. Dan di hadits lainnya, ada wanita pelacur yang masuk surga karena memberi minum seekor anjing yg kehausan. Ini menandakan bahwa tak ada yang mengetahui kebaikan hakiki seseorang karena taqwa itu adanya di sini (di hati). Umat Nabi Muhammad itu seperti air hujan yang tak dapat diketahui mana yang lebih baik, awalnya atau akhirnya.

Ingatlah kisah Nabi Daud ketika sedang bersama murid-muridnya dalam sebuah halaqah dan kemudian datang seorang laki-laki yang baik pakaiannya, terlihat sangat sholeh hingga membuat murid-murid Nabi Daud bersimpati dan kagum. Namun ternyata ia adalah seorang munafiq dan Nabi Daud mengetahui hal itu dari akhlaknya saat orang tersebut memasuki masjid dengan kaki kiri, tangisannya di depan umum, dan ucapan salamnya kepada halaqah yang sudah dimulai.

2. Hati yg Lembut.

Salah satu ciri jundullah adalah, “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yg murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang mu’min, bersikap keras terhadap orang-orang kafir…”

Kepada saudaranya yang mu’min ia akan berkasih sayang, saling menasehati dan tidak akan merendahkan saudaranya seiman. Hati yang lembut dapat terlihat dari keridhoannya menerima kebenaran (Al Haq). Ia akan mudah untuk menerima nasehat dan segera memperbaiki kesalahannya. Hati yang keras tidak akan rela untuk menerima nasehat dan terus berkubang dalam kesalahan. Hati yang lembut dapat mencegah mulut dan tangannya dari menzalimi orang lain.

Syarat Seorang Informan

Untuk mengetahui akhlak akhawat/ikhwan, tentu kita harus menanyakannya kepada orang lain. Ini dikarenakan kita tidak mengenal baik akhawat/ikhwan tersebut. Lalu kepada siapakah kita bertanya?

Tanyakanlah kepada orang-orang terdekatnya. Namun orang yang terdekat ini bukanlah sembarang orang. Di bawah ini adalah tips dari Umar bin Khattab untuk mengetahui apakah orang tersebut benar-benar mengenal akhwat/ikhwan yang dimaksud. Yaitu :

1. Ia sudah melakukan mabit atau safar dengan akhwat tersebut sehingga mengetahui persis akhlaknya.

2. Ia sudah melakukan hubungan finance (muamalah) dengan akhwat tersebut sehingga dapat terlihat apakah ia amanah.

3. Ia sudah menyaksikan akhwat tersebut menahan amarah karena ketika orang marah akhlak aslinya akan terlihat, baik ataukah buruk.


Niat Mempengaruhi Keberkahan

Wanita dinikahi karena empat perkara : Kecantikan, nasab, harta, agama. Namun pilihlah karena agamanya agar berkah kedua tanganmu. Tidaklah salah bila para ikhwan menentukan standar atau kriteria calonnya. Namun hendaknya kriteria tersebut proporsional, tidak muluk dan jangan mempersulit diri sendiri.

Mengharapkan sosok yang sempurna dan super ideal sangatlah jarang bahkan mungkin tidak ada. Dan bila sampai kesempurnaan yg dicari tidak ditemukan pada sosok sang kekasih, maka akan menimbulkan kekecewaan.
Sesungguhnya ketidaksempurnaan adalah wujud kesempurnaan. Syukurilah karunia-Nya, jangan terlalu banyak menuntut. Jadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain. Bukankah pernikahan itu seperti pakaian yang saling melindungi dan menutupi kekurangan. Saling menerima kelebihan dan kekurangan. “Sesungguhnya amal dinilai berdasarkan niatnya.“

Asy Syahid Imad Aqil, mujahid Palestina pernah berkata : “ Riya lebih aku takuti dari tentara-tentara Israel.“ Dan pepatah mengatakan “ Tentara terdepanmu adalah keikhlasan. “

Rasulullah saw bersabda : “Barangsiapa yang menikahi seorang wanita karena ingin menutupi farjinya dan mempererat silaturahmi maka Allah akan memberikan barakah-Nya kepada keduanya (suami isteri )“
Istikharah

Jangan lupa istikharah untuk mendapatkan kemantapan. Seperti sebuah bait puisi, “Bariskan harapan pada istikharah sepenuh hati ikhlas. Relakan Allah pilihkan untukmu. Pilihan Allah tak selalu seindah inginmu, tapi itu pilihan-Nya. Tak ada yang lebih baik dari pilihan Allah. Mungkin kebaikan itu bukan pada orang yang terpilih itu, melainkan pada jalan yang kaupilih. Atau mungkin kebaikan itu terletak pada keikhlasanmu menerima keputusan Sang Kekasih Tertinggi. Kekasih tempat orang-orang beriman memberi semua cinta dan menerima cinta.”


sumber:BeritaPKS

Saturday, December 10, 2011

Jilbabku Bukan Belenggu

http://kyonsroom.files.wordpress.com/2010/07/timthumb_002.jpg?w=355&h=235



Jilbabku Bukan Belenggu

Jilbabku Kebebasanku


Kata-kata diatas saya temui pertama kali di selembar poster yang diletakkan di dinding kaca Student Store kampus saya saat masih berstatus sebagai mahasiswa. Terkesan dengan kata-katanya dan mencoba mencari makna di balik kata-kata itu.

Jilbabku Bukan Belenggu

Kata belenggu jika dilihat dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) memiliki definisi ikatan (sehingga tidak bebas lagi). Jadi jika dikaitkan dengan frase: “Jilbabku Bukan Belenggu”, kurang lebih begini jadinya:

“Jilbabku bukanlah hal yang membuat menjadi tidak bebas”. Maka frase “Jilbabku Bukan Belenggu” sangat pas jika kemudian disandingkan dengan frase “Jilbabku Kebebasanku”. Tentunya frase kedua ini berperan sebagai penguat dari frase pertama.

Lantas apa makna sesungguhnya dari keduanya?

Mungkin masih ada sebagian kita yang berpikir bahwa ketika seorang muslimah memutuskan untuk mengenakan jilbab, maka dia tidak akan bebas melakukan apapun, merasa dirinya terbatasi dengan jilbab yang dikenakan. Ketika berjilbab, seorang muslimah tak boleh melakukan ini itu, harus meninggalkan seluruh kebiasaan lamanya. Ketika berjilbab, seorang muslimah harus kalem, pendiam, dll. Benarkah statement ini?
Tidak kawan!

Siapa bilang ketika seorang muslimah memutuskan untuk berjilbab tak bebas melakukan apa-apa? Ada seorang muslimah yang hobi naik gunung, tetap naik gunung ketika memutuskan berjilbab syar’i, dengan rokcel-nya (rok celana). Ada seorang muslimah yang hobi nyanyi, akhirnya bernasyid ria ketika memutuskan berjilbab dan sering diminta tampil dalam acara kemuslimahan. Ada seorang muslimah yang hobi renang, tetap renang secara rutin di kolam renang khusus muslimah ketika memutuskan berjilbab. Bahkan banyak juga muslimah berjilbab yang tak kalah prestasinya dengan perempuan-perempuan lain.

Tak jauh-jauh dari kehidupan penulis, teman penulis sendiri. Ada seorang muslimah berjilbab yang hobi dan memiliki bakat seni lukis, dia akhirnya membuat bisnis sepatu lukis dan jilbab lukis. Ada seorang muslimah berjilbab yang menjadi mapres (mahasiswa berprestasi) tingkat fakultas dan sering mengikuti berbagai konferensi tingkat nasional bahkan internasional, dan nyatanya jilbab panjangnya tak mengerdilkan confidence nya.

Ada seorang muslimah berjilbab yang mengikuti kontes roket tingkat nasional, dan nyatanya jilbab panjangnya tak menghalanginya untuk tetap berprestasi. Ada seorang muslimah berjilbab yang bisa mengendarai mobil dan menjadi andalan untuk acara-acara kemuslimahan, tanpa ketergantungan dengan kaum Adam yang biasanya kebanyakan bisa mengendarai mobil. Ada seorang muslimah berjilbab yang kuliah di luar negeri dan dia pun tetap PD dengan lingkungan sekitarnya yang non muslim, karena pandai membawa diri dalam pergaulan. Bahkan pernah suatu ketika teman perempuan non muslimnya mencoba mengenakan jilbab dan bilang: Aku cantik ya?

Jadi, tak ada hubungannya bukan bahwa jilbab itu suatu belenggu bagi para muslimah? Muslimah berjilbab masih bisa melakukan apa yang disukainya bahkan meraih prestasi di bidangnya masing-masing.

Ada satu cerita unik terkait keputusan seorang muslimah untuk berjilbab. Ada seorang muslimah yang belum berjilbab walaupun sebenarnya sudah ada niat dalam hatinya untuk berjilbab. Setelah bertahun-tahun, akhirnya keputusan untuk berjilbab pun datang juga. Bagaimanakah hal itu bermula?

Hidayah itu bermula dari ‘tembakan’ seorang laki-laki kepada dirinya saat ia duduk di kelas 2 SMA. Saat itu di hari Rabu sepulang sekolah, teman dekatnya, seorang laki-laki, menyatakan cinta padanya dan menginginkan sang muslimah menjadi pacarnya, dengan ungkapan: “maukah kamu jadi pacarku?”

Tentu sang muslimah terkejut dan tak menyangka jika ternyata teman dekatnya menyimpan rasa padanya selama ini. Hingga akhirnya, sang muslimah tak serta merta menjawab pertanyaan itu dan meminta waktu beberapa hari untuk bisa menjawabnya.

Dalam kebimbangan, ia pun memohon petunjuk padaNYA. Tiga hari tiga malam ia jalani shalat istikharah. Dan tepat di malam ketiga, seusai istikharah, ia bermimpi. Apa mimpinya? Ia bermimpi sedang berada di sebuah taman dan ada yang berbeda pada dirinya. Ya! Itulah jawaban Allah atas masalahnya.

Senin menjelang, sang muslimah pun berangkat ke sekolahnya. Ia disambut oleh kakak-kakak akhwat ROHIS dengan cipika cipiki dan memberikan selamat kepadanya. Teman laki-laki sang muslimah yang me’nembak’nya pun melihat keramaian di pintu kelasnya: sang muslimah kini berjilbab. Dan sang laki-laki tahu, inilah jawaban dari sang muslimah tanpa diucapkan langsung olehnya.

Satu hal yang diyakini sang muslimah bahwa jilbab membebaskan dirinya dari jerat nafsu syetan. Ketika ada teman laki-laki yang mengajaknya berpacaran, maka inilah jawabannya dan juga jawaban-NYA.

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkanjilbab ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (Q.S Al-Ahzab: 59)

Semoga ayat cintaNYA melembutkan hati-hati kita..

Bagi yang belum berjilbab, maka bersegeralah, karena ini perintahNYA..

Bagi yang sudah berjilbab, semoga keistiqomahan senantiasa kita usahakan..

Karena sesungguhnya, hidayah dan istiqomah itu bukanlah hal yang kita peroleh tanpa usaha..

Tanamkan dalam diri bahwa:

Jilbabku Bukan Belenggu

Jilbabku Kebebasanku

Jilbabku Identitasku

Jilbabku Jati Diriku

Selamat Hari Solidaritas Jilbab Internasional..

Oleh: Linda Puspita Sari, S.Pd

Ketika Akhwat Harus “Meminang” Ikhwan

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMVqkZdRt1IkDdkLZdrrQ3PNp212u07ssjs9ubgqyfQ3sKODYgyl58fCo1B4Y4uLm59qOcQX51f_HFBad4nRWnWeUwuSJ_cXKMuNzY6DtbyYSl9wY8kevze1OTVLIgZ7zTe__VGwG4CLSs/s1600/cincin_20kawin.jpg
Kala hati ini bergejolak
Siapa yang tau
Ketika hati ini semakin gundah
Siapa yang tau
Salahkah diri ini ketika harus menawarkan diri
Aku cinta bukan untuk kehinaan
Tapi untuk kebaikan hati dalam ridho Tuhan


Pernikahan adalah suatu hal yang sangat penuh dengan nilai kebaikan dan kesempurnaan. Tak sedikit para ikhwan dan akhwat yang hatinya penuh dengan gejolak karena syahwat dunia yang semakin hari semakin sulit untuk di bendung.

Setiap pertemuan selalu mendebarkan, terkadang tak tertahankannya perasaan membuat jatuh kedalam jurang yang gelap semakin menjauhkan dari keimanan. Naudzubillah.

Mungkin akan sedikit aneh di negri ini ketika seorang wanita atau akhwat memulai melantunkan nada pinangan kepada ikhwan yang di kehendakinya, karena hal ini sangat jarang di dengar tapi sesungguhnya sering kali terjadi. Hanya saja nada pinangan ketika akhwat yang memulainya agak sedikit aneh terdengar di gendering telinga. Seperti ada kerendahan, kehinaan, dan kejatuhan harga diri dari kemuliaan yang tidak mendasar.

Mungkin di antara kita tak sedikit bertemu atau melihat ada beberapa orang tua gadis yang mempunyai pertemanan dengan orang tua seorang ikhwan. Terlontarlah sebuah kebaikan dari orang tua si gadis untuk menjodohkan anak mereka. Sekilas mungkin biasa saja, tapi ini telah termasuk kedalam proses penawaran seorang gadis pada seorang ikhwan.

Banyak hal ini sebenarnya terjadi di dalam lingkungan kita, tapi terkadang kita tidak menyadarinya bahwa telah terjadi suatu proses peminangan seorang akhwat pada seorang ikhwan.

Tinjauan syar’i tentang hal ini?

Hal inipun telah banyak terjadi pada zaman Rasulullah saw dan para sahabat. Tak sedikit akan kita temui riwayat para wanita menawarkan dirinya pada seorang laki-laki. Bahkan para sahabat Rasul saw dan ulama memandang sikap menawarkan diri ini sebagai sikap yang terpuji dan merupakan kemuliaan bagi si wanita.
Diriwayatkan dari Anas ra, ia bercerita, seorang wanita dating kepada Rasulullah saw untuk menawarkan dirinya kepada beliau seraya berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau membutuhkan aku (sebagai istri)? Mendengar hal itu, putrid Anas berkata, “Betapa sedikit rasa malunya, dan betapa buruknya.” Anas berkata, “Ia lebih baik daripada engkau. Ia menyukai Rasulullah lalu menawarkan dirinya kepada Beliau.” (Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (5120), an-Nasa’I (VI/78, dan Ibnu Majah (2001)

Bagaimana Cara Akhwat Meminang Ikhwan?

Berkenaan dengan cara ini, tentunya kita tidak berlepas diri dari kisah-kisah shahih yang telah diriwayatkan oleh ulama-ulama gar tidak terjerumus pada hal-hal yang halal tapi kemudian menjadi haram.

a. Melalui orang tua atau kerabat

“Ummu Habibah binti Abu Sufyan berkata kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, nikahlah dengan saudara perempuanku puteri Abu Sufyan.” Beliau saw bertanya, “Apakah kamu menyukai yang demikian itu?” Ummu Habibah menjawab, “Saya tidak asing lagi bagimu, dan engkaulah yang paling kuinginkan untuk menyertai aku dalam kebaikan saudara perempuanku.” (diriwayatkan oleh al-Bukhari)

Pada kisah tersebut Ummu Habibah menawarkan saudara perempuannya pada Rasulullah saw, tapi kemudian Rasulullah saw menolaknya karena Ummu Habibah adalah istri Rasulullah saw dan tidak diperbolehkannya menikah dengan saudara perempuan istri.

Kemudian kita bisa belajar dari kisah Nabi Syu’aib as yang sudah sangat tua, yang kemudian menawarkan salah seorang putrinya kepada nabi Musa as sebagaimana tersurat di dalam Al Qur’an surat Al Qashash ayat 27-28 :

Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”.Dia (Musa) berkata: “Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan”.

b. Menawarkan diri secara langsung

Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad ra bahwa telah dating seorang wanita menawarkan dirinya kepada Rasulullh saw kemudian Rasulullah saw menundukkan pandangan darinya hingga datang seorang laki-laki berkata kepada Beliau, “Nikahkanlah aku dengannya.” (Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (5126) dan Muslim (1425))

Dari hadist ini kita dapat mengambil hikmah bahwa, apabila telah telah ada seorang laki-laki baik dalam agamanya dan matang dalam kepribadiannya lalu kemudian kita menghendakinya maka tak salah kita menyampaikan langsung hal tersebut padanya.

Hal ini juga ditempuh oleh Rabi’ah asy-Syamiyah ketika menawarkan dirinya kepada Syekh Ahmad bin Abu al-Huwari yang dikenal dengan kebaikan agama dan akhlaknya dan kemudian Syekh Ahmad pun menikah dengan Rabi’ah asy-Syamiyah setelah berkonsultasi dengan gurunya.

Nasihat Dalam Hal Ini

Meminang ikhwan yang dilakukan oleh akhwat adalah hal yang diperbolehkan dan tidak ada halangan bagi si akhwat untuk melakukan ini.

Namun kemudian tak sedikit ulama yang lebih menjaga hal ini agar tidak menimbulkan fitnah bukan bermaksud untuk mengahalangi si akhwat untuk melakukan hal ini, tidak lebih hanyalah untuk tetap bisa menjaga martabat dan kehormatan dari si akhwat dan menghindarkan timbulnya kerusakan.

Kemudian dalam memilih lelaki yang akan di pinang para ulamapun bersepakat bahwa lelaki itu telah terlebih dahulu dipastikan kesalihannya, kematangan emosionalnya, dan keluhuran akhlaknya.

Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Hasan bin Ali, “Aku mempunyai seorang putrid. Siapakah kiranya yang patut menjadi suaminya menurut engkau?” Jawabnya, “Seorang laki-laki yang bertaqwa kepada Allah. Karena jika ia senang, ia akan menghormatinya dan jika ia sedang marah, ia tidak suka berbuat dzalim kepadanya.”

Belajar Dari Khadijah

Terakhir ada sedikit kutipan dari buku ustadz Mohammad Fauzil Adhim yang berjudul “Saatnya untuk Menikah”, bagaimana agar kita bisa belajar dari Khadijah ra dalam hal menawarkan diri ini.

Sebelum Khadijah memutuskan untuk menawarkan diri kepada Muhammad yang ketika itu belum menjadi Nabi langkah pertama yang di ambil adalah mencari informasi sejelas-jelasnya dan setepat-tepatnya tentang Muhammad dengan mengutus Maisarah, seorang pekerja laki-laki yang bekerja padanya untuk mengikuti perjalanan dagang yang dipimpin oleh Muhammad.

Setelah memperoleh informasi yang rinci dan cukup, Khadijah kemudian mengutus Nafisah binti Munayyah (seorang wanita setengah bayah, berusia sekitar 50 tahun) yang kemudian bertugas menjajaki kemungkinan dan sekaligus menawarkan apabila terlihat adanya peluang.

Singkat cerita, pernikahanpun dilangsungkan dengan sebelumnya dilakukan peminangan resmi oleh keluarga Muhammad yang diwakili oleh pamannya, Abu Thalib dan Hamzah kepada keluarga Khadijah.

Dari hal ini, ada 4 hal penting yang perlu kita mencatatnya baik-baik sebelum menawarkan diri.

Pertama, carilah informasi sedetail-detailnya dan setepat-tepatnya sebelum memutuskan untuk menawarkan diri sehingga tidak terjadi ganjalan di tengah-tengah proses

Kedua, gendaknya kita menawarkan diri melalui perantaraan orang lain, bukan diri sendiri agar dapar dihindari hal-hal yang tidak perlu karena pengajuan penawaran yang tergesa-gesa

Ketiga, orang yang diminta untuk menjadi perantara adalah wanita yang sudah setengah baya, karena mereka cenderung lebih mudah dalam mengkomunikasikan hal ini, insyaAllah akan memberikan hasil yang lebih baik

Keempat, proses menuju pernikahan tetap dilanjutkan dengan peminangan secara resmi oleh pihak laki-laki.

Penutup

Demikian pembahasan ini untuk kita pelajari bersama. Jika memang dia yang shalih akhlak dan agamanya telah hadir dalam mimpi-mimpi kita, lalu apa yang membuat kita ragu untuk menyampaikannya pada orang tua seperti Hafshah ra yang memberikan “masukan” kepada ayahnya? Atau sebagaimana putri Syafura yang menyampaikan hal itu kepada ayahnya, Nabiyullah Syu’aib as.

Kenapa kita harus membiarkan hal ini membuat rusuh risau hati yang bisa menjerumuskan kedalam kegelapan syahwat dunia.

Wallahu ‘alam bishawab

Pustaka
1. Di Jalan Dakwah Aku Menikah, Cahyadi Takariawan
2. Saatnya Untuk Menikah, Mohammad Fauzil Adhim
3. Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq
4. Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim


Oleh : Faguza Abdullah 

Alhamdulillah...Dokter Muslim Buka Klinik Gratis untuk Warga Miskin Carolina, AS

 Alhamdulillah...Dokter Muslim Buka Klinik Gratis untuk Warga Miskin Carolina, AS

CAROLINA – Para perempuan di Carolina kini bisa mendapatkan layanan klinik gratis. Seorang dokter muslim akhirnya bisa mewujudkan mimpi untuk membangun klinik disana. Klinik yang diberi nama 'Shifa' sengaja didirikan untuk membantu para perempuan  usia 17-65 yang tidak mendapatkan layananan asuransi dari pemerintah. “Ini seperti mimpi yang menjadi nyata,” ujar Resma Khan seperti ditulis Post and Courier, Jumat (9/12)

Khan adalah seorang ginekolog di Ralph H. Johnson VA Medical Center. Ia mengatakan tujuannya membuat klinik untuk melayani dan membantu kaum miskin di kotanya. Wanita usia 41 tahun ini sebelumnya bekarja untuk mendirikan klinik gratis di Mount Pleasant.

Mimpi Khan terwujud berkat bantuan Lingkaran Bantuan Islam untuk Amerika Utara (ICNAR), yang membayar sewa klinik tiga ruangan. Klinik ini terletak di sebuah gedung perkantoran di Lowcountry Boulevard. Setelah mendapatkan bantuan dana dari ICNAR, dia berharap klinik yang muali beroperasi pada 7 Januari 2012 ini akan semakin mandiri dengan adanya sumbangan lokal dan hibah.

Khan akan memberikan layanan uji ginekologi rutin termasuk pemeriksaan payudara, pemasangan alat kontrasepsi,  pengobatan penyakit seksual dan uji kehamilan. Untuk layaan kebidanan, belum dapat diberikan di klinik ini.  Ia berharap bisa semakin memperluas pelayanan jika ada tambahan dokter, perawat atau relawan lain.

Klinik akan digunakan satu hari dalam seminggu. Ia sedang mempertimbangkan untuk menggunakan ruangan tersebut untuk tujuan lain seperti les biologi.

Bagi kaum Muslim, klinik Shifa, merupakan klinik gratis pertama yang ada di Carolina. Berdirinya klinik Syifa mendapatkan banyak pujian tak hanya dari golongan umat muslim saja.

Kesatuan Gereja Charleston memuji upaya yang dilakukan oleh Khan.  "Ada banyak orang sangat yang membutuhkan dengan buruk," kata Kosak dari klinik. Anda akan menjadi berkat bagi komunitas medis dan  tidak akan kekurangan pasien," kata Kosok, salah seorang angota komunitas gereja tersebut. 




Muslim Amerika kini telah meluncurkan inisiatif serupa di seluruh negeri. "Dalam Islam, kita percaya bahwa kita harus  membantu semua orang," kata Imam Mohamed dari Pusat Masjid Charleston. Banyak yang menganngap ini sebagai salah satu simbol patriotisme sejati dari seorang muslim.

Tahun lalu, sekelompok dokter Ohio membuka Klinik Komunitas Noor, yang menawarkan cek-up gratis bagi orang-orang yang tidak mendapatkan layanan asuransi.

Lebih dari satu dekade sejak berdirinya, Asosiasi Medis Muslim Universitas (UMMA) kini melayani 16.000 pasien AS dari semua latar belakang agama. Pada tahun 1996, sekelompok mahasiswa Muslim AS yang tidak puas dengan kurangnya keterlibatan kaum Muslim dalam memecahkan isu-isu sosial Amerika, meluncurkan klinik 24 jam  pertama amal di AS. AS adalah salah satu negara terkaya di dunia, tetapi demokrasi industrial tidak memberikan cakupan pelayanan kesehatan untuk semua warganya.

 Sumber:REPUBLIKA.CO.ID

Panduan ringkas shalat gerhana bulan

http://static.arrahmah.com/images/stories/2011/12/gerhana-bulan-arrahmah.jpg

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BKMG) Pusat melaporkan bahwa pada hari ini, Sabtu, tanggal 10 Desember 2011 bertepatan dengan 15 Dzulhijah 1433 H akan terjadi Gerhana Bulan Total (GBT). GBT ini dapat diamati dari wilayah Australia, Asia, Eropa, sebagian besar Afrika dan Amerika Utara. Gerhana Bulan Total ini dapat diamati dari seluruh wilayah Indonesia.


Fase-fase Gerhana Bulan Total 10 Desember 2011 dan waktunya sebagai berikut (waktu Indonesia GMT +7 Jakarta) :

 1. Gerhana Penumbra mulai (P1) : 11:33:36 UT = 18:33:36 WIB;
 2. Gerhana Sebagian mulai (U1) : 12:45:43 UT = 19:45:43 WIB;
 3. Gerhana Total mulai (U2) : 14:06:16 UT = 21:06:16 WIB;
 4. Puncak Gerhana Total : 14:31:49 UT = 21:31:49 WIB;
 5. Gerhana Total berakhir (U3) : 14:57:24 UT = 21:57:24 WIB;
 6. Gerhana Sebagian berakhir (U4) : 16:17:58 UT = 23:17:58 WIB;
 7. Gerhana Penumbra berakhir (P4) : 17:29:57 UT = 00:29:57 WIB (11 Desember 2011)
.
 Sesuai dengan tuntunan Nabi SAW, umat Islam dianjurkan untuk melakukan shalat sunah gerhana. Selain itu, umat Islam dianjurkan memperbanyak dzikir, doa, istighfar, taubat, sedekah, dan amal-amal kebajikan lainnya. Berhubung shalat sunah gerhana hanya dilakukan saat terjadi gerhana, wajar apabila banyak umat Islam yang belum mengetahui tata cara pelaksanaannya. Berikut ini panduan ringkas tata cara pelaksanaan shalat sunah gerhana. Semoga bermanfaat.



Pengertian shalat gerhana

Istilah kusuf (gerhana matahari) diambil dari kata kerja dasar kasafa yang artinya berubah menjadi hitam. Dalam bahasa Arab dikatakan kasafat asy-syamsu, artinya matahari menghitam dan hilang sinarnya. Adapun istilah khusuf (gerhana bulan) diambil dari kata kerja dasar khasafa yang artinya berkurang. Dalam bahasa Arab dikatakan khasafa al-bi’ru, artinya sumur itu berkurang airnya dan mengering. Banyak ulama menyatakan masing-masing istilah ‘kusuf’ maupun ‘khusuf’ bermakna gerhana matahari maupun gerhana bulan, tidak ada perbedaan antara keduanya.

Dalam pengertian ilmu fiqih, shalat kusuf atau shalat khusuf adalah shalat yang dikerjakan dengan tata cara tertentu karena terjadinya gerhana matahari atau gerhana bulan.

Hukum shalat gerhana bulan

Mayoritas ulama berpendapat bahwa shalat gerhana hukumnya sunah muakkadah dan dilaksanakan secara berjama’ah. Pendapat ini didasarkan kepada beberapa hadits shahih, di antaranya:

عَنْ  عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، أَنَّهُ كَانَ يُخْبِرُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَنَّهُ قَالَ : ” إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ، وَلَا لِحَيَاتِهِ ، وَلَكِنَّهُمَا آيَةٌ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا

Dari Abdullah bin Umar RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seseorang atau kelahiran seseorang. Namun keduanya adalah salah satu tanda kekuasaan Allah. Maka jika kalian melihatnya, hendaklah kalian mengerjakan shalat.” (HR. Bukhari)

عَنْ  أََبِي مَسْعُودٍ ، يَقُولُ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ ، وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ  آيَاتِ اللَّهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا ، فَقُومُوا ، فَصَلُّوا “

Dari Abu Mas’ud RA berkata: Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seorang manusia, melainkan keduanya adalah salah satu tanda kekuasaan Allah. Maka jika kalian melihatnya, berdirilah kalian dan laksanakanlah shalat!” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits yang semakna juga diriwayatkan dari jalur Abu Bakrah RA, Mughirah bin Syu’bah RA, Jabir bin Abdullah RA, Aisyah RA, Abu Hurairah RA dan Ibnu Abbas RA.

Amalan-amalan sunah saat melihat gerhana

Pertama, memperbanyak dzikir, istighfar, takbir, sedekah, dan amal-amal kebajikan
Dalam hadits dari Aisyah RA tentang gerhana matahari, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ  آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ  يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ ، فَادْعُوا اللَّهَ ، وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

“Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seorang manusia atau kelahiran seorang manusia. Maka jika kalian melihat gerhana, berdoalah kalian kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah, dan bersedekahlah!” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Asma’ binti Abu Bakar RA berkata: “Nabi SAW memerintahkan untuk memerdekakan budak saat terjadi gerhana matahari.”(HR. Bukhari dan Abu Daud)

Kedua, berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat gerhana secara berjama’ah
Dalam hadits dari Aisyah RA dia berkata:

رَكِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ  غَدَاةٍ  مَرْكَبًا  فَخُسِفَتِ الشَّمْسُ ، فَخَرَجْتُ فِي نِسْوَةٍ بَيْنَ ظَهْرَانَيِ الْحِجْرِ  فِي الْمَسْجِدِ ، فَأَتَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَرْكَبِهِ فَقَصَدَ إِلَى مُصَلَّاهُ الَّذِي كَانَ فِيهِ ، فَقَامَ وَقَامَ النَّاسُ وَرَاءَهُ

Rasulullah SAW pada suatu pagi menaiki kendaraannya, lalu terjadi gerhana matahari. Maka saya bersama kaum wanita keluar menuju masjid di antara kamar-kamar kami. Rasulullah SAW datang dengan kendaraannya, lalu menuju tempat ia biasa shalat. Beliau berdiri untuk shalat dan masyarakat shalat di belakang beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim dengan lafal Muslim)

Ketiga, kaum wanita juga dianjurkan ikut shalat berjama’ah di masjid jika aman dari bahaya (godaan terhadap lawan jenis, dll). Dalilnya adalah hadits Asiyah RA di atas.

Keempat, Mengumandangkan ‘ash-shalatu jami’ah’ untuk memanggil jama’ah shalat berkumpul di masjid, namun shalat tidak didahului oleh adzan dan iqamat.

Berdasar hadits shahih:
عَنْ  عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : ” لَمَّا  كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُودِيَ إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ

Dari Abdullah bin Amru bin Ash RA berkata: “Ketika terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah SAW, maka dikumandangkan seruan ‘Ash-shalaatu jaami’ah’.” (HR. Bukhari)

Hadits yang semakna diriwayatkan oleh imam Muslim dari jalur Aisyah RA.

Kelima, khutbah setelah shalat gerhana

Berdasar hadits-hadits shahih tentang hal itu. Antara lain hadits Aisyah RA:

ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ  انْجَلَتِ الشَّمْسُ ، فَخَطَبَ النَّاسَ ، فَحَمِدَ اللَّهَ  وَأَثْنَى عَلَيْهِ ، ثُمَّ قَالَ : ” إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ  آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ  يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ ، فَادْعُوا اللَّهَ ، وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Beliau selesai dari shalat dan gerhana telah selesai. Maka beliau menyampaikan khutbah. Beliau bertahmid dan memuji nama Allah, kemudian bersabda: “Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seorang manusia atau kelahiran seorang manusia. Maka jika kalian melihat gerhana, berdoalah kalian kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah, dan bersedekahlah!” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tata cara shalat gerhana

Shalat gerhana dikerjakan secara berjama’ah terdiri dari dua raka’at. Setiap rekaat terdiri dari dua kali berdiri dan dua kali ruku’. Sedangkan seluruh gerakan lainnya sama dengan gerakan shalat biasanya. Rinciannya adalah sebagai berikut:

1.Berdiri menghadap kiblat, takbiratul ihram, membaca doa istiftah, membaca ta’awudz, membaca al-fatihah, dan membaca surat yang panjang, kira-kira sekitar satu surat al-Baqarah.
2. Bertakbir, ruku’ dalam waktu yang lama.
3. Membaca ‘sami’allahu liman hamidahu rabbana lakal hamdu’, berdiri kembali, lalu membaca ta’awudz dan al-fatihah, lalu membaca surat yang panjang namun kadarnya lebih pendek dari surat yang dibaca pada saat berdiri pertama.
4. Takbir, ruku’ dalam waktu yang lama, namun lebih pendek dari ruku’ yang pertama.
5. Membaca ‘sami’allahu liman hamidahu rabbana lakal hamdu’, berdiri kembali (i’tidal)
6. Bertakbir, lalu sujud, lalu duduk di antara dua sujud, lalu sujud.
7. Bertakbir, bediri untuk raka’at kedua, gerakannya sama seperti gerakan pada raka’at pertama, namun kadar panjangnya bacaan surat lebih pendek.
8. Setelah tasyahud akhir lalu salam.

Berdasar hadits-hadits shahih, antara lain:

عَنْ  عَائِشَةَ ، أَنَّهَا قَالَتْ :  خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنَّاسِ ، فَقَامَ ، فَأَطَالَ القِيَامَ ، ثُمَّ رَكَعَ ، فَأَطَالَ الرُّكُوعَ ، ثُمَّ قَامَ فَأَطَالَ القِيَامَ وَهُوَ  دُونَ القِيَامِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ سَجَدَ فَأَطَالَ السُّجُودَ ، ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ مَا فَعَلَ فِي الأُولَى ، ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ  انْجَلَتِ الشَّمْسُ ، فَخَطَبَ النَّاسَ ، فَحَمِدَ اللَّهَ  وَأَثْنَى عَلَيْهِ ، ثُمَّ قَالَ : ” إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ  آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ  يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ ، فَادْعُوا اللَّهَ ، وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا “

Dari Aisyah RA berkata: “Terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW melaksanakan shalat gerhana bersama masyarakat. Beliau memanjangkan lamanya berdiri, lalu ruku’ dalam waktu yang lama, lalu berdiri dan memanjangkan lamanya berdiri namun tidak sepanjang berdirinya yang pertama, lalu ruku’ dan memanjangkan lamanya ruku’ namun tidak sepanjang ruku’ yang pertama, lalu sujud dalam waktu yang lama. Kemudian dalam rakaat kedua beliau melakukan seperti apa yang beliau kerjakan pada rakaat pertama. Beliau menyelesaikan shalat dan ternyata matahari telah nampak kembali.
Beliau lalu menyampaikan khutbah kepada masyarakat. Beliau bertahmid dan memuji nama Allah. Beliau kemudian bersabda: “Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seorang manusia atau kelahiran seorang manusia. Maka jika kalian melihat gerhana, berdoalah kalian kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah, dan bersedekahlah!” (HR. Bukhari dan Muslim)

عَنْ  عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ :  انْخَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا نَحْوًا مِنْ قِرَاءَةِ سُورَةِ  البَقَرَةِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ، ثُمَّ رَفَعَ ، فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ  دُونَ القِيَامِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ سَجَدَ ، ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ القِيَامِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَفَعَ ، فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ القِيَامِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ سَجَدَ ، ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ  تَجَلَّتِ الشَّمْسُ ، فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ  يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ ، فَاذْكُرُوا اللَّهَ “

Dari Ibnu Abbas RA berkata: “Terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW melaksanakan shalat gerhana. Beliau berdiri dalam waktu yang lama sekira membaca surat Al-Baqarah. Lalu ruku’ dalam waktu yang lama, lalu berdiri dalam waktu yang lama namun tidak sepanjang berdiri yang pertama. Kemudian ruku’ dalam waktu yang lama namun tidak sepanjang ruku’ yang pertama. (Lalu berdiri i’tidal, pent) lalu melakukan sujud.

Lalu berdiri (raka’at kedua) dalam waktu yang lama namun tidak sepanjang berdiri pada rakaat pertama. Lalu beliau ruku’ dalam waktu yang lama namun tidak selama ruku’ pada rakaat pertama. Lalu beliau berdiri dalam waktu yang lama namun tidak selama berdiri sebelumnya, lalu beliau ruku’ dalam waktu yang lama namun tidak selama ruku’ sebelumnya. (Lalu berdiri i’tidal, pent) lalu melakukan sujud. Beliau menyelesaikan shalat dan matahari telah nampak.

Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari sekian banyak tanda kekuasaan Allah. Gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seorang manusia atau kelahiran seorang manusia. Maka jika kalian melihat gerhana, berdzikirlah kalian kepada Allah!” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits-hadits tentang shalat gerhana menunjukkan bahwa waktu pelaksanaannya adalah sejak terjadi gerhana sampai gerhana berakhir.

Dalam shalat gerhana, imam membaca surat Al-Fatihah dan surat sesudahnya dengan suara keras. Demikian juga takbiratul ihram, sami’allahu liman hamidah, dan takbir perpindahan antar gerakan. Seperti dijelaskan dalam hadits shahih:

عَنْ  عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، ” جَهَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلاَةِ  الخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ ، فَإِذَا فَرَغَ مِنْ قِرَاءَتِهِ كَبَّرَ ، فَرَكَعَ وَإِذَا رَفَعَ مِنَ الرَّكْعَةِ قَالَ : سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ، رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ ، ثُمَّ يُعَاوِدُ القِرَاءَةَ فِي صَلاَةِ  الكُسُوفِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ

Dari Aisyah RA berkata: “Nabi SAW mengeraskan bacaannya dalam shalat gerhana. Jika selesai membaca surat, beliau bertakbir dan ruku’. Jika bangkit dari ruku’, beliau membaca dengan keras: Sami’allahu liman hamidahu, rabbana lakal hamdu. Beliau kemudian mengulangi bacaan Al-Fatihah dan membaca surat (lain sesudahnya) dalam shalat gerhana. Beliau melaksanakan empat kali ruku’ dan empat kali sujud.” (HR. Bukhari)

Wallahu a’lam bish-shawab

Thursday, December 1, 2011

Jika Hidup Tidak untuk Dakwah


 
Jika Hidup Tidak untuk Dakwah
Terus engkau mau ngapain?

Ente pergi pagi
Dengan semangat mencari duniawi
Jika angkot macet, langsung berganti sewa taksi
Agar harta buruan tidak beralih dari sisi

Ente pulang malam
Dengan jasad yang kelelahan
Nyampe di rumah mendekam sampai pagi datang

Lupakah engkau
Rasulullah saw bagaikan rahib di malam hari
Dan menjadi singa di siang hari
Sementara kamu
Tak peduli siang tak peduli malam
Yang penting dunia dalam genggaman

Sahabat cobalah engkau renungkan
Apa sih yang ingin kugapai sampai harus membanting tulang
Apa sih yang ingin kubangun hingga pagi datang
Apa sih yang ingin kuraih hingga tubuh begitu letih

Jujur saja, untuk urusan perutmu bukan
Buat beli martabak atau nasi
Masuk perut dan kemudian raib menjadi kotoran

Jujur saja, untuk urusan rumah tempat kau tinggal bukan
Buat beli keramik, AC ataupun busa
Dinikmati, rusak, ganti lagi tak berkesudahan

Jujur saja, untuk urusan kesenangan anak-anak yang kau rindukan bukan
Buat pakaian, mainan, ataupun poster-poster idaman
Dinikmati, menghilang dari pandangan

Jika engkau hidup hanya untuk itu semuanya
Maka harga dirimu
Nilainya sama dengan apa yang kamu makan
Nilainya sama dengan apa yang kamu keluarkan dari perut hitam
Nilainya sama dengan apa yang kamu rindukan

Karena jasadmu tak ubahnya tembolok karung
Tempat penyimpanan semua makan yang kamu makan
Karena jasadmu tak ubahnya perekat
Tempat semua kesenangan dunia melekat

Sepekan, setahun, sewindu kau bangun sejuta pundi uang
Engkau lupa bahwa kelak yang kau bangun itu pasti kau tinggalkan
Engkau lupa bahwa tempat tinggalmu sesudahnya adalah istana masa depan

Tapi sahabat
Jika engkau hidup untuk dakwah
Tidak ada setitik harapan pun yang kelak dirugikan
Tiada seberkas amal pun yang tiada mendapat balasan

Tapi di dalamnya penuh ujian dan batu karang
Dan engkau harus yakin penuh akan janji Allah
Tapi di dalamnya tidak lekas kau dapatkan keindahan
Dan engkau harus yakin bahwa inilah jalan kebaikan

Sahabat
Janganlah terlena dengan kesenangan fana
Janganlah terlena dengan gemerlapnya dunia
Itulah yang Allah berikan sebagai hak para musyrikin di dunia
Tiada usah kamu iri dan berpikir tuk hanyut bersamanya
Karena kau tahu kehidupan mereka sesudahnya adalah neraka
Dan mereka kekal di dalamnya

Sahabat
Jangan sia-siakan hidup di dunia
Bangun rumah dakwah
Jika kau diluaskan harta, kembalikan di jalan dakwah
Jika kau diluaskan waktu, hibahkan di jalan dakwah
Jika kau diluaskan tenaga, berikan untuk lapangnya jalan dakwah
Jika kau diluaskan pikiran, gunakan untuk merenungi ayat-ayat-Nya
Jika kau diluaskan usia, maksimalkan berikan yang terbaik untuk-Nya

Jangan jadikan dakwah sebagai kegiatan sampingan
Jangan jadikan dakwah sebagai hiburan
Jangan jadikan dakwah sebagai ajang gaul sesama teman
Jangan jadikan dakwah sebagai pengisi waktu luang
Jangan jadikan dakwah sebagai sarana memburu uang
Karena kelak yang kau dapatkan adalah jahanam
Sebagai balasan atas kemusyrikan yang kau jalankan

Sahabat
Jadikan dakwah sebagai ruh kalian di dunia
Jadikan dakwah sebagai rumah tinggal kalian di dunia
Jadikan dakwah sebagai tugas utama kalian di dunia
Jadikan bahwa hanya dengan dakwah diri kalian begitu bahagia
Jadikan bahwa tanpa dakwah kalian begitu menderita

Sahabat
Jalan dakwah inilah yang membedakan kita
Dengan para pendusta ayat-ayat-Nya
Dan jika engkau hidup di dunia ini tidak untuk tegakkan risalah-Nya Itu
artinya engkau pun sama dengan mereka
Yang lebih menyukai neraka ketimbang surga
Dan jika engkau hidup di dunia ini sebagai tujuan
Ingatlah bahwa tak lama lagi ruhmu bakal dicabut dari badan

Jika hidup tidak untuk dakwah
Trus ente mo ngapain?

Mau jadi ayam?
Yang pergi pagi pulang petang
Kurang petang tambahin nyampe tengah malam

Tapi masih mendingan ayam
Karena ia rutin bangun sebelum azan
Dan teriakkan lagu keindahan
Tapi kamu
Rutin subuh setengah delapan
Apalagi kalo akhir pekan
Bisa jadi subuh hengkang dari pikiran

Tapi masih mendingan ayam
Karena ia berani pilih makanan yang ia inginkan
Tapi kamu
Kamu embat semua yang ada di hadapan
Tidak peduli daging, tumbuhan, ataupun batu hitam
Sementara kamu dikaruniai pikiran

Palmerah Bumi Allah, Syaban 1423 H



By. Agus Sujarwo

Akhwat....Sejati



http://ananurisnaini.files.wordpress.com/2010/10/akhwat-cantik-menyejukkan1.jpg

Suatu ketika, seorang santri putra bertanya pada Ustadznya: Ya Ustadz, Ceritakan Kepadaku Tentang Akhwat Sejati…

Sang Ustadz pun tersenyum dan menjawab…Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari sekedar jilbabnya yang lebar, tetapi dari bagaimana ia menjaga pandangan mata (ghudhul bashar), sikap, akhlak, kehormatan dan kemurnian islamnya….


Akhwat sejati bukanlah dilihat dari kelembutan suaranya, tetapi dari lantangnya ia mengatakan kebenaran di hadapan laki2 bukan mahramnya…..

Akhwat sejati bukanlah dilihat dari banyaknya jumlah sahabat di sekitarnya, tetapi dari sikap bersahabatnya dengan anak2nya, keluarga dekatnya, para jama’ah, para tetangga dan orang2 di sekitarnya.

Akhwat sejati bukanlah dilihat dari bagaimana ia dihormati di tempat ia bekerja tetapi bagaimana ia dihormati di dalam rumah tangganya…

Akhwat sejati bukanlah dilihat dari bagaimana ia pintar berhias dan memasak masakan yang enak2, tapi bagaimana ia bisa faham dan mengerti selera dan variasi makan suami dan anak2nya yang sebenarnya tidak rewel, pintar mengatur cash flow finansial keluarga, mengerti bagaimana berpenampilan menarik di hadapan suami dan selalu merasa cukup (qonaah) dengan segala pemberian dari sang suami di saat lapang maupun di saat sempit.

Akhwat sejati bukanlah dilihat dari wajahnya yang cantik, tetapi dari bagaimana ia bermurah senyum dan sejuk jika dilihat di hadapan suaminya dengan sepenuh hati tanpa dibuat2/dipaksakan.

Akhwat sejati bukanlah dilihat dari banyaknya ikhwan yang mencoba berta’aruf kepadanya, tetapi dari komitmennya untuk mengatakan bahwa sesungguhnya “Tidak ada kata “CINTA sebelum menikah.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari gelar sabuk hitam dalam olahraga beladirinya, tetapi dari sabarnya ia menghadapi lika-liku kehidupan…

Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari sekedar banyaknya ia menghafal Al-Quran, tetapi dari pemahaman ia atas apa yang ia baca/hafal untuk kemudian ia amalkan dalam kehidupan sehari2.
….setelah itu, Si Murid kembali bertanya…


“Adakah Akhwat yang dapat memenuhi kriteria seperti itu, Ya Ustadz ?”
Sang Ustadz kembali tersenyum dan berkata: “Akhwat seperti itu ada, tapi langka.


Sekalipun ada, biasanya ia memiliki karakter khas antara lain;


Sangat mencintai Allah dan RasulNya melebihi apapun, 

Tidak lepas dari dunia da’wah (minimal di lingkungan sekitar tempat tinggalnya),

Hidup berjamaah tapi tidak dikenal ‘ashobiyah, tidak ingin dikenal-kecuali diminta/didesak oleh jama’ah (masyarakat), 

Dari keturunan orang2 yang shalih/shalihat, berasal dari lingkungan yang sangat terpelihara, 

Punya amalan ibadah harian, mingguan dan bulanan di atas rata2 orang kebanyakan,

Hidupnya sederhana namun tetap menarik dan bermanfaat buat orang lain, 

Dikenal sebagai tetangga yang baik hati, sangat berbakti terhadap orang tua, sangat hormat kepada yang lebih tua dan sangat sayang terhadap yang lebih muda, 

Sangat disiplin dengan sholat fardunya, rajin shaum sunnah dan qiyamullail & atau bisa jadi amalan ibadah terbaiknya disembunyikan dari mata orang2 yang mengenalnya

Rajin memperbaiki istighfarnya (taubatan nashuha), 

Rajin mendoakan saudara2nya terutama yang sedang dalam keadaan kesulitan atau sedang terdzolimi secara terang2an/tersembunyi, 

Rajin bersilaturahim, rajin menuntut ilmu-mengaji- (terutama yang syar’i)/minimal rajin hadir di majlis ilmu dan mendengarkannya, 

Senantiasa menambah/memperbaiki ilmunya dan menyampaikan semua ilmu yang ia ketahui setelah terlebih dahulu ia mengamalkannya, 

Rajin membaca/menghafal alqur’an atau hadits dan buku2 yang bermanfaat, 

Pintar/kuat hafalannya, 

Sangat selektif soal makanan/minuman yang ia konsumsi, 

Sangat perhatian terhadap kebersihan dan sangat disiplin sekali soal thaharah, 

Sangat terjaga dari soal2 ikhtilat apalagi berkhalwat, 

Jauh dari gosip-menggosip, lisan dan semua perbuatannya senantiasa terjaga dari hal2 yang sia2, 

Zuhud, istiqomah, tegar, tidak takut/bersedih hati hingga berlarut2 melainkan sebentar (wajar), 

Pandai menghibur dan pandai menutupi aib/kekurangan dirinya dan orang2 yang ia kenal, 

Mudah memaafkan kesalahan/kekeliruan orang lain tanpa diminta dan tanpa dendam, 

Ringan tangan untuk membantu sesama, mudah berinfak (bershadaqah), ikhlas, 

Jauh dari riya, ujub, muhabahat, takabur dan tidak emosional, 

Cukup sensitif tapi tidak terlalu sensitif (tidak mudah tersinggung), 

Selalu berbuat ihsan dan muraqobatullah (selalu merasa dekat dan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT baik di saat ramai maupun di saat sendirian), 

Selalu berhusnudzon kepada setiap orang, benar2 berkarakter jujur (shiddiiq), 

Amanah dan selalu menyampaikan yang haq dengan caranya yang terbaik (tabligh), 

Pantang mengeluh/berkeluh kesah, 

Sangat dewasa dalam menyikapi problematika kehidupan, mandiri, selalu optimis, terlihat selalu gembira dan menentramkan, 

Hari2nya tidak lepas dari perhitungan (muhasabah) bahwa hari ini selalu ia usahakan lebih baik daripada kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini, 

Dan senantiasa pandai bersyukur atas segala ni’mat (takdir baik) Serta senantiasa sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan (takdir buruk) dalam segala keadaan. Kapan pun dan di manapun..

Si Murid rupa2nya masih penasaran, dan bertanya kembali kepada Sang Ustadz. “Ya Ustadz, adakah cara yang paling mudah untuk mendapatkannya? atau minimal bisa mendapatkan seorang Akhwat yang mendekati profil Akhwat Sejati??


Sang Ustadz pun dengan bijak segera menjawabnya: “Ada, jika antum ingin mendapatkan Akhwat Sejati nan benar2 Shalihat sebagai teman hidup maka SHALIHKAN DAHULU DIRI ANTUM…!! karena InsyaAllah Akhwat yang shalihat adalah pada dasarnya juga untuk Ikhwan yang shaalih…

Wednesday, November 30, 2011

Adegan-adegan Sinetron Kita! [Gambar]

Ini nih ada kritikan buat salah satu stasiun tv swasta di negara kita tercinta. Tayangannya sangat tidak mendidik dan mencerminkan kehidupan para hedonis. Cerita yang tidak masuk akal dan kemampuan akting yang pas-pasan.

Ketika eksplorasi isi web man 3 di bagian humor akhirnya saya menemukan joke ini. Hha.. semoga bisa sedikit mengocok perut Anda. Yang buat ini sangat kreatif dan modelnya TOP abis deh!

Beginilah adegan-adegan di sinetron kita..

Adegan 1:
Sinis, bengis, sarat dialog-dialog najis..
Ngomong sendiri dalam ati dengan mata melotot-lotot, muka dizoom in dan zoom out..
Untuk adegan kayak gini yang feel-nya dapat banget, masih dipegang ama tante Leli Sagita






Adegan 2:
penuh trik dan intrik, serta ide-ide brilian dalam hal penyiksaan.
Tengku Fahri kayaknya masih perlu belajar banyak dari Sineton kita..






Adegan 3:
Kesenjangan sosialnya mantap banget.
Yang kaya, kaya banget.
Yang susah, susah banget.
Naysila Mirdad belom kesaing kalo untuk adegan orang terzolimi.






Adegan 4:
berantem ama naga 3D..
no comment dah..






Adegan 5:
Kejar-kejaran di padang rumput atau taman bunga yang langitnya pun pake pewarnaan buatan, sambil nyanyi-nyanyi najong, lengkap ama teks lagu.
Rasakan sensasi Inul Vista dalam rumah anda.



 
 
 
 
 by Rifqi Ikhwanuddins

Flower 53