Ketika membaca buku men from mars and women from venus, saya mulai sedikit memahami karakter ikhwan dan akhwat dari segi psikologi. Saya mencoba melalukan beberapa pengamatan kepada teman-teman saya terkait fenomena ini. Rapat demi rapat, kepanitiaan demi kepantiaan, saya baru memahami bagaimana seorang pria berpikir tentang perempuan dan perempuan berpikir tentang pria.
Untuk para pria, perlu Anda pahami bahwa perempuan relatif lebih
peka dan sensitif ketimbang pria. Perempuan lebih tertata dalam menyusun
agenda, maka sering kita lihat perempuan lebih rapih dalam segala hal.
Karena mereka melakukan sesuatu dengan perencanaan, baik itu jangka
pendek atau panjang.
Perempuan yang bekerja biasanya lebih rajin
ketimbang pria, ini mengapa kita mulai melihat para perempuan yang telah
menjadi profesional atau pejabat, karena mereka rajin dalam menjalankan
tugas. Satu hal yang perlu diingat oleh para pria adalah perempuan
tidak suka di khianati dan perempuan itu butuh kepastian.
Untuk para perempuan, perlu saya sampaikan bahwa pria memang
cenderung egois dan self-oriented. Seorang pria lebih bisa menghabiskan
waktunya sendirian ketimbang perempuan. Dan seorang pria ketika sudah
masuk keduniannya akan sulit untuk diganggu.
Sebutlah seorang pria yang
sedang badmood dan ia memilih untuk sendiri untuk mengembalikan mood
nya, maka ia akan sangat terganggu sekali jika ada yang menggangu,
bahkan sebuah sms bisa membuat mood nya lebih parah. Sehingga seringkali
ia mengabaikan panggilan yang ada. Saya menyebutnya, pria mempunyai gua
sendiri yang dimana hanya ia yang memahaminya, dan seorang perempuan
sepertinya harus menunggu pria ini keluar gua nya baru bisa memanggil
pria ini.
Pria relatif lebih ingin diperhatikan dan dipahami, karena sedikit
”sentuhan” saja bisa membuat seorang pria berpikir terbalik 180
derajat. Oleh karena itu, seorang perempuan kiranya perlu memahani
mengenai kebutuhan dasar pria ini untuk membentuk pola komunikasi yang
baik.
Pada kasus nyata, bisa kita ambil contoh dua buah kisah yang saya
akan beri pandangan point of view yang harus diambil. Kisah pertama,
sekelompok ikhwan dan akhwat yang berada dalam sebuah kepanitiaan.
Dimana mereka biasa menjalankan rapat rutin untuk membahas segala
sesuatu.
Pada suatu ketika, ketua panitia dihadapi pada sebuah kondisi
dimana butuh keputusan cepat, padahal saat itu waktu sudah menunjukan
pukul 19.00, dan keputusan harus sudah ada malam itu juga. Sehingga
ketua panitia ( ikhwan tentunya ), memutuskan untuk mengumpulkan seluruh
panitia ikhwan untuk membahas masalah tersebut, dan terselesaikanlah
masalah itu. Esok siangnya seluruh panitia rapat kembali ( ikhwan dan
akhwat ), dan ketua panitia menceritakan kejadian malam hari itu,
setelah mendengar cerita itu, pihak panitia akhwat merasa tidak
dilibatkan dalam pengambilan kebijakan, akhwat merasa hanya sebagai
pelaksana keputusan dan berbagai keluhan lain.
*pada kasus ini akhwat merasa di khianati dalam arti tidak diberi
kepercayaan untuk ikut berpikir bersama, atau merasa dilangkahi dalam
mengambil keputusan.
*pria ketika sudah mengerjakan sesuatu relatif keasikan sendiri sehingga lupa bahwa ada pihak akhwat yang perlu dilibatkan.
Kisah kedua, seorang ketua muslimah di sebuah lembaga dakwah
mencoba meng-sms seorang ketua LDK di waktu pagi hari ( sekitar waktu
tahajud ), akhwat ini mengetahui bahwa sangat tidak ahsan untuk meng-sms
seorang ikhwan pada waktu tersebut, akan tetapi, karena sebuah masalah
yang perlu dibahas segera, dengan segala pertimbangan dan kebulatan
hati, ia memutuskan untuk meng-sms ketua LDK ini dan meminta diadakan
rapat mendadak pagi itu untuk membahasa hal yang penting.
Akan tetapi,
dikarenakan ketua LDK ini sedang dilanda masalah pribadi yang membuat
dirinya tidak ingin diganggu untuk sementara waktu, maka ia tidak
membalas sms ketua muslimahnya. Mungkin dikarenakan, berbagai miscall
yang dilontarkan oleh akhwat ini, ketua LDK ini akhirnya memutuskan
untuk membalas sms akhwat ini dengan asalan saja dan seakan
menggantungkan keputusan.
Hingga akhirnya akhwat ini mengancam sesuatu
sehingga ketua LDK itu memutuskan untuk mengadakan rapat di pagi
harinya. Setelah menjalani rapat, akhwat ini meminta berbicara terhadap
ketua LDK, dan mengungkapkan kekecewaannya kepada ketua LDK ini dan
mengatakan bahwa ketidakpastian yang ketua LDK berikan membuat ia tidak
tenang.
*perempuan tidak suka ketidakpastian yang berlarut, butuh ketegasan
sikap. Saya merekomendasi kepada para pria untuk sesegera mungkin
membalas sms akhwat dengan baik untuk menghindari konflik seperti
diatas.
*pria yang sedang dilanda masalah tidak ingin diganggu, bahkan
ketika kadar masalahnya cukup tinggi, ia tidak ingin diganggu oleh
amanah dakwah, ia lebih memilih sendiri dan tidak bertemu dengan orang
orang untuk sementara waktu.
Dengan memahami karakter masing-masing ini, saya berharap Anda
dapat mencoba mulai mengaplikasikan hal untuk memahami kekurangan
masing-masing. Bermula dari pemahaman ini, selanjutnya saya akan
memaparkan bagaimana cara lain untuk membangun komunikasi yang baik
dengan tetap menjaga batasan yang ada.
Hijab saat rapat
Beberapa kampus yang pernah saya
kunjungi relatif punya cara tersendiri dalam mengaplikasikan hijab dalam
sebuah rapat, ada yang membatasa pria dan perempuan dengan batas
permanen seperti tembok, ada yang beda ruangan, ada yang dalam bentuk
papan setinggi dua meter, atau ada yang cukup dengan jarak 2 meter
antara ikhwan dan akhwat. Semua tergantung kebutuhan dan budaya di
masing masing kampus. Bagaimana pun bentuk hijab nya , ada beberapa hal
yang perlu dipenuhi, yakni :
1. Jelasnya perkataan setiap anggota rapat
2. Tidak membuat ikhwan dan akhwat terkesan rapat sendiri
3. Pemimpin rapat bisa melihat semua peserta rapat ( ikhwan dan akhwat )
4. Kondisi peserta harus tetap kondusif, jangan sampai karena
terpisah oleh tembok, atau papan besar membuat peserta rapat
tidur-tiduran karena tidak tampak oleh lawan jenis
5. Ada medua penghubung informasi yang bisa dilihat oleh semua
peserta, seperti papan tulis, agar tidak terjadi assymetric information
6. Tidak menimbulkan kesan angker atau eksklusif terhadap orang selain kader yang melihat proses rapat.
Proses komunikasi yang efesien
Komunikasi yang dilakukan antara ikhwan
dan akhwat perlu diefesienkan sedemikan rupa, agar tidak terjadi fitnah
yang mungkin bisa terbentuk. Saya akan mengambil contoh sms seorang
ikhwan ke akhwat, dalam dua versi dengan topik yang sama, yakni
mencocokan waktu untuk rapat.
Versi 1
Ikhwan : assalamu’alaikum ukhti, bagaimana kabarnya ? hasil UAS sudah ada ? J
Akhwat : wa’alaikum salam akhie, alhamdulillah baik, berkat do’a akhie juga, hehehe, UAS belum nih,
uhh, deg deg an nunggu nilainya, tetep mohon doanya yah !!
Ikhwan : iya insya Allah didoakan, oh ya ukhti, kira kira kapa yah bisa rapat untuk bahas tentang acara ?
Akhwat : hmhmhm… kapan yah ? akhie bisanya kapan, kalo aku mungkin besok siang dan sore bisa
Ikhwan : okay, besok sore aja dech, ba’da ashar di koridor timur masjid, jarkomin akhwat yang lain yah
Akhwat : siap komandan, semoga Allah selalu melindungi antum
Ikhwan : sip sip, makasih yah ukhti, GANBATTE !! wassalamu’alaikum
Akhwat : wa’alaikum salam
Versi 2
Ikhwan : assalamualaikum, ukh, besok sore bisa rapat acara ditempat biasa ? untuk bahas acara
Akhwat : afwan, kebetulan ada quis, gimana kalo besok siang aja?
Ikhwan : insya Allah boleh, kita rapat besok siang di koridor timur masjid, tolong jarkom akhwat, syukron, wassalamu’alaikum
Dari dua contoh pesan singkat ini kita bisa melihat bagaimana pola
komunikasi yang efektif dan tetap menjaga batasan syar’i. Pada versi 1
kita bisa melihat sebuah percapakan singkat via sms antara ikhwan dan
akhwat yang bisa dikatakan sedikit “lebai” ( baca “ berlebihan ),
sedangkan pada versi 2 adalah percakapan antara ikhwan dan akhwat yang
to the point, tanpa basa basi. Sebenarnya bagaimana kita membuat batasan
tergantung bagaimana kita membiasakannya di lembaga dakwah kita saja.
Perlu adanya leader will untuk membangun budaya komunikasi yang efesien
dan “secukupnya”.
Dalam hal percakapan langsung, seorang ikhwan dan akhwat dilarang
melakukan percapakan berdua saja, walau itu di tempat umum. ketika
terjadi percakapan langsung maka akhwat meminta muhrimnya (sesama jenis
kelamin) untuk menemaninya.
Dengan itu diharapkan pembicaraan menjadi
terjaga dan meminimalkan kesempatan untuk khilaf. Dengan melakukan
pembicaraan yang secukupnya ini sebetulnya dapat lebih membuat pekerjaan
menjadi lebih cepat dan efektif. Karena setiap pembicaraan yang
dilakukan tidak ada yang sia sia, semua membahas tentang agenda dakwah
yang dilakukan.
—————————————————————————————————–
Interaksi yang terjaga antara ikhwan dan akhwat dalam dakwah
ditujukan agar segala aktivitas yang dilakukan tidak sia-sia, tidak
keluar dari koridor syar’i dan agar Allah ridho sehingga pertolongan
Allah akan segera datang untuk perjuangan dakwah ini.
Allahu Akbar!!!
Sumber; http://muslimahfathina.co.cc
http://menikah.blogspot.com
No comments:
Post a Comment