Tersebutlah seorang wanita bernama Ummu Syarik. Nama aslinya adalah
Ghaziyah binti Jabir bin Hakim. Ia tergolong wanita bangsawan Quraisy.
Ummu Syarik masuk Islam ketika berada di Mekkah. Setelah masuk Islam, ia
bertekad untuk menyebarkan dakwah tauhid, meninggikan kalimat Allah ‘
la ilaha illallah muhammadur rasulullah‘.
Mulailah Ummu Syarik mendakwahi wanita-wanita Quraisy secara sembunyi-sembunyi. Diajaklah mereka untuk masuk Islam.
Ia melakukannya
dengan sabar, tanpa bosan dan jenuh.
Lama-kelamaan, perbuatan Ummu Syarik diketahui oleh penduduk Mekkah.
Penduduk Mekkah akhirnya menangkap Ummu Syarik. Penduduk Mekkah berkata,
“Jika bukan karena kaummu, sunguh kami akan berbuat sesuatu kepadamu.
Akan tetapi, kami akan kembalikan engkau kepada kaummu.” Ummu Syarik
menjawab, “Keluarga
suamiku telah mendatangiku.”
Penduduk Mekkah berkata, “Jangan-jangan engkau telah berada di atas
agamanya?” Ummu Syarik menjawab, “Demi Allah! Aku memang berada di atas
agamanya.” Penduduk Mekkah pun berkata, “Tidak, demi Allah, sungguh kami
akan menyiksamu dengan siksaan yang pedih!”
Kemudian mereka membawa Ummu Syarik keluar dari rumahnya.
Dibawalah Ummu Syarik dengan dinaikkan ke atas seekor unta yang
berjalan lambat. Unta yang dinaiki Ummu Syarik merupakan kendaraan yang
paling jelek. Di tengah perjalanan, Ummu Syarik hanya diberi makan roti
dan madu. Air minum tidak diberikan kepadanya walau setetes pun.
Hingga tiba waktu pertengahan hari ….
Pada hari ketiga, para pembawa Ummu Syarik itu berkata,
“Tinggalkanlah keyakinanmu!” Ummu Syarik tidak mengerti ucapan mereka
kecuali kata per kata. Ummu Syarik hanya bisa berisyarat dengan jari
terlunjuknya mengarah ke langit –yang berarti tauhid– mengesakan Allah.
Siksaan yang ia alami begitu berat.
Saat itulah keimanan Ummu Syarik sedang diuji. Suatu ketika,
tiba-tiba muncul sebuah timba yang diletakkan di dadanya. Ummu Syarik
mengambil ember itu dan meminum airnya dengan sekali napas. Kemudian
timba itu terangkat menjauhi Ummu Syarik, dan Ummu Syarik memandangi
timba yang terangkat itu. Lalu, timba itu tergantung di antara langit
dan bumi.
Ummu Syarik tak mampu menjangkau timba tersebut (karena terlampau
tinggi). Untuk kedua kalinya, timba itu diturunkan kepada Ummu Syarik
sehingga ia bisa meminum airnya dengan satu tarikan napas. Timba itu
lalu ditarik lagi ke atas, dan Ummu Syarik memandangi timba yang
terangkat itu. Timba itu tergantung di antara langit dan bumi. Kemudian,
untuk ketiga kalinya timba itu diturunkan kembali. Ummu Syarik meminum
air di dalamnya hingga ia puas. Kemudian air dalam timba itu dituangkan
di atas kepala, wajah, dan pakaian Ummu Syarik.
Orang-orang yang membawa Ummu Syarik akhirnya keluar dan melihat
kejadian itu. Mereka berkata, “Darimana timba ini, wahai musuh Allah?”
Ummu Syarik menjawab, “Sebenarnya musuh Allah itu bukanlah aku! Musuh
Allah itu adalah orang yang menyimpang dari agama-Nya. Adapun pertanyaan
kalian tentang asal timba ini maka ini adalah rezeki yang Allah berikan
kepadaku.”
Karenanya, orang-orang itu beranjak menuju tempat air mereka. Mereka
dapati tali tempat air mereka utuh dan tidak terlepas (artinya, air
dalam timba Ummu Syarik tidak berasal dari tempat air mereka,
ed.)
Kemudian orang-orang itu berkata, “Kami bersaksi bahwa sesungguhnya
Rabbmu adalah Rabb kami. Sungguh Dzat yang telah memberimu rezeki adalah
Dzat yang telah memberimu rezeki tersebut di tempat ini setelah kami
menyiksamu. Dialah Dzat yang menurunkan syariat Islam.” Selanjutnya
mereka masuk Islam dan berhijrah kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(
Nisa’ haula Ar-Rasul wa Ar-Radd ‘ala Muftariyat Al-Musytasyriqin)
Sumber:
Kisah-Kisah Pilihan untuk Anak Muslim Seri-4, karya Ummu Usamah ‘Aliyyah, Ummu Mu’adz Rofi’ah, dkk.