Saturday, February 23, 2013

SIAPA SUAMI WANITA DI SURGA?



“Jika sampai waktunya, ketika jantung saya berhenti berdetak… Saya siap dan tidak takut meninggalkan dimensi saat ini, karena saya akan kembali bertemu Ainun. Insya Allah…” (BJ. Habibie)

Sebuah ungkapan cinta suci, sebuah pernyataan cinta sejati yang abadi. Apapun kata orang, Bapak Habibie selalu membuat kagum saya…

Namun, ada pertanyaan: "Apa iya, seseorang yang sudah menikah di dunia akan kembali bertemu istri atau suaminya kelak di akhirat?"

Untuk menjawab pertanyaan ini, Allah subhanahu wa ta’ala telah menjawabnya. Dia berfirman:

“Dan barangsiapa mengerjakan amal yang shalih, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam Surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab.” (QS. Al-Mu’min: 40)

“(yaitu) Surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang shalih dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya…” (QS. Ar-Ra’d: 23).

Demikianlah orang-orang mukmin hidup di Surga bersama dengan pasangannya. Dan seluruh penduduk Surga akan hidup bersama suami atau istri mereka, dan tidak ada satu pun yang membujang (tidak menikah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Dan di dalam Surga tidak ada orang yang membujang (tidak menikah).” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 5062).

Sungguh sangat beruntung bagi laki-laki shaleh yang dikehendaki Allah subhanahu wa ta’ala menjadi penghuni surga. Bagi mereka disediakan bidadari-bidadari yang belum disentuh oleh siapapun. Bidadari-bidadari yang tidak terbayangkan kecantikannya. Dan – dengan izin Allah - ia pun akan bertemu kembali dengan isterinya yang shalihah di dunia. Subhanallah…

Lalu ada pertanyaan, “Jika laki-laki di Surga mendapatkan bidadari, lalu apakah yang didapatkan oleh wanita?”. “Apakah ada bidadara Surga?”

Lebih jauh lagi, “Benarkah seorang istri akan berjumpa lagi dengan suaminya di dunia? Bagaimana jika seorang wanita menikah lagi setelah suami pertamanya meninggal dunia, apakah wanita itu kelak di akhirat akan menjadi istri bagi suaminya yang terakhir?”

Keadaan wanita di dunia ada enam:
1. Meninggal sebelum menikah.
2. Ditalak suami pertama, dan tidak menikah lagi sampai meninggal.
3. Menikah dengan lelaki yang bukan ahli surga. Misalnya, suaminya murtad atau melakukan kesyirikan.
4. Meninggal lebih dahulu sebelum suaminya.
5. Ditinggal mati suaminya, dan tidak menikah lagi sampai meninggal.
6. Ditalak atau ditinggal mati suaminya, kemudian menikah dengan lelaki lain.

Untuk menjelaskan keadaan-keadaan diatas, saya kutip penjelasan yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah.

1. Apabila wanita tersebut meninggal sebelum menikah,maka di surga kelak Allah subhanahu wa ta’ala akan menikahkan wanita tersebut dengan dengan seorang laki dari penduduk bumi berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

Dari Muhammad berkata: “Apakah mereka saling berbangga atau saling mengingatkan: kaum laki di surga lebih banyak atau wanita? Maka Abu Hurairah berkata: Bukankah Abul Qasim shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kelompok pertama yang masuk surga menyerupai bentuk bulan purnama, kemudian yang berikutnya secerah cahaya bintang di langit, setiap orang di sana memiliki dua orang istri, di mana dia dapat melihat sumsum mereka dari balik dagingnya. Dan di surga tidak ada bujangan” (HR Muslim No. 5062)

Syaikh Utsaimin berkata: “Apabila wanita tersebut belum pernah menikah di dunia maka Allah akan menikahkannya dengan laki-laki yang disukainya di surga. Karena kenikmatan di surga tidak hanya terbatas untuk kaum laki saja, namun juga untuk kaum laki dan wanita, di mana yang termasuk kenikmatan: adalah menikah.

2. Kondisi nomor satu di atas juga berlaku bagi wanita yang meninggal namun bercerai.

3. Kondisi nomor satu di atas berlaku pula bagi wanita yang suaminya bukan termasuk penghuni surga.

Syaikh Utsaimin berkata: “Apabila wanita tersebut termasuk ahli surga dan belum menikah, atau suaminya bukan termasuk ahli surga, maka apabila dia masuk surga maka di surga ada kaum laki-laki yang belum menikah sebelumnya, maka dia menikah dengan salah satu wanita tersebut.

4. Adapun wanita yang meninggal setelah menikah –dia termasuk ahli surga– maka dia menikah dengan mantan suaminya di dunia.

5. Adapun wanita yang suaminya meninggal lalu dia tidak menikah lagi setelah itu sampai dia meninggal maka wanita itu menjadi istrinya di surga.

6. Adapun wanita yang suaminya meninggal lalu dia menikah lagi sesudahnya maka wanita tadi menjadi istri bagi suaminya yang terakhir meskipun wanita tadi sudah berkali-kali menikah, maka sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

Dari Maimun bin Mihran berkata: Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu melamar istri Abu Darda’, namun dia tidak menerimanya dan berkata: Aku mendengar Abu Darda’ berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wanita bersama suaminya yang terakhir,” dia berkata: dan aku tidak ingin pengganti untuk Abu Darda’ (Hadits shahih dikeluarkan oleh Abu Ali Al-Harrani Al-Qusyairi dalam Tarikhul Riqqah (2/39/3) Silsilah Al-hadits Ash-Shahihah karangan Syaikh Albani 3/25).

Juga berdasarkan perkataan Hudzaifah radhiyallahu anhu kepada istrinya:

Dari Hudzaifah radhiyallahu anhu berkata kepada istrinya: “Jika kamu ingin menjadi istriku di surga maka jangan menikah lagi sesudahku: karena wanita di surga bersama suaminya yang terakhir di dunia oleh karena itu Allah mengharamkan kepada istri-istri Nabi untuk menikah lagi sesudahnya karena mereka adalah istri-istri Beliau di surga,” (dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Sunannya (7/69-70)).


Sebagian mungkin berkata: bahwa dalam doa jenazah kita mengucapkan: "Dan gantilah untuknya suami yang lebih baik dari suaminya."

Tapi apabila dia menikah, bagaimana kita mendoakannya sedangkan kita tahu bahwa suaminya di dunia adalah suaminya di surga dan apabila dia belum menikah maka di mana suaminya?

Jawabannya: Sebagaimana dikatakan Syaikh Utsaimin rahimahullah: Jika dia belum pernah menikah maka yang dimaksud yang lebih baik dari suaminya adalah suami yang telah ditentukan untuknya jika dia masih hidup, adapun jika dia pernah menikah maka yang dimaksudkan yang lebih baik dari suaminya yakni lebih baik dalam sifatnya di dunia karena pergantian adalah dengan mengganti zatnya sebagaimana jika kita menukar seekor kambing dengan unta misalnya, begitu juga dengan menggantikan sifatnya sebagaimana seandainya saya berkata kepada anda (semoga Allah mengganti kekufuran orang ini dengan keimanan), begitu pula seperti dalam firman Allah Ta’ala:

"(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa" (Qs. Ibrahim 48).

Maksudnya buminya tetap bumi yang sama, akan tetapi dibentangkan dan langit pun tetap langit yang sama akan tetapi dibelah. Wallahu a’lam…


“Jika suamiku di surga adalah suami terakhirku di dunia, bagaimana jika aku menikah lagi namun aku ingin bersama dengan suamiku yang pertama karena aku sangat mencintainya..?”

Untuk menjawab pertanyaan ini, berikut penjelasannya..

Syaikh Muhammad Ali Firkaus hafizhahullah, beliau ditanya oleh seorang wanita: “Setelah masa iddah-ku selesai disebabkan karena suamiku meninggal, ada beberapa orang yang datang melamarku, dan aku enggan menikah agar aku menjadi istri bagi suami pertamaku yang telah meninggal, yang ketika aku bersamanya kami memiliki 3 orang anak.

Alasanku dalam hal ini adalah sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam:

"Seorang wanita itu bersama suami terakhirnya."

Dan telah dipraktekkan pula oleh Ummu Darda' radhiallahu 'anha, apakah aku berdosa jika aku menolak untuk menerima pinangan orang yang telah diridhai agama dan akhlaknya?

Beliau menjawab:

Seorang wanita jika berada dibawah bimbingan seorang suami yang saleh lalu suaminya meninggal, dan si istri terus berstatus sebagai janda setelahnya dan tidak menikah, Allah akan mengumpulkan keduanya di dalam surga, dan jika dia memiliki beberapa suami di dunia, maka dia di dalam surga bersama suami terakhirnya jika mereka sama dalam akhlak dan kesalehannya, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa aalihi wasallam :

"Seorang wanita bersama suami terakhirnya."

(Dikeluarkan Ath-Thabrani dalam "Al-mu'jam Al-Ausath" (3/275), dari hadits Abu Darda' radhiallahu anhu. Hadits ini dishahihkan Al-Albani dalam silsilah Ash-shahihah (3/275))

Seorang wanita jika mengkhawatirkan atas dirinya fitnah atau dia tidak punya kemampuan untuk sendirian dalam mengurusi dirinya dan keperluan anak-anaknya baik dari sisi nafkahnya, dan juga pendidikannya, maka jika ada seorang lelaki yang datang melamarnya yang telah diridhai agama serta akhlaknya, dan lelaki ini punya kemampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhannya serta nafkah untuk anak-anaknya, maka tidak sepantasnya wanita tersebut menolaknya, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam:

"Jika ada orang yang datang kepadamu lelaki yang telah engkau senangi agama dan akhlaknya maka nikahkanlah dia."

(HR.Tirmidzi no. 1108, Baihaqi no. 13863; dari hadits Abu Hatim Al-Muzani radhiallahu ‘anhu, dihasankan Al-Albani dalam Al-Irwaa' (6/266).)

Dan juga mengamalkan kaedah ushul fiqh yang berbunyi:

"Menolak kerusakan lebih didahulukan daripada mendatangkan maslahat."

Jika suami pertama itu setara dengan suami pertamanya yang telah meninggal dalam hal akhlak dan kesalehannya,maka dia (wanita tersebut) bersama yang paling terakhir dari keduanya, namun jika tidak setara maka dia memilih yang paling baik kesalehan dan akhlaknya. Telah datang riwayat yang semakna dengan ini yang kedudukannya lemah dan mungkar dari hadits Ummu Salamah radhiallahu anha, dimana Dia bertanya kepada Nabi Shallallahu alaihi wa aalihi wasallam tentang seorang wanita yang menikah dengan dua lelaki, tiga dan empat, lalu wanita tersebut meninggal, dan mereka (para suaminya) masuk surga bersamanya, siapakah yang menjadi suaminya? Jawab Rasul Shallallahu alaihi wa aalihi wasallam:

"Wahai Ummu Salamah,dia akan diberi pilihan sehingga dia memilih yang paling baik diantara mereka." (HR. ath- Thabrani)


Lengkapnya hadits ini sebagai berikut:

Suatu hari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam (tentang bidadari di surga), “Ya Rasulullah, jelaskan kepadaku huurun ‘iin?” (Terdapat dalam QS. Ad-Dukhan: 54, Ath-Thur: 20, dan Al-Waqi’ah: 22)

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Huurun sangat jelas putih dan hitam serta bulat matanya. Bahkan bulu matanya bagai sayap burung”

Bertanya Ummu Salamah, “Fihinna khairaatun hisaan?” (Terdapat dalam QS. Ar-Rahman: 70)

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Baik akhlak dan budi pekertinya dan cantik wajahnya”

Bertanya Ummu Salamah, “Ka annahunna baidhum-maknuunun?” (Terdapat dalam QS. As-Shaaffat: 49)

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Halus kulitnya bagaikan putih telur yang ada di dalam telur”

Bertanya Ummu Salamah, “Uruban atraaba?” (Terdapat dalam QS. Al-Waqi’ah: 37)

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Mereka yang mati di dunia telah tua Bangka dan ompong, kisut keriput, akan diciptakan Allah menjadi gadis cantik yang sangat disayang dan semua sebaya usianya”.

Bertanya Ummu Salamah, “Ya Rasulullah, wanita di dunia lebih afdhal ataukah bidadari?”

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Wanita di dunia lebih afdhal daripada bidadari, klebihannya yang diluar daripada yag di dalam”

Bertanya Ummu Salamah, “Mengapa demikian?”

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Karena shalat, puasa dan ibadah mereka kepada Allah azza wa jalla. Allah memberi mereka kecantikan dari nur di wajahnya dan badannya bagaikan sutera halus, putih kulit bebrbaju hijau, perhiasannya kuning berhias permata, sisirnya dari emas sambil bernyanyi, ‘Kamilah yang kekal, tidak akan mati selamanya, kami yang rela tidak akan membenci selamanya, bahagialah orang yang mendapatkan kami, dan kami untuknya’”.

Bertanya Ummu Salamah, “Ya Rasulullah, seorang wanita yang kawin dua, tiga, empat kali kemudian ia mati dan masuk surga, ia bersama yang mana?”

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ia diberi hak memilih, kemudian ia memeilih diantara akhlak dan budi pekertinya. Dan berkata, ‘Inilah yang terbaik akhlaknya, maka kawinkanlah aku dengannya’. Wahai Ummu Salamah, baik budi dan akhlak itu telah memborong keuntungan dunia dan akhirat”

(HR. Thabrani, Lihat Tafsir Ibnu Katsir, jilid VIII. Hadits ini DHA’IF, dikeluarkan Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir (23/367), dan dalam Al-Ausath (3/279), dari hadits Ummu Salamah radhiallahu ‘anha. Berkata Al-Haitsami dalam "Majma' az-Zawaaid" (7/255): "Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan padanya terdapat seseorang bernama Sulaiman bin Abi Karimah. Dia dilemahkan oleh Abu Hatim dan Ibnu Adi." Juga dilemahkan Syaikh Al-Albani dalam "Dha'if at-Targhib wat-Tarhib" (2/254) . Demikian pula dari hadits Ummu Habibah radhiallahu anha dikeluarkan Ath-Thbarani dalam "Al-Kabir" (23/222), Abd bin Humaid dalam musnadnya (1/365). Berkata Al-Haitsami dalam majma' az-zawaaid (8/52) : "Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan Al-Bazzar secara ringkas, padanya terdapat Ubaid bin Ishaq dan dia seorang yang matruk (ditinggal haditsnya), sedangkan Abu Hatim meridhainya, dan dia perawi paling buruk keadaannya.")

Hanya saja, mungkin dijadikan sebagai dalil dari keumuman firman Allah subhanahu wa ta’ala:

"Di dalamnya (surga) apa saja yang disenangi oleh jiwa." (QS.Az-Zukhruf: 71)

Maka dia diberi pilihan sehingga dia pun memilih yang dia sukai akhlak dan kesalehannya, sebagaimana faedah yang juga dipetik dari firman-Nya:

"Mereka bersama dengan istri-istri mereka dibawah naungan (surga)." (QS.Yasin: 56)

Dimana seorang wanita bersama dengan yang paling mendekatinya dalam hal agama, akhlak, watak, disebabkan pernikahan yang melahirkan perasaan cinta dan kasih sayang, saling akrab dan saling mencintai, berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS. Ruum:21)

Demikian pula seorang wanita yang masih hidup sendiri dan meninggal dalam keadaan belum sempat menikah, maka dia diberi pilihan sehingga dia memilih siapa yang dia sukai yang lebih mirip dengannya dalam hal tabiat dan akhlak, lalu Allah subhanahu wa ta’ala mewujudkan apa yang menjadi permintaannya, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam:

"Tidak ada bujangan di dalam surga." (HR. Muslim, dan Ahmad dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu)

Wallahu’alam… Dan ilmu ada disisi Allah. Allah subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya yang beriman. Apapun ketetapan dari Allah subhanahu wa ta’ala adalah sebaik-baik ketetapan dari-Nya. Dan tidaklah kita patut mempertanyakannya…

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Demikianlah sedikit penjelasan mengenai keadaan wanita di surga kelak. Semoga hal ini dapat menjadi motifasi kita untuk meningkatkan keta’atan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala, bersemangat dalam ber-amar ma’ruf nahi mungkar, bersegera dalam bertaubat, berbuat baik dan beramal shalih, dan senantiasa istiqamah dan berada pada jalur fastabiqul khairat… Aamiin…

Mohon maaf bila kurang berkenan, kebenaran adalah mutlak milik Allah subhanahu wa ta’ala…

Alhamdulillah.. Shalawat dan salam atas Nabi kita Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, dan saudara-saudaranya hingga hari kiamat.

Wallahu’alam bishshawwab
Billahi Taufiq wal Hidayah

Semoga Bermanfaat..


No comments:

Post a Comment

Flower 53