Wednesday, November 30, 2011

Adegan-adegan Sinetron Kita! [Gambar]

Ini nih ada kritikan buat salah satu stasiun tv swasta di negara kita tercinta. Tayangannya sangat tidak mendidik dan mencerminkan kehidupan para hedonis. Cerita yang tidak masuk akal dan kemampuan akting yang pas-pasan.

Ketika eksplorasi isi web man 3 di bagian humor akhirnya saya menemukan joke ini. Hha.. semoga bisa sedikit mengocok perut Anda. Yang buat ini sangat kreatif dan modelnya TOP abis deh!

Beginilah adegan-adegan di sinetron kita..

Adegan 1:
Sinis, bengis, sarat dialog-dialog najis..
Ngomong sendiri dalam ati dengan mata melotot-lotot, muka dizoom in dan zoom out..
Untuk adegan kayak gini yang feel-nya dapat banget, masih dipegang ama tante Leli Sagita






Adegan 2:
penuh trik dan intrik, serta ide-ide brilian dalam hal penyiksaan.
Tengku Fahri kayaknya masih perlu belajar banyak dari Sineton kita..






Adegan 3:
Kesenjangan sosialnya mantap banget.
Yang kaya, kaya banget.
Yang susah, susah banget.
Naysila Mirdad belom kesaing kalo untuk adegan orang terzolimi.






Adegan 4:
berantem ama naga 3D..
no comment dah..






Adegan 5:
Kejar-kejaran di padang rumput atau taman bunga yang langitnya pun pake pewarnaan buatan, sambil nyanyi-nyanyi najong, lengkap ama teks lagu.
Rasakan sensasi Inul Vista dalam rumah anda.



 
 
 
 
 by Rifqi Ikhwanuddins

Duhai Akhwat Idaman, Dimanakah Kau Kini Berada?

 http://photos-h.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs1373.snc4/164546_177832902248349_168642586500714_442752_4146265_a.jpg

Duhai akhwat idaman, dimanakah kau kini berada? Aku heran, mengapa kini aku terlalu sering menemukanmu dimana-mana, apakah kau tak lagi menjadi idaman para pengidam kesucian, tak lagi spesial, bak bidadari syurga yang hadir di bumi, tak pernah tersentuh jin dan manusia.

Tak kubayang, akhwatku hilang, tak lekang, dimakan jaman yang garang. Dulu kau tak terlihat, tapi aku tak perlu mencari-cari dirimu. Karena aku yakin kau ada, seperti keyakinanku beriman kepada yang ghoib. Semakin ghoib, semakin indah, semakin beriman. Wuih. Subhanallah.

Tapi kini kau tak lagi ghoib, kau begitu menyebar, kau begitu visual, kau begitu obral, sehingga justru aku kehilanganmu di antara kerumunanmu. Terlihat tapi tak terlihat, tak terlihat justru terlihat.
Duhai akhwatku, yang cantik menawan iman. Ketahuilah bahwa semakin ghoib dirimu maka semakin besar energi dirimu, sehingga semakin besar kualitas keakhwatanmu, maka semakin aku merindukanmu. Kami menyayangimu. Sayang sekali jika kau tak menyayangi dirimu sendiri lagi; dalam kekhawatiranmu yang berlebihan pada Tuhan.

Ku tahu kau berhijab dalam hizibmu. Tapi mengapa harus kau lupakan inti perjuanganmu, apakah karena hizibmu tidak lagi tegas padamu. Apakah identitasmu harus bergantung pada identitas hizibmu yang mulai teragu?

Ku yakin, kau tahu bahwa kau bagai perhiasan di mata ikhwan atau kawan. Dan karakter dari perhiasan adalah butuhnya sebuah atau banyak perhatian. Yang memperhatikan nikmat, yang diperhatikan bahagia. Dan biasanya perhiasan eksklusif berkarakter : diam, tersembunyi, dijaga ketat, personal & privacy, dan hanya orang-orang yang sudah menunaikan akad “jual beli” yang boleh memakainya. Kecuali perhiasan murahan, tak perlu akad spesial pun sudah bisa dipakai siapapun …. lalu menjadi manusia terbuang…na’udzubillahi min dzalik.

Duhai akhwat budiman kekasih ikhwan beriman, perhatikanlah bahwa kau adalah perhiasan terindah. Bisakah kau bayangkan, bahwa perhiasan itu “diam”nya saja sudah indah dan menggoda. Maka apa yang terjadi jika engkau pun bergerak – kesana kemari- sehingga mata ikhwan memandangmu, sengaja tidak sengaja, sebab syaitan itu cerdas dan bebas. Sedangkan ikhwan itu cerdas tapi terbatas. Karena ikhwan itu terbatas, maka kau harus membatasi diri dari pandangannya, agar syaitan usahanya pun terbatas menggoda manusia beriman, akhwat dan ikhwan.

Kuharap kau lebih banyak diam yang penuh gerakan, daripada gerakan yang membuat ikhwan terdiam. Pahamkah maksudku? Kau begitu indah untuk tidak diperhatikan, perhiasan itu begitu banyak yang memperhatikan, kadang saling bersaing antara satu perhiasan dengan perhiasan lainnya, bersaing untuk diperhatikan… tentu saja karena adanya perhatian. Perhatian hadir karena adanya sumber perhatian dan adanya yang memperhatikan.

Fokus dakwah pun kadang berubah, bahasan bab menikah dan poligami lebih menjadi perhatian daripada bagaimana cara memperjuangkan dakwah ini, dan mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah, Ilahi Robbi?

Duhai akhwat, kau bukan syahwat; ku tak menyalahkanmu, tapi marilah mulai hari ini sama-sama kita mengambil porsi yang tidak melampaui suci. Sebab akhwat itu wanita, dan wanita itu makhluk indah sejati yang penuh perasaan, maka perlu diberikan banyak batasan. Agar perasaannya tidak meluap dan tumpah di sembarang nyawa. Jika satu atau dua batasan sudah mulai dianggap tak membatasi, maka berkhawatir dirilah jika engkau kesulitan mengontrol perasaanmu yang agung itu….

Wahai akhwat sejati, bukanlah karena cantikmu engkau diperhatikan, tapi karena diperhatikanlah engkau menjadi cantik. Berterimakasihlah kepada orang-orang yang memperhatikanmu, dan bersyukurlah kepada Allah agar DIA tetap memperhatikanmu. Kalau Allah yang memperhatikanmu, maka para ikhwan beriman pun insya Allah tak sungkan tuk memperhatikanmu. Tapi kalau perhatian manusia yang engkau kejar, maka kemanakah kau tempatkan perhatian Tuhanmu, dari hatimu yang agung, wahai calon ibu, wanita yang paling perhatian….dan butuh perhatian. Harus diperhatikan.

Wallahu alam

Janji Allah Bagi Orang Yang Akan Menikah

http://ratih2011azzahra.files.wordpress.com/2011/05/h2.jpg
Janji Allah Bagi Orang Yang Akan Menikah



Ketika seorang muslim baik pria atau wanita akan menikah, biasanya akan timbul perasaan yang bermacam-macam. Ada rasa gundah, resah, risau, bimbang, termasuk juga tidak sabar menunggu datangnya sang pendamping, dll. Bahkan ketika dalam proses taaruf sekalipun masih ada juga perasaan keraguan.

Berikut ini sekelumit apa yang bisa saya hadirkan kepada pembaca agar dapat meredam perasaan negatif dan semoga mendatangkan optimisme dalam mencari teman hidup.
Ketika seorang muslim baik pria atau wanita akan menikah, biasanya akan timbul perasaan yang bermacam-macam. Ada rasa gundah, resah, risau, bimbang, termasuk juga tidak sabar menunggu datangnya sang pendamping, dll. Bahkan ketika dalam proses taaruf sekalipun masih ada juga perasaan keraguan.

Berikut ini sekelumit apa yang bisa saya hadirkan kepada pembaca agar dapat meredam perasaan negatif dan semoga mendatangkan optimisme dalam mencari teman hidup. Semoga bermanfaat buat saya pribadi dan kaum muslimin semuanya. Saya memohon kepada Allah semoga usaha saya ini mendatangkan pahala yang tiada putus bagi saya.

Inilah kabar gembira berupa janji Allah bagi orang yang akan menikah. Bergembiralah wahai saudaraku…

1. “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”. (An Nuur : 26)
Bila ingin mendapatkan jodoh yang baik, maka perbaikilah diri. Hiduplah sesuai ajaran Islam dan Sunnah Nabi-Nya. Jadilah laki-laki yang sholeh, jadilah wanita yang sholehah. Semoga Allah memberikan hanya yang baik buat kita. Amin.

2. “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (An Nuur: 32)

Sebagian para pemuda ada yang merasa bingung dan bimbang ketika akan menikah. Salah satu sebabnya adalah karena belum punya pekerjaan. Dan anehnya ketika para pemuda telah mempunyai pekerjaan pun tetap ada perasaan bimbang juga. Sebagian mereka tetap ragu dengan besaran rupiah yang mereka dapatkan dari gajinya. Dalam pikiran mereka terbesit, “apa cukup untuk berkeluarga dengan gaji sekian?”.

Ayat tersebut merupakan jawaban buat mereka yang ragu untuk melangkah ke jenjang pernikahan karena alasan ekonomi. Yang perlu ditekankan kepada para pemuda dalam masalah ini adalah kesanggupan untuk memberi nafkah, dan terus bekerja mencari nafkah memenuhi kebutuhan keluarga. Bukan besaran rupiah yang sekarang mereka dapatkan. Nantinya Allah akan menolong mereka yang menikah. Allah Maha Adil, bila tanggung jawab para pemuda bertambah – dengan kewajiban menafkahi istri-istri dan anak-anaknya, maka Allah akan memberikan rejeki yang lebih. Tidakkah kita lihat kenyataan di masyarakat, banyak mereka yang semula miskin tidak punya apa-apa ketika menikah, kemudian Allah memberinya rejeki yang berlimpah dan mencukupkan kebutuhannya?

3. “Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (HR. Ahmad 2: 251, Nasaiy, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits no. 2518, dan Hakim 2: 160) [1]


Bagi siapa saja yang menikah dengan niat menjaga kesucian dirinya, maka berhak mendapatkan pertolongan dari Allah berdasarkan penegasan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini. Dan pertolongan Allah itu pasti datang.

4. “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnyapada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Ar Ruum : 21)

5. “Dan Tuhanmu berfirman : ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina’ ”. (Al Mu’min : 60)

Ini juga janji Allah ‘Azza wa Jalla, bila kita berdoa kepada Allah niscaya akan diperkenankan-Nya. Termasuk di dalamnya ketika kita berdoa memohon diberikan pendamping hidup yang agamanya baik, cantik, penurut, dan seterusnya.

Dalam berdoa perhatikan adab dan sebab terkabulnya doa. Diantaranya adalah ikhlash, bersungguh-sungguh, merendahkan diri, menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, dll. [2]

Perhatikan juga waktu-waktu yang mustajab dalam berdoa. Diantaranya adalah berdoa pada waktu sepertiga malam yang terakhir dimana Allah ‘Azza wa Jalla turun ke langit dunia [3], pada waktu antara adzan dan iqamah, pada waktu turun hujan, dll. [4]

Perhatikan juga penghalang terkabulnya doa. Diantaranya adalah makan dan minum dari yang haram, juga makan, minum dan berpakaian dari usaha yang haram, melakukan apa yang diharamkan Allah, dan lain-lain. [5]

Manfaat lain dari berdoa berarti kita meyakini keberadaan Allah, mengakui bahwa Allah itu tempat meminta, mengakui bahwa Allah Maha Kaya, mengakui bahwa Allah Maha Mendengar, dst.

Sebagian orang ketika jodohnya tidak kunjung datang maka mereka pergi ke dukun-dukun berharap agar jodohnya lancar. Sebagian orang ada juga yang menggunakan guna-guna. Cara-cara seperti ini jelas dilarang oleh Islam. Perhatikan hadits-hadits berikut yang merupakan peringatan keras dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Barang siapa yang mendatangi peramal / dukun, lalu ia menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam”. (Hadits shahih riwayat Muslim (7/37) dan Ahmad). [6]

Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Maka janganlah kamu mendatangi dukun-dukun itu.” (Shahih riwayat Muslim juz 7 hal. 35). [7]

Telah bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya jampi-jampi (mantera) dan jimat-jimat dan guna-guna (pelet) itu adalah (hukumnya) syirik.” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud (no. 3883), Ibnu Majah (no. 3530), Ahmad dan Hakim). [8]

Membongkar Rahasia Ikhwan Nyebelin

http://1.bp.blogspot.com/_wkSbSgWD0Fg/S78-1IxnPiI/AAAAAAAAAKQ/cigvv7rhegg/s1600/ikhwan2.jpg

Pernah liat cowok yang bercelana bahan, berbaju koko, dan kalo ngomong pake “ane-ente”? Yup, itulah makluk yang bernama ikhwan. Ikhwan didefinisikan sebagai cowok yang aktif di kegiatan rohis atau organisasi ke-Islam-an lainnya.

Sejatinya, ikhwan diharapkan menjadi sosok yang shalih dan meninggalkan aktivitas-aktivitas yang tak berguna. Namun kenyataannya masih ada beberapa oknum ikhwan yang masih setengah-setengah menjalankan syari’at. Ada pula ikhwan yang tadinya tampak sangat bersemangat mengikuti kajian dan aktivitas dakwah, tiba-tiba luntur semangatnya. Di sisi lain ada pula ikhwan yang hobi sms nggak penting ke akhwat atau tebar pesona. Yah, kan ikhwan juga manusia.

Karena ikhwan juga manusia, jatuh cinta pun dialami oleh ikhwan. Namun sebagai pemuda yang telah dibina dengan berbagai kajian dan pembinaan ruhiyah lainnya, tentu saja seorang ikhwan sejati tidak akan mengumbar cintanya begitu saja. Seorang ikhwan akan memilih menikah sebagai cara penyaluran cintanya dengan cara yang halal. Dalam buku ini dipaparkan apa saja kriteria seorang ikhwan dalam mencari pendamping hidup, dan bagaimana teknis mencarinya (misal: lewat orangtua atau pihak ketiga yang dipercaya).

Seringkali ikhwan diletakkan pada tempat yang lebih tinggi dari cowok pada umumnya. Namun terkadang penempatannya tidak proporsional, berlebihan, hingga ikhwan dianggap makhluk yang ma’shum seperti nabi, tidak boleh berbuat salah sedikitpun. Padahal ikhwan juga manusia biasa yang bisa berbuat khilaf. Kewajiban kita adalah menasehati ikhwan tersebut agar kembali ke jalan yang benar. Buku ini ditulis untuk mengembalikan ikhwan ke kedudukan semula, sehingga tidak akan ada lagi komentar-komentar miring, “Ikhwan koq gitu, sih?” dan juga sebagai peringatan bagi para ikhwan agar menjadi ikhwan sejati. Semangat!

IKHWAN…


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhd5bAfjFU3VPBW9qim_ihFpCDnmPk7Tn2eNaCw8AdprMBUHyTfdr8F6tpoFPB2OC0ESllm9KWoBCmf8O-KR_ueLTKbr9LXXVp2KnGv1NQcYLMVxsgZHN5Dkfg1K5BCAxIwqLVbKjKT-Bc/s1600/ikhwan.jpg


Ikhwan….oh…. ikhwan
walopun gk begitu rupawan
alias modal tampang pas-pasan
tapi, tetep aza tebar senyuman

oh….ikhwan….
Gayanya sih bisa ditebak dan keliatan
jenggot melambai, baju koko ‘n celana goyang murahan
sesekali komat-kamit sambil jalan ( maksoed’a zikir )

oh…ikhwan…..
Nyarinya susah-susah gampang
kadang di masjid,mushola, kampus or sekolahan
mungkin juga lagi nyari sampingan
buat biaya walimahan ( he…he..he….21x )

oh…ikhwan…
anehnya kalo lagi jalan
ngukurin tanah apa nyari’ koin wan ???
ooo….ternyata jaga pandangan….

ikhwan….ikhwan…..
lucunya kalo akhwat sedang berpapasan
langsung minggir, acuh tak acuh kayak musuhan
( gubrak…!!! ) appan tuh wan ??
eh..eh.. ternyata dia jatuh,, kagak liat ada selokan !

oh…….ikhwan
apa semuanya begitu wan..???
ada gak sih ikhwan yang jelalatan…???
boleh gak sih “Tepe-Tepe” ke akhwat wan ???
kan dah dibilang murabbi dalam liqo’an !!

Yang bukan ikhwan,,pasti kagak ditunggu malaikat ridwan
yang bukan ikhwan gampang bgt didapatkan
tapi,,kalo ikhwan,,,yang tebal iman,,,dicari butuh tantangan..
karena ikhwan,, nggak doyan perempuan
melainkan lebih milih akhwat sebagai pasangan,,,

Rintik Air Hujan itu, adalah sapaan terakhir Allah kepada Angga dan Ibu nya



Surah Al Maa’un Ayat satu, Kita-kah ? ( hanya sebuah renungan kecil )

Diantara rintik hujan yang mengantar senja ke tempat peristirahatannya , semilir angin berhembus menerpa wajah-wajah letih di jalanan membuat orang enggan untuk keluar rumah. Genangan-genangan air mulai muncul di jalan-jalan beraspal yang tidak lama lagi akan memantulkan cahaya lampu-lampu jalan menandakan malam segera datang. Disudut jalan seorang anak kecil masih asyik memainkan mobil-mobilan bekas yang di perolehnya tadi siang dari tempat sampah. Ibunya masih tertidur disampingnya, atap-atap lebar rumah dan lebatnya pohon melindungi mereka dari sapuan air hujan, di sudut lain tampak beberapa pengemis dan pemulung juga mulai merebahkan diri. ” Allahu Akbar..Allahu Akbar” kumandang adzan maghrib terdengar saling bersautan dari corong-corong spiker masjid, suarayang mengajak orang menemui Sang khaliq penciptanya.

” Bu..bu..itu udah adzan mau sholat gak?” teriak anaknya membangunkan sang ibu, tapi ibunya masih terus tertidur. Anak itu diam , lalu kemudian meneruskan bermain mobil-mobilan. Setelah hampir setengah jam asyik bermain , anak tersebut kembali membangunkan ibunya ” Bu….bu…,…ibu gak sholat……bangun dong bu…angga lapar nih !!” teriak anaknya, tapi ibunya masih tetap tertidur, tidak bergeming sedikitpun. Karena keletihan membangunkan ibunya tetapi tidak ada hasil anak itu kemudian tertidur disamping ibunya. Anak itu berusia lima tahun dengan badan kurus dan lusuh, sedangkan ibunya berusia sekitar tiga puluh tahun dengan wajah kurus pucat seperti orang sakit keras. Tidak beberapa lama adzan Isya berkumandang.

Hujan semakin deras, jalanan tampak sepi, Anak itu terbangun sambil meringis karena merasa lapar. Dia bangun lalu berlari kearah masjid di seberang jalan, kemudian menengadahkan tangan kepada jama’ah masjid yang hendak melaksanakan sholat. Anak itu telah terbiasa mengemis di depan masjid dan di persimpangan jalan, tetapi malam itu tidak satupun jama’ah yang memberikannya uang. Dia terus meringis menahan sakit perut yang belum terisi sejak pagi karena ketika siang hari ibu nya muntah-muntah lalu kemudian tidur dan belum bangun sampai malam itu.

” Aro’aitalladzi yukajjibu biddin, fadza likalladzi ya du’uul yatim wa la yaa khuddu ‘alaa thoo ‘amil miskin” terdengar suara imam membaca surat Al Maa’un dari dalam masjid tentang para pendusta agama. Semua jama’ah hafal ayat itu tapi sama seperti nasib anak di luar masjid itu surah Al Maa’un tersebut terlantar di sudut ingatan. ” Iqra !” kata malaikat jibril kepada Muhammad SAW, tidak ada kitab disana , Rasulullah SAW pun tidak bisa membaca, lalu apa yang mesti di baca ? ” Iqra bismirabbikalladzi khalaq”

bacalah dengan menyebut nama Tuhan Sang Maha Pencipta, surah itu seperti berteriak kepada kita “bacalah sekelilingmu, bacalah keadaan lingkunganmu, baca dan berkacalah pada alam semesta dan tunjukan kepedulianmu” dan kita hanya tertunduk sambil terus membolak-balik kitab suci.

Anak itu belari kembali kepada ibunya sambil menangis menahan sakit, tubuhnya basah oleh air hujan, air yang bagi mahluk lain menjadi rahmat, tetapi baginya menjadi seperti sapaan Tuhan terakhir kepadanya, dia tertidur sambil memegang perut didada ibunya. Kedua ibu dan anak itu pada pagi harinya di ketemukan warga telah meninggal dunia, meninggalkan derita yang dideranya , meninggalkan para pendusta agama yang tidak pernah mau menyapanya.

Ketika malam nanti hujan menghampiri kita, disaat kita berkumpul bersama keluarga dan merasakan kehangatan, maka sesekali ambillah payung lalu keluar rumahlah, carilah rintihan disudut-sudut jalan, di halte-halte bis , sapalah mereka , redakan ketakutan di hati mereka berbagilah sedikit. Jika kokohnya rumah kita masih membuat takut anak anak kita ketika mendengar halilintar , lalu bagaimana dengan teriakan anak-anak tanpa atap tersebut, siapa tahu senyuman kita mampu mengusir galau dan resah di hati mereka lalu perlahan-lahan bisa melunturkan stempel pendusta agama di kening kita

Ini hanya sebuah renunga buat diri kita. Semoga Kita bisa memperbaiki diri kita untuk menjadi seorang yang lebih baik .
memberi dan menerima semua akan diminta pertanggung jawabannya...

Tangisan Rasulullah yang Menggoncangkan Arasy’

http://mbakmien.files.wordpress.com/2010/07/17.jpg
Tangisan Rasulullah yang Menggoncangkan Arasy’


Dikisahkan, bahwasanya di waktu Rasulullah s.a.w. sedang asyik bertawaf di Ka’bah, beliau mendengar seseorang di hadapannya bertawaf, sambil berzikir: “Ya Karim! Ya Karim!”

Rasulullah s.a.w. menirunya membaca “Ya Karim! Ya Karim!” Orang itu Ialu berhenti di salah satu sudut Ka’bah, dan berzikir lagi: “Ya Karim! Ya Karim! ” Rasulullah s.a.w. yang berada di belakangnya mengikut zikirnya “Ya Karim! Ya Karim!” Merasa seperti diolok-olokkan, orang itu menoleh ke belakang dan terlihat olehnya seorang laki-laki yang gagah, lagi tampan yang belum pernah dikenalinya. Orang itu Ialu berkata:

“Wahai orang tampan! Apakah engkau memang sengaja memperolok-olokkanku, karena aku ini adalah orang Arab badui? Kalaulah bukan kerana ketampananmu dan kegagahanmu, pasti engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.”

Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah s.a.w. tersenyum, lalu bertanya: “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?”

“Belum,” jawab orang itu. “Jadi bagaimana kau beriman kepadanya?”

“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya, sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya,” kata orang Arab badui itu pula.

Rasulullah s.a.w. pun berkata kepadanya: “Wahai orang Arab! Ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat!”

Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya.

“Tuan ini Nabi Muhammad?!”

“Ya” jawab Nabi s.a.w. Dia segera tunduk untuk mencium kedua kaki Rasulullah s.a.w. Melihat hal itu, Rasulullah s.a.w. menarik tubuh orang Arab itu, seraya berkata kepadanya :

“Wahal orang Arab! janganlah berbuat serupa itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh hamba sahaya kepada juragannya, Ketahuilah, Allah mengutusku bukan untuk menjadi seorang yang takabbur yang meminta dihormati, atau diagungkan, tetapi demi membawa berita.

Ketika itulah, Malaikat Jibril a.s. turun membawa berita dari langit dia berkata : “Ya Muhammad! Tuhan As-Salam mengucapkan salam kepadamu dan bersabda : “Katakanlah kepada orang Arab itu, agar dia tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahawa Allah akan menghisabnya di hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar!” Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi.

Maka orang Arab itu pula berkata:

“Demi keagungan serta kemuliaan Tuhan, jika Tuhan akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan dengannya!” kata orang Arab badui itu.
“Apakah yang akan engkau perhitungkan dengan Tuhan?”
Rasulullah bertanya kepadanya.
‘Jika Tuhan akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran maghfirahnya,’ jawab orang itu.
‘Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa keluasan pengampunan-Nya.
Jika Dia memperhitungkan kekikiran hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa kedermawanannya!’

Mendengar ucapan orang Arab badui itu, maka Rasulullah s.a.w. pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badui itu, air mata beliau meleleh membasahi Janggutnya. Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata :

“Ya Muhammad! Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu, dan bersabda : Berhentilah engkau dari menangis! Sesungguhnya karena tangismu, penjaga Arasy lupa dari bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga la bergoncang. Katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan memperhitungkan kemaksiatannya. Allah sudah rnengampuni semua kesalahannya dan la akan menjadi temanmu di syurga nanti!” Betapa sukanya orang Arab badui itu, mendengar berita tersebut. la Ialu menangis karena tidak berdaya menahan keharuan dirinya.

wallahu’alam bisshowab
Sumber : Himpunan kisah-kisah teladan

~Muhasabah Diri~


 Ya Allah...Ya Tuhanku.

Aku hanyalah sebutir pasir di gurun-Mu yang luas

Aku hanyalah setetes embun di lautan-Mu yang meluap hingga ke seluruh samudera

Aku hanya sepotong rumput di padang-Mu yang memenuhi bumi

Aku hanya sebutir kerikil di gunung-Mu yang menjulang menyapa langit

Aku hanya selonggok bintang kecil yang redup di samudera langit Mu yang tanpa batas.

Ya Allah,

Hamba yang hina ini menyedari tiada artinya diri ini di hadapan Mu.

Tiada Engkau sedikitpun memerlukanku,

Tapi hamba ini terus menggantungkan segunung harapan pada Mu.

Ya Allah,

Ibadahku hanya sepercik air

Bagaimana mungkin sepercik air ini dapat memadamkan api neraka Mu.

Betapa sedar diri ini begitu hina dihadapan-Mu.

Jangan jadikan hamba hina dihadapan makhluk-Mu.

Diri yang tangannya banyak maksiat ini,

Mulut yang banyak maksiat ini,

Mata yang banyak maksiat ini,

Hati yang telah dikotori oleh noda ini,

Yang memiliki keinginan setinggi langit,

Mungkinkah hamba yang hina ini menatap wajahMu Yang Mulia?

Ya Allah,

Ampunilah aku dan saudara-saudaraku yang telah memberi arti dalam hidupku,

Berikanlah kejayaan dan mudahkanlah urusan mereka,

Mungkin tanpa kami sedari,

Kami pernah melanggar aturan Mu.

Ya Allah...ya Tuhanku

Kami semua fakir di hadapan MU

Tapi juga kikir dalam mengabdi kepada MU

Semua makhlukMU meminta kepada MU dan pintaku...

Ampunilah aku dan sudara-saudaraku yang telah memberi arti dalam hidupku

Permudahkanlah urusann mereka...

Mungkin tanpa kami sedari , kami pernah melanggar aturanMU

Melanggar aturan qiyadah kami, bahkan terlena dan tak mahu tahu akan amanah

Yang telah Tuhan percayakan kepada kami...

Ampunilah kami...

Pertemukan kami dalam syurga MU dalam bingkai kecintaan kepadaMU

Ya Allah,

Siangku tak selalu dalam iman yang teguh,

Malamku tak senantiasa dibasahi airmata taubat,

Pagiku tak selalu terhias oleh zikir kepada Mu,

Begitulah si lemah ini dalam upayanya yang sedikit

Janganlah kau cabut nyawaku dalam keadaan lupa pada Mu,

Atau dalam maksiat kepada Mu.

Ya Tuhanku tutuplah untuk kami dengan sebaik-baiknya penutupan !!!

Ya Allah,

Kami bukanlah hamba Mu yang pantas memasuki syurga firdaus Mu,

Tidak pula kami mampu menanggung akan siksa api neraka Mu,

Berilah hamba Mu ini ampunan, dan hapuskanlah dosa-dosa kami,

Sesungguhnya hanya Engkaulah Sang Maha Pengampun.

Ya Allah,

Dosa-dosa kami seperti butiran pasir dipantai,

Anugerahilah kami ampunan wahai Yang Maha Agung,

Umur kami semakin berkurang setiap hari,

Tapi dosa-dosa kami terus bertambah.

Adakah pintu taubatku masih terbuka?

Ya Allah,

Hamba Mu yang penuh maksiat ini bersimpuh menghadapMu,

Ku akui dosa-dosaku dan memohon ampun kepadaMu,

Ampunilahku Ya Allah,

Kerana hanya Engkaulah Sang Pemilik Ampunan ...

Ya Allah, ya Tuhanku

Tutuplah untuk kami dengan sebaik-baiknya penutupan !!

Dan kita tidak punya pilihan lain selain mengakuinya. Lalu Ia mengatakan,”Wahai

hambaKU, sungguh Aku telah menutupi dosamu itu ketika engkau masih di dunia,

maka hari inipun Aku tutupi dan Aku ampuni ia.” ( hadist riwayat bukhari )

Sunday, November 13, 2011

Hina Dianggap Mulia

Meniru adalah tabiat manusia. Sangat sulit bagi kita untuk tidak meniru. Toh, tak selalunya meniru itu buruk. Tergantung siapa yang ditiru, dalam hal apa dan bagaimana kita meniru. Ada nasihat orang arif di zaman dahulu, “Tasyabbahu, in lam takuunu mitslahum, fa innat tasyabbaha bil kiraam falaah,” Tirulah (orang mulia), kalaupun kamu tidak bisa persis mereka, sesungguhnya meniru orang yang mulia itu adalah keberuntungan.
 
Persoalannya adalah, terpampang di hadapan manusia banyak sekali pilihan yang memungkinkan untuk ditiru. Dari yang sekaliber dunia, hingga yang tingkatan lokal. Dari yang paling baik, hingga yang paling buruk, dan dari zaman Adam hingga zaman kita sekarang, dari yang berujud sosok perorangan maupun kaum atau golongan.

Pedoman umumnya sama, bahwa semua orang pasti memilih meniru tokoh atau kaum yang dianggapnya mulia, lebih mulia dari posisinya sekarang ini. Hanya saja, penilaian tentang siapa yang mulia dan siapa yang hina berbeda-beda, tergantung dari sisi mana mereka memandang.
Bila Diukur dengan Kaca Mata Dunia

Ketika era generasi sekarang terjangkiti penyakit akut bernama al-wahn , dengan indikasi hubbud dunya wa karahiyatul maut (gandrung dunia dan takut mati), maka kaca mata duniawi menjadi sudut pandang paling utama. 

Ukuran mulia adalah kemewahan dan kebebasan dalam mengekspresikan apa yang diinginkan. Kaum dengan tipe seperti inilah yang hari ini dianggap mulia, untuk kemudian dijadikan sebagai panutan dan idola.

Simpel kata, sekarang banyak yang menjatuhkan pilihannya kepada komunitas Barat untuk ditiru. Mereka merasa bisa ’nebeng’ mulia apabila bisa mengikuti jejak mereka, mirip dengan mereka atau bahkan sekedar ikut-ikutan dan ’mengcopy-paste’ tradisi mereka. Padahal, mereka adalah representasi dari kaum Yahudi dan Nasrani, atau bahkan orang kafir secara umum.

Hal mana Nabi Shallalahu alaihi Wasallam sudah mengingatkan sejak lama dengan sabdanya,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَ ذِرَاعًا بِذِرَاعٍ , حَتَّى لَوْ سَلَكُوْا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوْهُ قُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ, اَلْيَهُوْدَ وَ النَّصَارَى ؟ قَالَ فَمَنْ ؟


“Kalian sungguh-sungguh akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampai seandainya mereka masuk ke lubang dhabb (semacam biawak), niscaya kalian akan masuk pula ke dalamnya. Kami (sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau berkata, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR Bukhari dan Muslim)

Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim menjelaskan tentang hadits di atas, “Yang dimaksud dengan sejengkal, sehasta dan penyebutan lubang dhabb dalam hadits ini menggambarkan betapa semangatnya umat ini mencocoki umat terdahulu dalam penyelisihan dan maksiat, mencontoh mereka dalam segala sesuatu yang dilarang dan dicela oleh syariat.”

Karena gandrungnya terhadap Barat, apapun yang berasal dari Barat diadopsi sebagai pegangan dan tradisi. Meskipun berupa perilaku maksiat, maupun pola pikir yang bertentangan dengan syariat. Pergaulan bebas dengan lawan jenis, kebiasaan minum khamr, nyanyian-nyanyian yang mengobral kata-kata cabul, dandanan yang mengumbar aurat dan pola pikir liberal adalah sebagian produk Barat menu utama yang dikonsumsi umat. Apalagi, media yang entah memiliki kepentingan sama dengan Barat, atau karena alasan komersil menjadi sarana yang sangat efektif menyebar ’virus’ tasyabbuh (sikup meniru) terhadap budaya Barat.

 Padahal Mereka Hina
 
Adalah naif, jika kaum muslimin terkesima dan terpesona oleh keglamouran Barat. Atau menganggap mereka mulia, sehingga dengan suka hati menjadi penerus budaya mereka. Tidak layak pula kaum muslimin minder, apalagi bersedih lantaran tidak bisa bebas seperti mereka. 

Karena kemuliaan kita terletak pada keimanan yang kita pegangi, dan kehinaan itu apabila kita tanggalkan ketaatan dan keimanan, lalu menggantinya dengan dosa dan kekafiran. Bagaimana mungkin kita menganggap orang kafir mulia, sementara Allah menganggap mereka makhluk paling hina,

”Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke naar Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS al-Bayyinah 6)

Bila ditanya mengapa mereka dianggap hina, akan banyak alasan yang kita temukan dalam ayat-ayat maupun kalam rasul-Nya. Kehinaan suatu kaum bisa ditilik dari rendahnya tujuan dan cita-cita. Orang-orang kafir itu hina, karena puncak obsesi mereka adalah dunia yang hina, yang paling mereka buru adalah kenikmatan yang fana, tak sebanding dengan kenikmatan akhirat, baik dari sisi kadar maupun masanya. 

Allah telah menyingkap ‘goal setting’ yang diimpikan mereka,
Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka.” (QS. an-Najm 29-30).

Yakni, memburu kesenangan duniawi adalah obsesi terbesar mereka. Padahal, gambaran remehnya nilai dunia dibanding akhirat digambarkan Nabi saw seumpama tetesan air yang menempel di jari-jari, dibanding seluruh air di samudera, sungguh tak terukur jauhnya selisih antara keduanya. 

Karena murahnya dunia di sisi Allah, maka Allah memberikan kekayaan dunia kepada siapapun, tanpa membedakan yang mukmin dan yang kafir, yang dicinta maupun yang dibenci. Andai saja dunia itu berharga di sisi Allah, tentu Dia hanya akan menganugerahkan kepada orang-orang yang dicintainya saja. Rasulullah SAW bersabda,

                                  لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ


“Seandainya dunia itu di sisi Allah senilai dengan sebelah sayap nyamuk, niscaya Allah tidak memberikan minum kepada orang kafir, meski hanya seteguk air.” (HR Tirmidzi, beliau mengatakan shahih)

Begitu remeh cita-cita orang yang tak beriman. Yang karenanya, sehebat apapun mereka, Allah menganggapnya sebagai kaum yang tidak berakal, tidak memahami dan tidak mengetahui?Bagaimana mereka jadikan dunia sebagai tujuan akhir hidupnya, sedangkan ujung dari kehidupannya adalah kematian? Boleh jadi ajal datang sebelum mereka sempat menikmati jerih payahnya, selain hanya sedikit saja. 
Pun, kenikmatan yang remeh temeh itu harus dibayar dengan penderitaan yang kekal di neraka. Maha Suci Allah yang berrfirman,

”Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.” (QS. Ali Imran 196 – 197)

Mereka Juga Menderita

Mungkin umat yang meniru orang kafir hanya melihat yang enak-enak saja dari mereka. Seakan hidup tanpa beban, bersenang-senang dan menyalurkan keinginan sesuka hati. Padahal, realitanya tak seperti yang mereka duga. Tak ada satupun manusia hidup tanpa pernah menghadapi masalah. 

Selalu dan pasti ada dua warna dalam hidup, sedih dan gembira, sehat dan sakit, tangis dan tertawa serta kemudahan dan kesulitan. Justru orang yang beriman memiliki nilai sangat lebih dibanding orang-orang kafir,

“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (QS. An-Nisa’ 104)

Harapan inilah yang menjadi faktor peringan dari beban insan beriman. Harapan untuk mendapatkan ganti yang lebih baik di dunia, pahala yang lebih besar lagi di sisi Allah, dan juga harapan terhapusnya dosa dan kesalahan. 

Karena sekecil apapun musibah menimpa insan beriman, bisa menghapus dosa-dosanya. Nabi saw bersabda,


مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى شَوْكَةٌ فَمَا فَوْقَهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا سَيِّئَاتِهِ ، كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا
”Tiada seorang muslim pun yang ditimpa suatu gangguan, baik karena duri maupun yang lebih berat, kecuali Allah menghapus kesalahan-kesalahannya, sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR Bukhari)


Berbeda dengan mereka. Tak ada alasan yang meringankan, tak ada pula kompensasi di akhirat atas musibah yang dideritanya. 
Derita dunia bagi mereka hanyalah ’pendahuluan’ dari siksa yang akan menimpa mereka di akhirat. 
Maka layakkah kita meniru kaum yang memiliki masa depan begitu suram seperti mereka? 

Alangkah indah motto Khalifah Umar bin Khathab, Innaa qaumun a’azzanallahu bil Islam, falan nabtaghil ’izzah bighairihi. Kami adalah suatu kaum yang telah Allah muliakan dengan Islam, maka kami tidak mengharapkan lagi kemuliaan selain dengannya. Wallahu a’lam.

Untuk Para Saudaraku yang Tersakiti

 

Menyakiti dan disakiti adalah bagai dua sisi mata uang. Namun bagi sebagian orang, dunia ini adalah hanya tentang ego mereka. Mereka bisa sekehendak mereka berbuat jahat dan mainkan semau nafsu kapanpun dan dimanapun. Sampai- sampai mereka lupa bahwa ada sang Maha dari semua itu, yang dapat bertindak bahkan melampaui nalar normal manusia, untuk menuntun mereka memanen semua tindakan jahat mereka. 

Bagi pihak yang tersakiti, kesedihan terasa begitu dalam dan membekas. Tidak ada satu resep dokterpun yang ampuh untuk menyembuhkan dendam. Ya, dendam yang akhirnya menghasut diri agar bertindak bahkan lebih kejam dari yang pernah diterimanya.

Terkadang kita lupa, masih ada kamera 24 jam yang dengan Maha bijaksananya akan bertindak adil kepada kita. Tak perlu kawatir, bahkan tindakan itu dijamin akan lebih canggih dari yang pernah kita duga. Lalu untuk apa harus ada berkarib dengan dendam?

Dendam adalah sangat erat kaitannya dengan sebuah rasa putus asa. Jika anda ingin sembuh dan bahagia seperti sedia kala, jangan menyerah kepada perasaan putus asa itu, yang dengan kata lain mengiklaskan diri anda anda sendiri untuk jatuh lebih dalam pada sebuah penderitaan. 

Kehidupan adalah bukan hanya tentang orang yang telah menyakiti anda. Jangan memfokuskan fikiran hanya untuk seseorang yang jelas- jelas sudah tidak menghargai keberadaan dan menyakiti anda yang begitu berharga.

Anda begitu berharga, anda begitu istimewa saat diciptakan oleh Allah Subhanahu Wataala sampai- sampai Dia mengajarkan kepada anda sebuah kebaikan lewat jalan yang unik yaitu kesabaran. Karena justru sabar adalah cara instan pemuliaan atas diri anda sendiri. Tidak percaya?.. mari kita refresh kembali ayat ini,

"Apakah kamu mengira akan masuk surga padahal belum datang kepadamu (ujian) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kami. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, diguncang (dengan berbagai cobaan). Sehingga Rosul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, "Kapankah datang pertolongan Allah?" Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat."
(QS. Al-Baqarah: 214)

Dan janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman."
( QS AL Imran (3) : 139 )

"Sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dan sedikit ketakutan, penyakit, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar ".
(QS. Al Baqarah : 153 )

Sekali lagi, sabar adalah cara instan pemuliaan atas diri anda sendiri. Jangan terluka jika kalimat dan tindakan sabar anda, belum- belum sudah dicibir sekian banyak orang, namun lihatlah betapa anda menjadi manusia ajaib yang begitu disayang Allah, ditengah- tengah orang yang lengah dalam mendidik dirinya. Andalah pemenang dari kasus kehidupan anda kali ini.

Yakinlah, sungguh Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya bersedih berlama-lama. Apa lagi jika kesedihannya adalah hal dan upaya untuk membesarkan dan membahagiakan diri dan sesama yang dicintai, apalagi jika untuk semua itu, anda harus melalui proses yang berjudul tersakiti.

Kesalahan bukan anda yang membuatnya, kesakitan bukan anda yang menginginkannya. Anda hanyalah korban dari sebuah keadaan yang kurang berpihak, namun jelas menjadi penguji kualitas iman untuk menjadi lebih baik. Jangan bersedih sekalipun semua didunia tidak mengharapkan dan menyakiti anda, karena anda ada di dunia adalah karena kehendak dan lahir dari kasih sayang Allah sang maha kuasa.

Hidup adalah tentang belajar, kita akan belajar bersama ketakutan, kesedihan, kehilangan, disakiti, didholimi dan sebagainya. dan walaupun sakit dan perih, namun kita harus berjuang untuk memaknainya.Karena Allah tak akan menguji melebihi kemampuan kita. Allah sayang kepada kita. Jika memang pengertian masih tidak bisa diajak kompromi dengan pedihnya perasaan,ingatlah satu hal.

Keegoisan diri bukan satu hal yang dapat membaikkan sesama, begitu pula untuk diri anda sendiri. Mengalah sedikit untuk meredam amarah justru akan melegakan diri. 

Selalu ada orang yang mulia dan hina di dunia ini, dan anda telah menjadi mulia dengan memaafkan. 

Andalah yang perkasa, karena dapat tegak dalam luka dan derita. Dari situ kitapun dapat belajar untuk mengerti dengan menerima hidup ini dengan segala pernak perniknya, karena pengertian adalah ilmu kehidupan.
...Selalu ada orang yang mulia dan hina di dunia ini, dan anda telah menjadi mulia dengan memilih untuk memaafkan...
Bangkitlah, jangan biarkan diri hanya mengurusi perasaan khawatir, sakit dan pedihnya hati yang anda anggap dapat menjadikannya sebagai obat mujarab penyembuh segala derita dan yang akan mendamaikan Anda.

Segera berlakulah tegas melakukan yang sudah Anda ketahui untuk harus dilakukan, dan tunjukan bahwa anda adalah istimewa, tunjukkan bahwa anda adalah pribadi yang murah hati dan yang terlalu berharga untuk disakiti. Sehingga perasaan menyesal dan menghukum diri sendiri akan seketika mengakrabi orang yang telah menyakiti anda.

Jagalah hati agar tetap damai, karena bentuk hati akan menentukan cerita episode anda selanjutnya.
Cinta itu indah, dan cinta tidak menyakiti. Kebesaran, keanggunan, kesabaran dan kemaafaan yang tetap anda jaga dalam tersayatnya perasaan tersakiti, menjadi bukti ampuh bahwa anda menjadi perwujudan indahnya kasih sayang Allah yang maha mencintai. 

Dan insyaallah, Allah selalu mencintai orang- orang yang sabar

sumber:Voa-Islam.com

Saturday, November 5, 2011

Surat Cinta sang Suami kepada sang Istri

 

Ada seorang istri yang memiliki suami yang seorang insinyur. Dia mencintai sifatnya yang alami dan menyukai perasaan hangat yang muncul dihati saya ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.


Setelah tiga tahun dalam masa perkenalan dan dua tahun dalam masa pernikahan, si istri mulai merasa lelah. Alasan-alasan dia mencintai suaminya dahulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.

“Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen.” ungkapan yg selalu muncul dibenaknya.

“Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan pada dirinya. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.” pikiran sang istri yg selalu bergelanyut di kepalanya.

Suatu hari, sang istri memberanikan diri untuk mengatakan keputusannya kepada sang suami, bahwa dia menginginkan perceraian.

“Mengapa ?”, sang suami bertanya dengan terkejut.
“Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan”. jwb sang istri.

Si suami terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya,
tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.

Kekecewaan sang istri semakin bertambah, merasa suaminya adalah seorang pria yang tidak dapat mengekspresikan perasaannya, “Apalagi yang bisa saya harapkan darinya ?” gerutunya dalam hati.

Dan akhirnya sang suami bertanya, “Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?”.
Sang istri menatap mata suaminya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan,
“Saya punya pertanyaan, jika kamu dapat menemukan jawabannya di dalam hati, saya akan merubah pikiran saya “.

“Sayangku, seandainya saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung, akan tetapi kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu kamu akan mati, apakah kamu akan melakukannya untukku ?” lanjut sang istri.

Si suami termenung dan akhirnya berkata, “Saya akan memberikan jawabannya besok”.
Hati si istri langsung gundah mendengar respon suaminya seperti itu.

Keesokan paginya, sang suami tidak ada di rumah, dan sang istri menemukan selembar kertas dengan coretan tangan suaminya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat.

Disitu tertulis … “Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu,
tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya”.

Kalimat pertama ini menghancurkan hati sang istri, namun tetap penasaran untuk melanjutkan untuk membacanya.

” Kamu sering mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program-program di PC dan akhirnya menangis di depan monitor karena panik, namun saya selalu memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya.

Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu dan membukakan pintu untukmu ketika pulang.

Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu.

Kamu selalu pegal-pegal pada waktu “teman baikmu” datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal.

Kamu senang diam di rumah dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi “aneh”.
Dan saya harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami.

Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku sambil tidur dan itu semua tidak baik untuk kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu.
Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai,
menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu .

Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati.
Karena saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku.
Sayangku, saya tahu ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari apa
yang dapat aku lakukan. Namun jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku tidak juga cukup bagimu, maka aku tidak akan bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu “.

Air mata sang istri jatuh ke atas tulisan suaminya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi dia tetap berusaha untuk membacanya.

” Sayang, kamu telah selasai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita,saya sekarang sedang berdiri didepan menunggu jawabanmu. Jika kamu tidak puas sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia “.

Sang istri segera berlari membuka pintu dan melihat suaminya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaan istrinya.

“Oh… kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintaiku.” ucap sang istri sambil terisak memeluk suaminya.

Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari
hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu.

Friday, November 4, 2011

Kader-Kader Manja

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivyvmKSqlm3rY_liQyah2a58ZUUavckPI2E_0fZMX5F3a70x9BOa7oqq3U-GVoj3iw8fcw9FO24X_N4cDY5lss6cAiGBhHPBZ8kanvs90Odkyq4rx9A4Ew_CjukvHv7jk2rg0yXm91NJDI/s320/Bingkai+Kehidupan.jpg
Duh kader-kader manja, maunya selalu mendapat, tapi enggan memberi.  Maunya diperhatikan, tapi tak mau memperhatikan. Maunya dihargai, tapi tak mau menghargai.

Duh kader-kader manja, merasa paling dibutuhkan dalam dakwah hingga tinggi hati menyerang niat nan suci. Merasa paling berkontribusi tapi lupa diri, bahwa yang diperbuatnya tak begitu berarti.

Duh kader-kader manja, masalah pribadi jadi masalah lembaga. Harusnya fokus memikirkan umat, tapi sibuk mengungkit masalah internal yang dibuat buat. Kapan kita geraknya sobat?

Duh Kader-kader manja, selalu enggan datang rapat, kalaupun datang pasti bilangnya “afwan telat”

Duh kader-kader manja, inginnya selalu instan. Ingin dapet jabatan. Ingin terlihat mapan. Kalau tidak berhasil jadinya menjauh dari perkumpulan. Barisan patah hati pun jadi bermunculan.

Duh kader-kader manja, ingin ini ingin itu tapi tak mau bergerak. Hanya bisa berteriak-teriak, duh sampe suaranya serak, tak banyak manfaat.

Duh kader-kader manja, senangnya mengkritisi tapi tak memberi solusi, panjang lebar berdiskusi tapi tak ada aksi.

Duh kader-kader manja,
ternyata usia tak selalu berbanding lurus dengan kedewasaan. Bersikap seperti anak-anak padahal beban dakwah semakin banyak. Umat ini sedang butuh kontribusimu, jangan kau tambah lagi masalah umat dengan kemanjaanmu. Ingat, Komitmen kita di jalan dakwah ini akan Allah bayar, jauh lebih mahal dari materi yang selama ini kita kejar. Jadi jangan beralasan meninggalkannya hanya karena disibukkan dengan permasalahan-permasalahan pribadi. Syurga itu amat mahal takkan dapat dicapai dengan upaya seadanya saja.
Buanglah sifat manja, buktikan bahwa kita kader-kader dakwah yang siap bekerja untuk umat dan bangsa.


email
print
dakwatuna.com
Sumber:Jupri Supriadi/dakwatuna.com

Beginilah Tarbiyah Mengajarkan Kami…

 http://3.bp.blogspot.com/-dNfxsrKY1v8/TpjvbWdLUII/AAAAAAAAAi4/hOyIttRFeTY/s72-c/tarbiah.jpg

Tarbiyah.. adalah semacam pelepas dahaga bagi kami, ia memancarkan air ia memancarkan cahaya untuk menembus langsung pada jiwa-jiwa kami.

Tarbiyah adalah pendidikan namun bukan hanya terhenti pada titik itu, ia melepaskan jiwa yang tadinya hanya terbelenggu oleh mata “dunia” saja menjadi jiwa yang mampu menaklukkan dunia dengan satu tujuan yakni Ridha Allah SWT.

Lalu seperti apa tarbiyah itu? Tarbiyah itu membuat jiwa yang kering menjadi basah, membuat jiwa yang lemah menjadi kuat. tarbiyah yang kami dapatkan bukanlah hanya sekedar transfer pengetahuan, namun juga berikut aplikasi dari ‘ilmu itu. Tarbiyah yang kami jalani adalah tarbiyah yang hidup di tengah-tengah kehidupan kami, bukan hanya saat pertemuan pekanan yang disebut liqo’ namun tarbiyah itu ada pada kami walaupun kami hanya sendirian.

Kader tarbiyah adalah manusia sama seperti Anda..ia juga lupa dan salah, namun tarbiyah telah ajarkan kami bagaimana agar hidup ini dijalani dengan berusaha sekuat tenaga untuk selalu ingat kepada Allah SWT mengikuti sunnah Rasulullah SAW, mencintai ulama dan umaro dan juga kaum mukmin lainnya serta menjaga hubungan baik dengan non muslim.

Tarbiyah mengajarkan kepada kami untuk menjalani hidup dengan kejujuran, menjalani hidup dengan optimis, menjalani hidup dengan perasaan cinta sebagai makhluk Allah SWT kepada makhluk lainnya. Maka apa ada yang salah dengan kami? Karena itulah kami berusaha untuk masuk ke semua elemen dalam bangsa ini, karena satu alasan yakni kami juga punya saham di negeri ini sebagai anak bangsa yang tak ingin negerinya terpuruk terus menerus..

Tarbiyah ajarkan kami untuk bekerja tak kenal lelah, maka Anda semua tak perlu heran terkadang dini hari kami di pelosok desa, siang hari di luar kota dan malam hari harus rapat untuk urusan umat. kami coba resapi taushiyah guru kami KH Rahmat Abdullah,

“Memang seperti itu dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai”.

“Lagi-lagi memang seperti itu. Dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yang menempel di tubuh rentamu. Tubuh yang luluh lantak diseret-seret. Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari”.

“Seperti itu pula kejadiannya pada rambut Rasulullah. Beliau memang akan tua juga. Tapi kepalanya beruban karena beban berat dari ayat yang diturunkan Allah”.

“Sebagaimana tubuh mulia Umar bin Abdul Aziz. Dia memimpin hanya sebentar. Tapi kaum muslimin sudah dibuat bingung. Tidak ada lagi orang miskin yang bisa diberi sedekah. Tubuh mulia itu terkoyak-koyak. Sulit membayangkan sekeras apa sang Khalifah bekerja. Tubuh yang segar bugar itu sampai rontok. Hanya dalam dua tahun ia sakit parah kemudian meninggal. Toh memang itu yang diharapkannya; mati sebagai jiwa yang tenang”.

“Dakwah bukannya tidak melelahkan. Bukannya tidak membosankan. Dakwah bukannya tidak menyakitkan. Bahkan juga para pejuang risalah bukannya sepi dari godaan kefuturan”.

“Tidak. Justru kelelahan. Justru rasa sakit itu selalu bersama mereka sepanjang hidupnya. Setiap hari. Satu kisah heroik, akan segera mereka sambung lagi dengan amalan yang jauh lebih tragis”.

Saudaraku.. Tarbiyah mengajarkan banyak hal kepada kami untuk selalu bekerja.. Selalu berusaha menebarkan kebaikan dalam setiap saat meski terkadang lelah mendera, meski harus berhadapan dengan sebuah kondisi sulit dalam kehidupan pribadi kami namun tarbiyah sekali lagi mengajarkan kepada kami bahwa umat ini lebih kami cintai dibanding diri kami sendiri.

Maka kami akan terus bergerak.. Terus melaju untuk menyebarkan cinta, untuk menyebarkan sebuah kalimat Islam itu rahmatan lil ‘alamin itu saja

Sumber: Ridwan, SE/dakwatuna.com
Flower 53