Oleh : Ayat Al Akrash
Alangkah indahnya Islam. Kedudukan
manusia dinilai dari ketaqwaannya, bukan dari gendernya. Ini adalah
strata terbuka sehingga siapa saja berpeluang untuk memasuki strata
taqwa.
Ikhwan dan akhwat adalah dua makhluk Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang berbeda. Ikhwan, sebagaimana ia, memang diciptakan lebih
dominan rasionalitasnya karena ia adalah pemimpin bagi kaum hawa.
Akhwat, sebagaimana ia, memang diciptakan lebih dominan sensitivitas
perasaannya karena ia akan menjadi ibu dari anak-anaknya.
“Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. 9: 71)
Di lapangan, ikhwan dan akhwat harus
menjaga hijab satu sama lain, namun tentu bukan berarti harus memutuskan
hubungan, karena dalam da’wah, ikhwan dan akhwat adalah seperti satu
bangunan yang kokoh, yang sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian
yang lain.
Belakangan ini menjadi sebuah fenomena baru di
berbagai LDK kampus tentang sedikit ‘konfrontasi’ ikhwan dengan akhwat.
Tepatnya, tentang kurang cepat tanggapnya da’wah para ikhwan yang
notabene adalah partner da’wah dari akhwat.
Patut menjadi
catatan, mengapa ADK akhwat selalu lebih banyak dari ADK ikhwan. Walau
belum ada penelitian, tetapi bila melihat data kader, pun data massa
dimana jumlah akhwat selalu dua sampai tiga kali lipat lebih banyak
dibandingkan ikhwan, maka dapat diindikasikan bahwa ghirah, militansi
dan keagresifan berda’wah akhwat, lebih unggul. Meski memang hidayah itu
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun tentu kita tak dapat mengabaikan
proses ikhtiar.
Akhwat Militan, Perkasa dan Mandiri? Sejak
kapankah adanya istilah Akhwat militan, perkasa dan mandiri ini?
Berdasarkan dialog-dialog yang penulis telaah di lapangan, dan di
beberapa LDK, ternyata hampir semua akhwat memiliki permasalahan yang
sama, yaitu tentang kurang cepat tanggapnya ikhwan dalam menghadapi
tribulasi da’wah. Bahkan ada sebuah rohis yang memang secara turun
temurun, kader-kader akhwatnya terbiasa mandiri dan militan. Mengapa?
Karena sebagian besar ikhwan dianggap kurang bisa diandalkan. Dan ada
pula sebuah masjid kampus di Indonesia yang hampir semua agenda
da’wahnya digerakkan oleh para akhwat. Entah hilang kemanakah para
ikhwan.
Akibat seringnya menghadapi ikhwan semacam ini, yang
mungkin karena sangat gemasnya, penulis pernah mendengar doa seorang
akhwat, “Ya Allah…, semoga nanti kalau punya suami, jangan yang seperti
itu… (tidak cepat tanggap–red),” ujarnya sedih. Nah!
Ikhwan GANTENG
Lantas
bagaimanakah seharusnya ikhwan selaku partner da’wah akhwat? Setidaknya
ada tujuh point yang patut kita jadikan catatan dan tanamkan dalam
kaderisasi pembinaan ADK, yaitu GANTENG (Gesit, Atensi, No reason,
Tanggap, Empati, Nahkoda, Gentle). Beberapa kisah tentang ikhwan yang
tidak GANTENG, akan dipaparkan pula di bawah ini.
(G) Gesit dalam da’wah
Da’wah
selalu berubah dan membutuhkan kegesitan atau gerak cepat dari para
aktivisnya. Ada sebuah kisah tentang poin ini. Dua orang akhwat
menyampaikan pesan kepada si fulan agar memanggil ikhwan B dari masjid
untuk rapat mendesak. Sudah bisa ditebak…, tunggu punya tunggu…, ikhwan B
tak kunjung keluar dari masjid. Para akhwat menjadi gemas dan
menyampaikan pesan lagi agar si fulan memanggil ikhwan C saja. Mengapa?
Karena ikhwan C ini memang dikenal gesit dalam berda’wah. Benar saja,
tak sampai 30 detik, ikhwan C segera keluar dari masjid dan menemui para
akhwat. Mobilitas yang tinggi.
(A) Atensi pada jundi
Perhatian
di sini adalah perhatian ukhuwah secara umum. Contoh kisah bahwa ikhwan
kurang dalam atensi adalah ketika ada rombongan ikhwan dan akhwat
sedang melakukan perjalanan bersama dengan berjalan kaki. Para ikhwan
berjalan di depan dengan tanpa melihat keadaan akhwat sedikitpun, hingga
mereka menghilang di tikungan jalan. Para akhwat kelimpungan.., nih
ikhwan pada kemana? “Duh.., ikhwan ngga’ liat-liat ke belakang apa ya?”
Ternyata para ikhwan berjalan jauh di depan, meninggalkan para akhwat
yang sudah kelelahan.
(N) No reason, demi menolong
Kerap kali,
para akhwat meminta bantuan ikhwan karena ada hal-hal yang tidak bisa
dilakukan oleh akhwat. Tidak banyak beralasan dalam menolong adalah poin
ketiga yang harus dimiliki oleh aktivis. Contoh kisah kurangnya sifat
menolong adalah saat ada acara buka puasa bersama anak yatim. Panitia
sibuk mempersiapkannya. Untuk divisi akhwat, membantu antar departemen
dan antar sie adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan. Para akhwat
ini kemudian meminta tolong seorang ikhwan untuk memasang spanduk.
“Afwan ya…, amanah ane di panitia kan cuma mindahin karpet ini…,” jawab
sang ikhwan sambil berlalu begitu saja karena menganggap tugas itu
bukanlah amanahnya.
(T) Tanggap dengan masalah
Permasalahan
da’wah di lapangan semakin kompleks, sehingga membutuhkan aktivis yang
tanggap dan bisa membaca situasi. Sebuah kisah, adanya muslimah yang
akan murtad akibat kristenisasi di sebuah kampus. Aktivis akhwat yang
mengetahui hal ini, menceritakannya pada seorang ikhwan yang ternyata
adalah qiyadahnya. Sang ikhwan ini dengan tanggap segera merespon dan
menghubungi ikhwan yang lainnya untuk melakukan tindakan pencegahan
pemurtadan.
Kisah di atas, tentu contoh ikhwan yang tanggap. Lain
halnya dengan kisah ini. Di sebuah perjalanan, para akhwat memiliki
hajat untuk mengunjungi sebuah lokasi. Mereka kemudian menyampaikannya
kepada ikhwan yang notabene adalah sang qiyadah. Sambil
mengangguk-angguk, sang ikhwan menjawab, “Mmmm….” “Lho… terus gimana?
Kok cuma “mmmmm”…” tanya para akhwat bingung. Sama sekali tidak ada
reaksi dari sang ikhwan. “Aduh… gimana sih….” Para akhwat menjadi
senewen.
(E) Empati
Merasakan apa yang dirasakan oleh jundi.
Kegelisahan para akhwat ini seringkali tercermin dari wajah, dan lebih
jelas lagi adalah dari kata-kata. Maka sebaiknya para ikhwan ini mampu
menangkap kegelisahan jundi-jundinya dan segera memberikan solusi.
Contoh
kisah tentang kurang empatinya ikhwan adalah dalam sebuah perjalanan
luar kota dengan menaiki bis. Saat telah tiba di tempat, ikhwan-akhwat
yang berjumlah lima belas orang ini segera turun dari bis. Dan bis itu
melaju kembali. Para akhwat sesaat saling berpandangan karena baru
menyadari bahwa mereka kekurangan satu personel akhwat, alias,
tertinggal di bis! Sontak saja para akhwat ini dengan panik, berlari dan
mengejar bis. Tetapi tidak demikian halnya dengan ikhwan, mereka hanya
berdiri di tempat dan dengan tenang berkata, “Nanti juga balik lagi
akhwatnya.”
(N) Nahkoda yang handal
Laki-laki adalah pemimpin
bagi kaum wanita. Ia adalah nahkoda kapal. Lantas bagaimanakah bila sang
nahkoda tak bergerak? Alkisah, tentang baru terbentuknya kepengurusan
rohis. Tunggu punya tunggu…, hari berganti hari, minggu berganti minggu,
ternyata para ikhwan yang notanebe adalah para ketua departemen, tak
kunjung menghubungi akhwat. Akhirnya, karena sudah “gatal” ingin segera
gerak cepat beraksi dalam da’wah, para akhwat berinisiatif untuk
“menggedor” ikhwan, menghubungi dan menanyakan kapan akan diadakan rapat
rutin koordinasi.
(G) Gentle
Bersikap jantan atau gentle,
sudah seharusnya dimiliki oleh kaum Adam, apatah lagi aktivis. Tentu
sebagai Jundullah (Tentara Allah) keberaniannya adalah di atas rata-rata
manusia pada umumnya. Namun tidak tercermin demikian pada kisah ini.
Sebuah kisah perjalanan rihlah. Rombongan ikhwan dan akhwat ada dalam
satu bis. Ikhwan di depan dan akhwat di belakang. Beberapa akhwat sudah
setengah mengantuk dalam perjalanan. Tiba-tiba bis berhenti dan
mengeluarkan asap. Para ikhwan segera berhamburan keluar dari bis.
Tinggallah para akhwat di dalam bis yang kelimpungan. “Ada apa nih?”
tanya para akhwat. Saat para akhwat menyadari adanya asap, barulah
mereka ikut berhamburan keluar. “Kok ikhwan ninggalin gitu aja…” ujar
seorang akhwat dengan kecewa.
Penutup
Fenomena
ketidak-GANTENG-an ikhwan ini, akan dapat berpengaruh pada kinerja
da’wah. Ikhwan dan akhwat adalah partner da’wah yang senantiasa harus
saling berkoordinasi. Masing-masing ikhwan dan akhwat memang mempunyai
kesibukannya sendiri, namun ikhwan dilebihkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala, yaitu sebagai pemimpin. Sehingga wajar saja bila yang dipimpin
terkadang mengandalkan dan mengharapkan sang qawwam ini bisa jauh lebih
gesit dalam berda’wah (G), perhatian kepada jundinya (A), tidak banyak
alasan dalam menolong (N), tanggap dalam masalah (T), empati pada jundi
(E), menjadi nahkoda yang handal (N) dan mampu memberikan perlindungan
(G).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
"Kaum laki-laki adalah
pemimpin (qawwam) bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)..." (QS.
An-Nisa':34).
Kita harapkan, semoga semakin banyak lagi
ikhwan-ikhwan GANTENG yang menjadi qiyadah sekaligus partner akhwat.
Senantiasa berkoordinasi. Ukhuwah di dunia, dan di akhirat. Amiin. []
PS
: Ayo kita budidayakan (memangnya ternak???) ikhwan GANTENG ini.
Dan
pada pembahasan selanjutnya, dapat dikupas tentang akhwat CANTIK. Nah,
untuk ini, biarkan ikhwan yang menulis ^ _ ^
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
-
▼
2012
(60)
-
▼
June
(13)
- Cerita Lucuuu
- Kisah wanita yang menjajakan keperawanannya
- Surat Cinta untuk Jiwaku dan Jiwamu
- Kuserahkan Putriku Padamu (Renungan untuk Para Suami)
- Pacaran Islami, Ngapusi !!!
- “Mengapa Ayam Menyeberang Jalan?” Versi Indonesia
- Hari-Hari Istimewa Dalam Islam
- Ketika Cinta Membuatmu Menangis
- 8 pengertian cinta dalam Al-Qur'an
- 5 Penyakit Berat yang Bersumber dari Perut
- Ikhwan GANTENG, Partner Sejati Akhwat?
- Larangan memakai JILBAB GAUL
- MAUKAH KAU HIDUP BERSAMAKU SAMPAI MATI?
-
▼
June
(13)
No comments:
Post a Comment