Ada yang lebuh suka menyelesaikan masalah dengan cara represif. Tapi kadang bersifat tindakan sportif. Saat dia bersinggungan dengan orang lain, maka dia akan mendatangi orang tersebut, berusaha mencari duduk perkara dengan jelas dan menyelesaikannya. Meski jalan penyelesaian yang harus ditempuh kadang adalah melalui jalan kekerasan. Misalnya ada seorang mahasiswa yang sedang bermasalah dengan kawannya. Kemudian dia mendatangi kawannya, berusaha menyelesaikan masalah. Berbicara antar keduanya. Bahkan tidak mengapa jika keduanya harus berkelahi. Asalkan dengan berkelahi itu menyelesaikan masalah. Sebab ada juga orang yang dengan berkelahi, rasa kesalnya terlampiaskan. Saya pribadi menganggap itu tidak masalah. Dan lebih baik. Ketimbang menyimpan masalah dalam diri, berlarut-larut tanpa penyelesaian. Asal jangan sampai berbunuh-bunuhan atau menyambung nyawa.
Cara yang lain dalam menyelesaikan masalah adalah dengan diam. Diam juga merupakan pilihan orang dalam menyelesaikan masalahnya. Adakalanya orang lebih suka memendam sendiri masalah dan marahnya ketimbang menyampaikannya kepada orang yang bersangkutan. Cara ini ada sisi positifnya dan ada sisi negatifnya. Sisi positifnya adalah meminimalisir atau mengurangi masalah yang semakin melebar dan membesar. Cukup dia yang merasakannya. Sisi negatifnya adalah dia harus menanggung sendiri masalah itu. Makan hati. Memendam sendiri rasa kesalnya. Tidak jarang, dengan diam masalah tidak selesai sebab orang yang berbuat salah tidak akan merasa salah karena tidak diberitahu bahwa dia salah. Walaupun, kadang dengan diam masalah akan selesai juga. Tapi sebaiknya, jika ada yang tidak enak terasa di hati kita, maka sebaiknya kita mengatakannya kepada yang bersangkutan. Jangan dipendam. Bisa menyebabkan jerawat. Agar semuanya menjadi jelas dan ada penyelesaian.
Selain itu, ada juga orang yang menghindar dari penyelesaian masalah dengan cara menyebarkan konfliknya kepada banyak orang. Biasanya, orang ini adalah orang yang tidak mampu memendam sendiri, dan tidak berani menyelesaikannya kepada yang bersangkutan. Dia malah bercerita atau menyebarluaskan konfliknya kepada orang lain. Orang semakin banyak yang tahu konflik yang terjadi di antara mereka. Jelas ini tidak baik. Sebab, bukannya mengatasi atau menyelesaikan masalah namun justru menambah masalah. Masalah tidak akan selesai sebab seperti mengobati penyakit, tidak diobati pada tempat yang tepat.
Masalah harus dicari penyelesaiannya, dan bukan malah diobral. Kita jangan jadi orang yang menyebarkan atau menjual masalah (problem seller) atau bahkan menjadi pembuat masalah (problem maker). Tetapi jadilah penyelesai bagi masalah (problem solving).
Tua itu pasti, dewasa itu pilihan. Umur kita pasti selalu bertambah, tapi tidak menjamin bertambahnya kedewasaan kita dalam menyikapi masalah. Yakinlah bahwa masalah tidak akan pernah lepas dari hidup kita. Bahkan saat mati pun, masalah belum selesai. Jangan berjiwa cengeng, ketika ada masalah kita lemah dan menyerah.
Konflik dengan orang lain hendaknya tidak memengaruhi kerja kita. Jangan jadi pengambek. Misalnya kita ingin mundur dari amanah sebagai ketua dalam sebuah acara karena ada kritikan atau konflik dengan anggota. Atau jika kita seorang sekretaris dalam sebuah organisasi, mengundurkan diri hanya karena disindir atas kinerja yang tidak bagus. Terlalu mulia amanah itu, untuk dikalahkan atau dikotori dengan sindiran, kritikan, atau konflik. Jawablah kritik atau sindiran itu dengan kinerja yang lebih baik. Jangan biarkan dia yang membenci kita, tertawa karena anggapan dia benar.
Mundurnya kita dari amanah itu, menyiratkan bahwa apa yang dituduhkan adalah benar. Mari, miliki jiwa besar untuk menyelesaikan masalah kita, baik masalah yang kecil ataupun yang besar.
No comments:
Post a Comment